ACT ONE. BAB 9

4 4 0
                                    

ACT ONE : ABYSS OF REGRET
BAB 9 – Mengikuti Jejak Kabut Merah

Malam itu Carter langsung berkemas, kedua tangannya tidak bisa berhenti gemetar sejak mengepak baju ke dalam ransel. Carter takut, sungguh. Namun, tak ada yang bisa ia lakukan lagi selain mencari jejak pemimpin Hellish Folk.

Dengan berat hati ia harus meninggalkan laboratorium yang sumpek ini, dan berpamitan pada kedua saudara yang telah banyak membantunya. “Terima kasih banyak sudah membantuku. Tanpa bantuan kalian berdua, aku tidak akan bisa mencapai tahap ini. Aku sungguh berterima kasih.”

“Hm, benar. Kau memang merepotkan, tapi akan kumaafkan karena kau sudah sering membantu membersihkan labku.” Aiden menjawab ketus seperti biasa, dan hal itu langsung membuatnya mendapat sikutan tajam dari Jeslyn.

Setelah menyikut perut kakaknya, Jeslyn tersenyum pada Carter. “Tidak apa-apa. Jangan sungkan pada kami. Bagaimana pun juga kau adalah teman kami berdua sekarang.” Ia kemudian merogoh saku gaunnya dan menyerahkan bungkusan berwarna cokelat. “Oh, ya. Aku ada salep untuk luka luar. Ini dibuat dari tanaman Ecophium, jadi khasiatnya sangat bagus. Kau hanya perlu mengoleskannya sekali, dan besoknya lukamu pasti akan sembuh. Aku juga sudah mengeringkan beberapa daun Ecophium untuk diseduh, itu berguna untuk luka dalam. Bawalah untuk berjaga-jaga,” jelasnya panjang lebar.

Carter jadi merasa terharu. Keduanya benar-benar perhatian dan merupakan teman yang baik. Sebetulnya ia tidak ingin berpisah dengan kedua saudara ini, tetapi tentu saja Carter tidak bisa. Ia harus pergi.

Jadi Carter hanya bisa berharap semoga keduanya selalu baik-baik saja. Serta berharap semoga suatu hari kelak mereka bisa bertemu lagi dalam keadaan yang lebih baik. Sehingga tidak ada lagi hal yang perlu dikhawatirkan. Sehingga momen kebersamaan mereka bisa benar-benar dinikmati.

“Ini semua… aku benar-benar berterima kasih.” Carter tertunduk menahan tangis, membuat Aiden yang hendak mencibir kembali mengatupkan mulutnya. “Jagalah diri kalian baik-baik. Kalian juga harus tetap akur. Tetaplah… menjadi orang baik. Semoga―” Pemuda itu terdiam, lidahnya mendadak kelu saat ingin mengatakan, ‘Semoga kita bisa bertemu lagi’. Entah kenapa, Carter tidak bisa mengatakannya. Seolah-olah, itu adalah janji yang tidak dapat dipastikan bisa ia tepati. 

Karena Carter juga sedikit pesimis. Perjalanan ini pasti akan selalu membuatnya berada di ujung maut. Bisa saja dia… ugh, Carter tidak ingin memikirkannya. Sebab kalau dia terus berpikir negatif seperti itu tentu sangat tidak bagus untuk kesehatan mentalnya.

Jadi Carter memaksakan senyum, lalu melambaikan tangan. “Senang bertemu kalian. Selamat tinggal Jeslyn, Aiden.”

Mata Jeslyn tampak berkaca-kaca, tetapi gadis itu langsung mengedipkan matanya berulang kali dan memaksakan senyum seperti Carter, dan balas melambaikan tangan. “Semoga berhasil, Carter. Kau harus pulang, adikmu pasti sedang menunggumu.”

Di sebelahnya Aiden mengangguk. “Benar. Jangan menyia-nyiakan alat buatanku. Dan jangan lupa kalau kau belum membayar jasaku. Aku pasti akan menagihnya saat kau kembali nanti.”

Carter sama sekali tidak menyangka Aiden akan berkata begitu. Meski ucapannya terdengar jahat, tetapi Carter cukup tahu bahwa Aiden sebenarnya juga berharap ia kembali dengan selamat. Tanpa sadar Carter terkekeh, Dasar tsundere, batinnya. “Baiklah, aku pasti akan membayar hutangku. Jadi jangan menggentayangiku di akhirat nanti, ya.”

Aiden mendecih sambil bersidekap dada. “Jangan konyol. Kalau tidak bayar, akan kukejar sampai akhirat. Jadi, pastikan kau membayar hutangmu.”

Tak ingin berdebat lagi, Carter hanya mengangguk dan meninju bahu Aiden pelan. Ia melambaikan tangannya sekali lagi seraya berbalik.

MortalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang