Bab 4

2.8K 72 1
                                    

Aku memang terbiasa tidur tanpa memakai dalaman. Rasanya lebih nyaman dan bisa bernapas lega. Sayangnya, aku lupa kalau sudah bukan lagi tinggal di rumah Papa. Kebiasaan itu harus mulai dihilangkan, mengingat aku sekarang ada di rumah Mas Fauzi. Meskipun berstatus suami istri, tapi kami masih merasa asing satu sama lain.

Bagaimana tidak? Kami bertemu pertama kalinya kemarin dan langsung menikah. Sungguh di luar dugaan.

"Habis makan cuci piring."

"Aku?"

"Hm."

"Tapi nanti tanganku gatal-gatal. Aku enggak biasa pegang sabun cuci piring."

"Mulai hari ini harus terbiasa."

"Tapi tanganku ini memang sensitif."

"Kalau pegang uang, sensitif juga enggak?"

"Sensistiflah. Maunya langsung belanja, eh?" Aku spontan membekap mulut sendiri.

Dia menggeleng, lalu beranjak dari kursi dan menyimpan piring kotornya di wastafel.

"Cuci piringnya yang bersih. Jangan sampai masih bau sabun."

"Aku beneran harus cuci piring?"

Dia tak menjawab dan mengambil kaleng cat dari bawah lemari dapur beserta kuasnya.

"Mas?"

"Harus kuulang dua kali?" Dia menatapku dingin.

Aku menunduk dengan bibir mengerucut.

"Aku mau cek genteng yang bocor semalam. Habis cuci piring, lanjut sapu rumah dan ngepel."

"Lah, Mas? Kok, nambah?"

Dia tak menggubris pertanyaanku itu dan terus melangkah keluar rumah.

Kuentakkan kedua kaki ke lantai dan meletakkan sendok dengan kasar di piring.

"Kenapa aku malah dijadikan pembantu? Awas saja! Akan kuadukan semua ini ke Papa!" omelku seraya membawa piring bekas makan ke wastafel.

Meski sambil menggerutu kesal, tapi tetap saja perintah dari pria itu kulakukan. Untung saja hanya sedikit peralatan makan yang harus dicuci. Setelah itu, aku tak langsung menyapu dan mengepel. Justru menyalakan televisi dan mulai mencari siaran drama favorite, tapi sayangnya tidak ada.

"Mas!" seruku seraya berjalan ke depan rumah, tapi tak menemukan dia di sini.  "Mas Fau ...." panggilanku terhenti saat berbalik badan dan mendapati dia sudah berdiri tepat di belakang.

"Kenapa teriak-teriak?"

"Kok, tidak ada siaran TV lain?"

"Siaran TV apa?" tanyanya seraya berjalan masuk ke rumah lagi.

"Itu, lho ... siaran berbayar yang biasa dipakai untuk nonton film-film dan drama Korea," cicitku sembari mengekorinya.

"Di sini enggak ada. Tonton saja yang ada."

"Ih, enggak seru, dong! Tontonannya cuma ada sinetron enggak jelas dan gosip. Kenapa enggak pasang aja, sih? Aku enggak bisa nonton drama Korea favoritku jadinya. Pasang, dong! Kalau Mas enggak mau, biar aku minta Papa saja yang bayarin perbulannya."

Mendengar itu, dia yang sudah sampai di dekat pintu kamar mandi pun langsung terhenti dan berbalik menatapku.

"Belajarlah menghormati suami meski pernikahan kita dilakukan secara mendadak. Jangan membuat harga diriku jatuh di hadapan orangtuamu. Enggak nonton drama kesukaan enggak akan buat kamu mati, kan? Nikmati dan syukuri saja apa yang ada."

"Tapi aku bosan dan enggak betah nanti, kalau enggak ada tontonan yang seru," rengekku sembari menarik-narik jemari dengan gemas.

"Tonton tetangga ribut jauh lebih seru," celetuknya.

DINIKAHI CALON MERTUAWhere stories live. Discover now