Out of Control

1.2K 209 2
                                    

"Dek...Papi rasa, papi sudah bilang kalau papi tidak mau menjalani pengobatan apapun,"

Arsen diam saja. Dia menekan area bekas suntikan dengan kapas alkohol. Alat suntikan Arsen letakan di atas nakas. Arsen masih menggenggam botol tempat obat yang tadi Arsen suntikan ke badan sang ayah.

"Dek... Papi sedang bicara kamu tidak menjawab papi?"

Arsen tetap diam. Dia menunggu reaksi dari obat yang dia suntikan ke badan sang ayah.

"Dek, besok kamu tidak boleh lagi menyuntikan apapun. Besok pintu kamar ini akan papi kunci jika papi sudah mau tidur,"

Ucapan sang ayah membuat Arsen marah. Dia mengangkat kepalanya menatap sang ayah dengan tajam.

"Silahkan papi coba. Arsen pastikan pintu itu akan lepas dari tempatnya besok," Ujar Arsen mengancam.

"Dek, kita sudah sepakat. Kamu tidak boleh mengingkari janji seperti itu,"

"Kapan aku pernah berujar sepakat? Apa papi tahu kalau papi sangat teramat egois?"

"Dek!" Panggil Arman saat mendengar ucapan Arsen pada sang ayah.

"Dek, lebih baik kamu istirahat duluan," Ujar Ardan.

Ardan mencoba mengajak Arsen untuk keluar dari kamar sang ayah namun, tangannya ditepis oleh Arsen. Arsen masih menatap tajam ke arah sang ayah.

"Apa salahnya kalau papi mencoba berobat? Worthless? Papi kira usaha semua dokter untuk menyelamatkan pasiennya itu hanya agar papi bisa menyebutnya worthless? Egois! Papi sangat egois!"

"Dek..." Ardan mencoba menenangkan Arsen.

"Mati atau tidaknya papi kita tidak akan tahu kalau tidak mencobanya kan? Kenapa papi tidak mau mencobanya? Bagaimana kalau peluang papi untuk sembuh sebenarnya sangat teramat besar? Apa gunanya papi berdiam disini dan menahan semua kesakitan sampai membuat kami semua menderita saat mendengar papi kesakitan?!!"

Arsen mengeratkan genggamannya pada botol obat di tangannya. Sangat erat sampai botol itu mengeluarkan suara retakan kecil.

"Bisa tidak sekali saja dalam hidup papi, papi berhenti menjadi orang egois? Bahkan kalau dulu mami tidak mengandung Alesha dan oma Agatha tidak mendatangi mami, mami akan mencoba menjalani pengobatan,"

"Tapi, papi? Papi bisa menjalani itu dan memilih menolaknya dengan kata " Worthless"! Ditambah dengan alasan papi kangen pada mami. Papi pikir kami tidak rindu pada mami?! Pikir papi di dunia ini hanya papi saja yang menyayangi dan merindukan mami?!!"

"Arsen... Hentikan ucapan kamu itu!" Ujar Arman.

"Menghentikan menyuntikan papi obat? Apa papi pernah berniat bertanya obat apa yang Arsen suntikan pada papi?! Tidak. Papi tidak pernah berniat bertanya. Oh iya, Arsen lupa! Keahlian papi adalah menuduh orang!!"

"Arsen!!!" Ardan membentak Arsen saat ucapan Arsen sudah mulai keterlaluan.

Ardan langsung menarik tangan Arsen untuk berdiri dari posisinya yang masih duduk di tepi ranjang Alvaro. Arsen berdiri namun, tatapan matanya masih sangat tajam. Arsen menepis kembali tangan Ardan.

"Arsen tidak akan heran kalau besok papi menuduh Arsen menyuntikan racun ke badan papi. Walau kenyataannya Arsen hanya berusaha mengurangi rasa sakit yang papi rasakan!"

"Arsen! Sudah cukup! Hentikan ucapan kamu itu!!" Tegur Ardan lagi.

Alvaro merasa bersalah pada putranya. Dia memang tidak tahu apa yang Arsen suntikan padanya. Tapi, Alvaro tidak pernah sedikitpun meragukan atau menuduh Arsen.

[DS #3] Save Me Hurt MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang