14. Park Sena (1)

75 21 12
                                    

Di dalam sebuah kolam renang yang terletak di halaman samping kediaman Park, Park Chanyeol--si sulung di keluarga itu berenang hilir mudik di bawah langit malam. Bunyi air yang timbul dari pergerakannya membuat wanita paruh baya yang sebelumnya turun dari lantai dua untuk mengambil minum jadi tertarik untuk keluar. Wanita itu--sambil memegang cangkir, memperhatikan Chanyeol yang mulai menepi ke bibir kolam.

"Tidakkah ini terlalu malam untuk berenang?" Sekarang sudah nyaris jam satu dini hari.

"Oh, Ibu." Chanyeol terbatuk kecil. "Aku hanya gerah," sahutnya.

"Jangan berenang terlalu lama. Kau bisa sakit."

Chanyeol mengangguk, air dari rambutnya yang basah mengalir di dagu. Saat itu pula, Chanyeol menatap kepada wanita yang sekarang ia panggil ibu (walau dulunya ia sempat tidak rela). Wanita itu menaruh cangkir di tangannya ke atas meja. Kepulan uap panas menguar dari sana.

"Minum ini sebelum kau masuk," ujarnya pengertian. Yang ia bawa adalah secangkir teh panas untuk menghangatkan tubuh Chanyeol yang sudah berendam lima belas menitan di dalam kolam.

Mendapati perhatian dari wanita itu, Chanyeol merasa berterima kasih, tapi di satu waktu--ia merasa bersalah.

"Ibu, apa kabar Sena belakangan ini?" Setelah lama tidak menyebutkan nama itu di bibirnya, Chanyeol merasa dingin air kolam tidak seberapa dibandingkan dingin tangan yang mencengkram jantungnya.

"Ah, Sena baik-baik saja." Wanita itu mengulum senyum lembut. Senyum yang mengingatkan Chanyeol kepada Sena. "Dia dan Sehun sangat menikmati tinggal di Jeju. Sudah beberapa kali ibu memintanya berkunjung, tapi dia selalu saja punya alasan untuk tidak kembali."

Masalahnya bukan di Jeju.

Chanyeol tau mengapa Sena enggan untuk sekedar menapak kembali ke rumah ini.

Jawabannya adalah Chanyeol sendiri.

Sena-nya, saudaranya.

.

.

.

.



13 tahun yang lalu.

Malam, di ruang tengah keluarga Park, untuk pertama kalinya Kwon Sena menapakkan kaki di sana. Mata berbinar oleh keingintahuan yang berbaur dengan ketakjuban dan keraguan--menyorot ke sekeliling ruang.

Kwon Sena, oh ralat, sekarang dia adalah Park Sena--tengah duduk berdampingan dengan saudaranya yang mulai sekarang juga bernama Park Sooyoung, bocah empat tahun dengan figurine Monkey D. Luffy di tangan. Berseberangan meja dengan Sena, ada anak laki-laki yang kelihatan seumuran Sena, berusia antara 15 atau 16 tahun. Anak laki-laki itu memakai jas biru tua dengan kemeja putih, penampilan ala-ala anak orang kaya di drama.

Bedanya, anak laki-laki itu sungguhan kaya, bukan sekedar skript cerita saja.

"Perkenalkan, ini Park Chanyeol. Putra Ayah dan saudara kalian mulai hari ini juga." Pria yang Sena kenali sebagai kekasih ibunya--menunjuk si anak yang sekarang berwajah masam penuh permusuhan.

"Ibu harap kalian dan Chanyeol bisa akur ya." Ibu juga menambahkan, kali ini sambil mengusap kepala Sena sayang. "Karena mulai hari ini kalian adalah saudara."

"Tcih!" Park Chanyeol berdiri. Matanya sengit seperti ingin memaki. Ia menatap Sena dan Ibu bergantian sebelum menatap ayahnya kejam.

"Siapa saudara siapa? Aku tidak sudi!"

Secepat ia berkata, secepat itu pula ia meninggalkan meja. Suara kepala keluarga Park bergema memanggil Chanyeol dengan murka. Tapi si remaja belia itu tidak menanggapinya sama sekali. Ibu menahan lengan kekasihnya dengan cengkraman tegas.

HARMONIA (PCY)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang