Nerd | 35

43.2K 4.6K 15
                                    

Sepi, begitulah keadaan rumah yang dimasuki oleh Devin saat ini. Devin tak berharap banyak, dia hanya ingin jika dirinya pulang ada sebuah sambutan kecil dari mamanya.

Dia hanya ingin sekedar ditanya ‘dari mana’, tapi sepertinya hal itu hanya mimpi bagi Devin.

Lagi-lagi dia teringat ucapan mamanya yang mengatakan akan bercerai, Devin tersenyum miris.

“Gini amat hidup gue.” Devin mengurungkan niatnya yang akan berjalan ke kamarnya, dia memilih untuk pergi lagi dari rumah dan tujuannya adalah, taman.

Saat sudah sampai di taman, dia duduk. Memandang danau yang airnya sangat tenang, dia membayangkan jika hidupnya bisa setenang air danau itu.

Devin menghela napasnya, tiba-tiba dia teringat dengan gadis yang waktu itu menangis di taman ini.

“Cewek ngegas itu nggak ke sini lagi?” tanyanya pada diri sendiri. Pundaknya melemas ketika dia tidak menemukan gadis itu.

Sesaat kemudian dia mendapat ide yang menurutnya menarik, buru-buru Devin merogoh sakunya dan mengeluarkan sebuah benda pipih.

Dia mulai mencari kontak yang akan dituju. Beberapa detik kemudian, orang yang dihubunginya itu menjawab teleponnya.

“Halo,” sapanya ketika belum juga mendengar suara dari seberang.

“Le, ambilin handuk dong!” terdengar suara Leta yang berteriak. Beberapa detik tidak ada suara apapun, saat Devin hendak membuka kembali suaranya. Ucapan Leta membuat Devin mengurungkan niatnya untuk berbicara.

“Lama banget sih, Le!”

“Ta, lo sama sia-” Belum sempat Devin mengeluarkan kalimatnya, panggilannya ditutup secara sepihak. Tunggu dulu, jika Leta berteriak seperti itu, lalu siapa yang menjawab teleponnya?

Le, entah mengapa Devin merasa jika yang dipanggil Leta adalah Leo. Tapi, untuk apa mereka berdua bersama? Lalu, Leta menyuruh untuk mengambil handuk.

Sebenarnya apa yang sedang dilakukan gadis itu, dan siapa yang bersama dengannya.

“Ahh, mana mungkin tadi Leo yang ngangkat telepon kan? Leta nggak mungkin lagi bareng Leo. Terus tentang handuk, mungkin Leta habis numpahin minuman kan, jadi dia butuh handuk buat ngelapin bekas tumpahannya?” ucap Devin pada dirinya sendiri. Ingin berpikir demikian, namun Devin tidak bisa. 

Sial, dia berniat menghubungi Leta agar bisa menggoda gadis itu dan membuat dirinya sedikit terhibur.

Namun lihat sekarang, Devin malah menjadi semakin tidak karuan. Gara-gara menghubungi Leta, Devin menjadi banyak berpikir sekarang.

Devin meremas rambutnya. “Apa peduli gue? Mau Leta sama Leo atau sama cowok lain pun, itu bukan urusan gue kan?”

“Oke, gue coba telepon dia sekali lagi.” Kemudian Devin mencoba menghubungi Leta lagi, namun bukan suara gadis itu yang menyahut melainkan suara operator. Gadis itu tidak menjawab panggilannya.

“Cih, bahkan sekarang telepon gue nggak diangkat. Sebenernya apa sih yang lagi dilakuin tuh cewek?!” tanya Devin kesal.

“Apa perlu gue ke rumah Leta?” Devin berdiri berniat untuk pergi ke rumah gadis itu.

Namun niatnya terhenti dan kembali duduk, bagaimana dia bisa pergi ke rumah Leta? Devin saja tidak tahu di mana rumah gadis itu.

“Bego! Gue kenapa sih?! Gue nggak perlu peduli sama tuh cewek kan?”

Devin tertawa. Benar, bukan urusannya tentang siapa yang bersama Leta sekarang.

Dia menyandarkan tubuhnya ke bangku taman, memejamkan matanya. Beberapa detik kemudian Devin kembali membuka matanya ketika butir-butir air hujan jatuh ke arah tubuhnya.

Lagi-lagi Devin tersenyum, dia memandang langit yang mendung. Sama persis dengan keadaannya sekarang.

Hujan turun semakin deras tapi hal itu tak membuat dirinya beranjak dari sana. Devin seakan sangat menikmati hujan yang saat ini mengguyur tubuhnya.

***

Adriel menopang dagunya dengan kedua tangannya. Dia menatap secara bergantian pada kedua orang yang duduk di hadapannya.

Adriel merasa jika kedua orang itu sangatlah mengenal satu sama lain, dilihat cara berbicaranya.

Tapi bukan itu yang membuat Adriel heran. Yang membuatnya heran adalah, orang itu adalah Ferdi dan Leta.

Sejak kapan kedua orang itu saling mengenal? Sejak kapan menjadi sedekat ini. Saking dekatnya, Adriel merasa jika dirinya hanya patung yang patut diabaikan.

“Kalian, sejak kapan deket kayak gini?” Lagi, sudah berapa kali Adriel bersuara namun tak kunjung mendapat respon.

Adriel mendengus. “Woyyy!” Saat itulah, Leta dan Ferdi menolehkan ke arah Adriel. Ferdi mengangkat sebelah alisnya menatap Adriel.

“Kalian kok bisa deket banget kayak gini sih? Sejak kapan?” Ferdi hanya mengulas senyumnya, kemudian melanjutkan mengobrol dengan Leta.

“Ferdi, lo tau kan kalo Devin sama Leta itu-”

“Gue tau. Tapi apa gue salah, mau temenan sama dia? Lagian Devin juga belum bisa menangin hati Leta kan?” sahut Ferdi memotong ucapan Adriel yang belum selesai. Leta diam mencermati pembicaraan kedua cowok itu.

“Ta, jangan hirauin dia ya.” Leta mengangguk.

“Ta, lo diem-diem pake pelet yah?” Sontak ucapan nyeleneh Adriel membuat Leta membulatkan matanya.

“Maksudnya?”

“Gue heran sama lo. Sebelumnya maaf kalo gue nyinggung lo, dilihat dari penampilan lo. Lo kan kayak biasa aja gitu ya, kok bisa si lo deket sama Devin, Leo, terus sekarang giliran Ferdi. Padahal, cewek diluar sana jarang loh ada yang sedeket ini sama kita berempat. Apalagi sama Leo dan Ferdi.”

Leta menggaruk rambutnya yang tidak gatal. “Aku nggak punya pelet atau apapun itu namanya kok. Pertama, alasan kenapa aku bisa deket sama Devin itu, karena kita satu kelas jadi sering ketemu. Terus, Devin juga sering jahilin aku, jadi ya gitulah.”

“Kedua, aku bisa deket sama Leo karena sebuah kebetulan yang nggak bisa aku jelasin. Terus kalo sama Ferdi-”

“Karena gue sering ketemu Leta di perpustakaan, jadinya kita bisa kenal kayak gini. Leta juga sering sama Devin, jadi menurut gue apa salahnya temenan sama Leta,” ucap Ferdi memotong kalimat Leta.

“Nggak adil.” Kalimat itu mampu membuat Leta dan Ferdi menjadi bingung.

“Apanya yang nggak adil?”

“Masa kalian bertiga bisa deket sama Leta, sementara gue? Kayak dikucilin sendiri tau nggak. Harusnya gue juga temenan sama Leta kan?” Ferdi sedikit tidak percaya dengan ucapan Adriel barusan.

Adriel memajukan bibirnya. “Leta, pokoknya sekarang lo harus jadi temen gue juga! Gue juga pengin punya temen cewek, intinya sekarang kita temenan. Ok?” Leta menganggukan kepalanya, dia sedikit bingung dengan tingkah Adriel.

“Gue juga bakal bantuin lo buat nyadarin perasaannya Devin.” Di akhir kalimatnya, Adriel tersenyum kecil.











Tbc...

Sesuai dengan janji kemarin, aku double up hari ini

Kalian kalau malam minggu tim di rumah aja atau keluar nih? Kalau aku sih di rumah aja mojok sambil nonton drakor :)

NERDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang