15 •get bent out of shape•

567 68 16
                                    

"Mom, We're fine. Thanks buat support kalian selama ini. But I can't, aku lebih seneng tinggal di Jakarta. Aku sama Alice udah punya kehidupan sendiri di sini...". Ucap Jennie di telepon kemudian menutupnya.

Akhir-akhir ini orang tua Jennie terutama Mamanya sering memintanya untuk kembali ke New Zealand dan tinggal dengan mereka. Cukup beralasan, sebab Jennie bisa dikatakan tinggal sendiri hanya dengan Alice di Indonesia. Keluarganya banyak yang menetap di luar negeri.

Selain itu mereka juga membenci ide Jennie membuka cafe dan mulai menolak dukungan finansial. Seolah ingin lepas dan menjauh dari pengaruh mereka.

Jennie sebenarnya tidak ingin melakukan hal tersebut. Namun, Ia tidak suka dengan tekanan dari orang tuanya agar Jennie kembali berusaha menjadi penerus bisnis keluarga. Sebagai anak tunggal, sudah pasti Ia menanggung ekspektasi tinggi untuk meneruskan perusahaan arsitektur dan juga peternakan besar yang dimiliki keluarganya.

Namun, Jennie sudah muak dengan hal tersebut. Yang Ia inginkan sekarang adalah hidup sederhana dan nyaman bersama dengan Alice. Maka dari itu Ia memilih tinggal di Indonesia dan mengurangi ketergantungan terhadap orang tuanya.



Jennie turun dan kembali membantu pekerjaan di cafe miliknya. Jam makan siang membuat tempat itu kedatangan banyak pelanggan.

Ia mencatat pesanan dan melakukan pembayaran di kasir. Sangat sibuk sampai Ia tidak menyadari kedatangan seseorang yang Ia kenal.

"Ternyata kamu tinggal di sini ya?". Ucap laki-laki dengan setelan trendy.

Jennie menengadah untuk melihat wajah laki-laki tersebut. Sejenak tubuhnya membatu. Perlu waktu untuk memproses apa yang Ia lihat.

"Shitt!". Jennie melepas kasar apron yang Ia pakai lalu segera keluar dari counter dan langsung menarik laki-laki itu keluar dari cafe.

Jennie menyeretnya keluar. Dalam hatinya bersumpah serapah, Ia sangat membenci kehadiran laki-laki itu.

Ketika mereka sampai di luar dua laki-laki berbadan tegap menghampiri keduanya, melepas cengkraman Jennie lalu menahannya.

Jennie mendelik kesal, beringsut berusaha melepaskan diri.

"It's okay.. she's harmless". Ucap laki-laki bernama Gabriel itu kepada dua pengawalnya.

"Apa mau lo, hah?!. Ga puas udah hancurin hidup gue!".

"Calm down, Jenn.. Sampai kapan lo hidup di masa lalu gitu, c'mon that's weird it's years ago".

Mata Jennie memerah, dadanya nyeri. Rasa sakit itu muncul kembali. "Gue ga butuh nasihat. Lo emang mimpi terburuk yang pernah gue alami..".





"Mommy!". Alice datang dan segera berlari ke arah Jennie.

Jennie terbelalak, Ia lupa ini jam Alice pulang dari sekolah. Buru-buru Ia tarik anaknya untuk bersembunyi di belakang tubuhnya.

Gabriel tersenyum miring lalu bertepuk tangan, "Well, so luck i am. Hai Alice!, akhirnya kita bisa ketemu..".

Jennie mempererat pegangannya ke Alice. Matanya dipenuhi kemarahan. "Shut up!". Tegas Jennie.

"Momm.. why you look upset, did something happen?".

"Nothing, dear. Mommy minta kamu masuk, ini bukan hal yang perlu kamu denger".

"Please..". Pinta Jennie sekali lagi.

Anak itu menuruti kehendak Ibunya, meski jelas banyak pertanyaan berputar dalam pikirannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 03, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Marriage Stories | 96 GirlsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang