PART 9

8.1K 1.3K 39
                                    

PART 9

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

PART 9

Semakin lama Bintang berada di dekat Baskara, kepalanya juga semakin terasa sakit seolah rasa sakit yang dimaksud Baskara berpindah kepada Bintang ketika mereka dekat. Tingkah Baskara kepadanya itu sangat tidak masuk akal sampai Bintang mengiakan bahwa benar memang cowok itu adalah orang gila.

Langkah-langkah lebar Bintang membawanya lebih cepat hampir tiba di dekat gerbang, tetapi para anggota geng Barbieberry itu sedang berkumpul di gerbang. Beberapa di antara mereka menikmati jajanan pedagang kaki lima yang lewat.

Trauma dengan kehadiran mereka di dekat Bintang yang menurut Bintang sama gilanya dengan Baskara, cewek itu berlari ke arah lain dan menemukan bagian sudut sekolah. Dipandanginya tembok tinggi yang membatasi sekolah itu dengan lingkungan luar, lalu Bintang melihat sekelilingnya dan tak menemukan apa pun sebagai pijakan. Bagian atas tembok itu tak berbahaya seperti sekolah sebelumnya.

Tak ada kawat-kawat berduri maupun pecahan kaca yang tertanam.

Bintang mundur perlahan, mengambil ancang-ancang, lalu dia berlari mendekati tembok itu dan menggunakan alas sepatunya sebagai penahan agar dia bisa lebih mengangkat tubuh. Tangannya berhasil menggapai bagian atas tembok dan mulai memanjat hingga berhasil tiba di atas. Dia melompat ke luar area sekolah dan mendarat dengan mulus.

***

Sudah belasan menit berlalu sejak Baskara memasuki kamarnya dan dia tak melakukan apa-apa selain berdiri memandang tempat tidur yang masih berantakan sejak pagi tadi.

Ada ingatan samar yang berusaha dia ingat dengan jelas, tetapi setiap kali berupaya melakukan itu rasa sakit tak tertahankan di kepalanya semakin terasa. Rasa sakit itu tak hanya muncul saat dia berusaha mengingat, tetapi setiap kali dia melihat tempat-tempat atau pun benda yang merupakan bagian dari ingatan yang hilang itu.

Seperti kamarnya saat ini. Baskara tak lagi bisa membedakan serpihan ingatan dan halusinasi. Dia keluar dari kamar itu karena tak bisa tidur. Padahal malam ini dia ingin tidur lebih cepat. Tidur adalah hal jalan terbaik untuk menghilangkan segala rasa sakit, tetapi dia bahkan sulit tidur.

Baskara menuju dapur untuk mengambil air dingin di kulkas. Langkahnya terhenti karena kulkas juga terasa tak asing baginya. Seolah ada Bintang di sana sedang membuka kulkas—yang bahkan saat ini tertutup rapat. Baskara meremas rambutnya saking frustrasinya.

Ketika pandangannya tak sengaja berpindah ke wastafel, dia langsung tak berkutik dan pandangannya tak lepas dari sana.

Di sana ada Bintang dan Baskara sudah memastikan apa yang dia lihat hanyalah halusinasi belaka.

Tak tahan dengan semua keanehan yang terjadi pada dirinya sendiri, Baskara mengambil kesimpulan bahwa dia jatuh cinta pada pandangan pertama kepada Bintang.

Cinta pada pandangan pertama sampai membuatnya seperti orang gila? Baskara menarik kembali ucapannya.

Hal yang paling masuk akal adalah Bintang memeletnya.

***

Setiap hari Bintang belajar karena tak ingin mengecewakan Shareen yang telah bersedia membiayain hidupnya yang dulunya hanyalah anak jalanan. Karena itu juga dia cepat mengejar banyak pelajaran yang ketinggalan. Selain itu, dia memenuhi syarat mengikuti kelas akselerasi di beberapa tingkatan sekolah.

Malam ini dia tak bisa belajar karena memikirkan Baskara dan tingkah anehnya.

Pintu kamarnya diketuk. Satu-satunya yang ada di rumah itu selain dirinya adalah Shareen. Shareen berdiri di depannya memegang nampan berisi jus buah dan camilan.

"Kakak!" seru Bintang dengan kening mengernyit. "Kok buatin aku lagi, sih? Harusnya nggak usah." Meskipun mengomel, cewek itu menerima nampan di tangan Shareen dan membawanya ke meja belajar.

Shareen tak segera pergi dan berbaring di atas tempat tidur Bintang sambil memandang adiknya itu. "Gimana sekolahnya? Aman?"

Bintang tak langsung menjawab. Dia mengakhiri jadwal belajarnya karena terus memikirkan Baskara. Cewek itu memutar kursi untuk menghadap Shareen lalu mengambil kue untuk dia makan.

Shareen menyangga kepalanya dengan tangan. "Kenapa? Sesuatu terjadi?"

Bintang menarik napas panjang dan mengembuskannya. "Iya, ada cowok aneh yang ngejar-ngejar aku di sekolah. Dia terus aja ngomong hal-hal nggak masuk akal. Aku jadi ngeri tiap mau ke sekolah. Sekarang aja aku nggak bisa belajar gara-gara ingat tingkah lakunya."

Mendengar itu, Shareen mengubah posisinya menjadi duduk bersila. "Dia ngomong hal-hal nggak masuk akal?"

"Iya." Bintang ikut bersila di atas kursinya. "Dia selalu aja bilang gini, apa kita pernah ketemu sebelumnya? Dan maksa aku jawab iya nggak boleh enggak, padahal aku aja nggak tahu dia siapa dan baru ketemu dia di sekolah itu," kata Bintang dengan mulut yang penuh kue. "Dia bikin sayembara tahu, Kak? Iming-iming uang sepuluh juta. Malah dia mau beli aku biar bisa ngurangin sakit kepalanya, katanya. Nyuruh aku gandengan sama dia sekali sehari. Punya fetish kali?"

Bintang membelalak setelah mengulang kembali kalimat terakhir yang dia ucapkan. "Dia beneran punya fetish jangan-jangan, Kak? Kalau iya gimana, dong? Bisa nggak aku balik ke SMA sebelumnya aja?"

Shareen merenung cukup lama sembari mencerna kata-kata Bintang. "Lebih baik jangan abaikan."

"Kakak?" Perasaan Bintang jadi tak enak melihat Shareen sedang berpikir lama. "Apa yang jangan diabaikan?"

Shareen berdiri, lalu menarik Bintang untuk mengikutinya. Mereka berhenti di depan sebuah lemari. Bintang hanya diam ketika Shareen mengutak-atik bagian belakang lemari itu. Tak lama kemudian lemari itu didorong oleh Shareen dengan mudah. Di balik lemari itu, terdapat pintu rahasia yang baru pertama kali Bintang lihat semenjak 5 tahun dia tinggal di rumah itu.

"Ayo." Shareen menoleh pada Bintang yang masih bengong. Pintu itu dibuka oleh Shareen dengan mudah. "Hati-hati kalau turun."

Bintang mengangguk dan memasuki ruangan itu, lalu langsung mendapati anak tangga yang membawanya ke bawah. Ruangan gelap langsung terang ketika Shareen menyalakan lampu. Bintang melihat sekeliling dan dia memastikan bahwa ruangan ini adalah laboratorium. Beberapa rak diisi oleh alat-alat kimia, tetapi ada juga benda-benda aneh yang jauh dari benda-benda praktik kimia yang biasa Bintang lihat di laboratorium sekolah.

Benda-benda itu lebih seperti percobaan praktikum fisika, tetapi versi yang lebih rumit. Bintang tak sengaja melihat kabel berukuran besar yang sempat membuatnya terkejut karena awalnya dia pikir itu adalah ular Piton berwarna hitam legam. Kabel-kabel raksasa itu tak bisa Bintang pegang karena ada dinding kaca yang membatasi.

"Bintang?" panggil Shareen. "Coba ke sini."

Bintang menyusul Shareen yang sedang berdiri di depan sebuah kain putih yang menyelimuti sesuatu yang besar di dalamnya. Shareen menarik kain itu, lalu terlihat sebuah kotak tinggi.

Bintang tak mengerti mengapa Shareen mengajaknya ke ruangan ini. "Ini apa, Kak?"

"Kotak mesin waktu," balas Shareen. "Mengingat kamu tinggal di sini, di tempat mesin waktu ini ada, jadi nggak heran kalau kamu, cowok aneh itu, dan mesin waktu ini bisa berkaitan."

Bintang tak heran. Mendiang papa Shareen adalah seorang ilmuwan.

Shareen menambahkan. "Mungkin aja ada sesuatu yang terjadi antara kamu dan cowok aneh itu di masa lalu."

***


thanks for reading!

love,

sirhayani

Matahari Dan BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang