10. Berandai-andai.

74 26 6
                                    


Sebuah gitar accoustic dengan stiker bintang berwarna merah menempel di dekat string-nya--bersandar di dekat sofa. Gitar itu seperti penonton yang menemani Nora mengajar Sooyoung. Sesekali, ketika Sooyoung mengerjakan tugas dan begitu kesal pada kepala tololnya, Nora melirik ke arah gitar itu.

Kenapa gitar itu ada di sana, Nora sudah tau jawabannya. Hanya saja, yang Nora tidak percayai adalah..., setelah sekian lama, ia akhirnya bisa melihat gitar itu lagi. Gitar tua dengan string yang longgar. Gitar familar yang biasa didekap Chanyeol di atas panggung. Nora ingat pernah mendamba gitar itu seperti ia mendamba si empunya. Bertanya-tanya bagaimana rasanya bila ia memainkan gitar itu?

Apakah rasanya akan sama seperti memakai pakaian dari orang yang ia cinta?

Iya, obsesi Nora pada Chanyeol seabsurd itu.

Sekarang, melihat gitar itu kembali di kamar Sooyoung, Nora jadi teringat masa-masa ia berdiri di bibir podium, bertepuk tangan dengan mata bertabur bintang.

"Ah, ini sulit sekali. Bisa kita istirahat sebentar?" Sooyoung mengangkat kepalanya dari buku dan melempar pensilnya ke sembarang arah. "Rasanya kepalaku bisa lepas."

"Tidak akan sulit kalau kau memperhatikan penjelasanku di kelas." Nora ikut menaruh pensilnya di sela buku. "Ini adalah materi di awal semester, bagaimana bisa kau sudah lupa?"

"Aku tidak melupakan apa pun, aku hanya tidak mengerti satu pun materi yang pernah kau ajarkan."

"Kau membuatku terdengar seperti guru yang payah." Nora mengerucutkan bibir kecewa.

"Masalahnya bukan Miss. Nora, sih. Aku memang agak tolol saja. Tidak seperti kakakku, aku lebih ke tipe yang atletik daripada hebat di akademik."

"Chanyeol?" Nora tidak tau apa-apa tentang kemampuan akademik Chanyeol. Ia mungkin pernah mencintai Chanyeol dan men-stalk setiap pergerakan pria itu online maupun offline, tapi tentang akademiknya, Nora tidak pernah mendengar sesuatu semacam pintar, jenius atau sesuatu yang hebat.

"Bukan, bukan. Kakakku yang satunya lagi..." Sooyoung mengibaskan tangan. "Kak Sena."

"Ah, begitu rupanya." Jadi mereka tiga bersaudara.

"Waktu aku masih kecil, kak Sena sangat pintar. Dia keluar masuk kamar Chanyeol setiap hari hanya untuk belajar bersama. Aku pikir, karena itu mereka menjadi sangat dekat. Kata Chanyeol, dia sangat bodoh dan butuh bantuan kak Sena di setiap pelajaran."

Nora menyeruput jus jeruk yang disediakan Sooyoung di meja dan manggut-manggut mendengar sedikit kisah masa lalu Chanyeol yang tidak pernah ia ketahui. Ia tidak membenci konversasi itu sama sekali.

"Mengingat hubungan kak Sena dan Chanyeol yang sangat dekat, aku jadi terinspirasi."

"Terinspirasi?" Motivasi apa yang bisa diambil dari keduanya?

"Kau tau, mungkin dengan kebodohanku, aku bisa membangun hubungan dekat dengan Miss. Nora, begitu?" Sooyoung lalu tertawa polos.

"Ngomong-ngomong, kenapa kau memanggil Chanyeol Chanyeol?"

Rasanya agak janggal ketika Sooyoung menyebut saudara yang satunya lagi dengan embel-embel 'kak' sementara Chanyeol hanya Chanyeol. Padahal usia pria itu terpaut jauh di atas Sooyoung.

"Oh, itu hanya kebiasaan lama." Sooyoung menampakkan sedikit kecanggungan. "Saat orangtua kami baru-baru menikah, Chanyeol agak tidak suka dengan kami dan tidak suka bila aku memanggilnya seperti saudara. Kakakku saat itu mulai memanggil Chanyeol dengan namanya jadi aku tertular juga. Hahaaa."

HARMONIA (PCY)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang