03.Versi halal

7.1K 1K 78
                                    

Friska sudah siap untuk berangkat ke kampus, ia memakai baju lengan panjang, celana panjang kain yang longgar, lengkap dengan kerudungnya. Ini adalah pertama kalinya Friska ke kampus dengan mengggunakan kerudung.

"Udah pamit sama Ummah?" Adam menatap Friska yang baru saja keluar.

Friska mengangguk pelan. "Udah."

"Kamu nggak nyaman ya pakek pakaian kayak gitu?" Adam menatap penampilan Friska.

"Iya, pakek gini aja gue udah gerah apalagi pakek gamis. Beh, gerah banget Dam, pengen nyemplung ke danau." Friska memang selalu berkata jujur.

"Ya udah sini-sini babang Adam tiup biar nggak gerah." Adam mencondongkan wajahnya.

"Halah, itu mah lo nya aja yang modus!" Friska mendorong pelan wajah Adam.

Adam terkekeh. "Habis kalau deket kamu nggak tahan, bawaannya pengen ci---"

"Ci apa?" Friska melotot.

Adam menggeleng cepat, ia langsung berjalan ke arah rak dan mengambil sepatunya. Friska mendengus pelan dan ikut duduk di samping Adam lalu memakai sepatunya.

Friska terus melirik Adam, tentu saja ia tahu apa yang di maksud oleh Adam tadi. Semakin lama Adam semakin barbar dan meresahkan saja, sikap kalem Adam benar-benar telah hilang.

"Jangan ngelirik saya kayak gitu, entar naksir." Adam sudah selesai memakai sepatunya.

"Udah naksir!" Nada suara Friska terdengar tidak santai.

Adam terkekeh. "Naksir nya ringan apa berat?"

"Jenis najis kalik ah." Friska benar-benar tak habis pikir.

"Tahu nggak Fris? kamu itu kayak surat al-fatihah," ujar Adam.

"Kenapa surat al-fatihah?" Friska kini sedang menyiapkan hatinya.

"Iya, keinget terus tanpa harus di hafal. Kamu juga kayak sajadah, sederhana namun berharga." Adam tersenyum manis.

"Woi Dam ... Jangan gitu elah." Friska berusaha untuk tidak menjerit.

"Nah loh, baper pasti." Adam tertawa pelan.

Wajah Friska sudah memerah, wanita manapun juga pasti akan lemas jika mendengar gombalan Adam. Beruntung Friska sudah kebal, walaupun tetap saja perasaannya tidak karuan.

Dengan jantung yang masih berdebar Friska berdiri, ia berjalan ke arah motor scoopy milik Adam. Adam tersenyum geli, ia berdiri dan bergegas menyusul Friska.

"Ayo cepet Dam kita ke kampus, sat-set sat-set gitu loh," ujar Friska.

"Apanya yang sat-set sat-set, cium atau peluk?" Adam tersenyum jahil.

"Dam serius." Demi apapun Friska ingin menangis.

"Nggak mau naik mobil? dulu aja minta di beliin mobil warna kuning. Sekarang udah ada di anggurin, kasihan dia," ucap Adam.

"Kasihan apa?" tanya Friska.

"Korban perasaan, dulu di harapkan sekarang di campakkan," balas Adam membuat Friska tertawa.

"Ngakak." Friska berusaha untuk mengatur nafasnya. "Nanti sore aja kita jalan-jalan naik mobil."

"Jadinya kita sekarang naik motor, wah enak dong." Adam tampak senang.

"Dam, jangan brutal elah," ucap Friska tak habis pikir.

"Loh, maksudnya enak gitu kena angin. Kamu mah suudzon mulu," balas Adam.

Adam menaiki motornya, Friska naik ke jok belakang. Friska sudah berkali-kali menaiki motor Adam, tapi kali ini berbeda. Kali ini mereka menaiki motor dengan versi halal bukan hubungan tanpa status.

"Kok tas nya di taruh depan?" Friska menatap Adam yang memindahkan ransel tasnya ke depan.

"Biar bisa peluk lah apalagi." Adam begitu terang-terangan.

"Gue males tuh meluk lo." Friska melipat kedua tangannya di depan dada.

"Serius nggak mau meluk? Entar nyesel loh." Adam menoleh ke belakang.

"Nggak bakal," ucap Friska.

Adam kembali menatap depan. "Ya udah nggak usah peluk, nanti malem juga nggak ada acara peluk-peluk."

"Dam jangan gitu elah, mau kok gue meluk lo seriusan nggak boong." Friska memegang samping jaket Adam.

Harus Friska akui pelukan Adam sangat membuatnya nyaman, Friska langsung tertidur pulas saat di peluk oleh Adam. Mungkin saja itu tanda-tanda Friska telah bucin dengan Adam.

"Yang ikhlas pegangannya," ujar Adam.

"Udah Dam, ikhlas banget gue. Tulus dari hati, paru-paru, sampek ginjal." Friska masih belum peka.

"Kalau pegangan kayak gini." Adam melingkarkan tangan Friska di perutnya.

Friska merasa sangat nyaman. "Boleh nyender juga nggak?"

"Gini nih definisi orang di kasih receh minta dolar." Adam tertawa pelan.

"Kambing!" Friska merasa sangat tersindir.

"Heh mulutnya, istighfar," tegur Adam.

Friska berdecak pelan tapi akhirnya menurut juga. "Astagfirullah."

"Awas kalau ngomong kasar lagi, nanti saya cium," ancam Adam.

"Mau dong di cium." Friska menyengir lebar.

"Hayuk lah sat-set." Bukan Adam jika tidak semakin menjadi.

***

Adam dan Friska kini berjalan beriringan di kampus, sedaritadi ada banyak sekali mahasiswi yang menyapa Adam. Mereka tidak tahu saja jika Adam sudah memiliki pawang.

"Assalamu'alaikum kak Adam," sapa salah satu mahasiswi yang masih junior.

"Wa'alaikumsalam." Adam tersenyum pada gadis itu, Adam memang sangat ramah.

Friska melirik Adam, tidak bisa di pungkiri jika senyuman Adam sangat manis. 'Baru tahu gue kalau Adam banyak yang suka. Kemaren-kemaren gue kemana aja?'

"Pagi Adam." Lagi-lagi ada mahasiswi yang menyapa Adam.

Adam tersenyum ramah. "Pagi juga."

"Dam jangan senyum, lo jelek kalau senyum." Entah kenapa Friska mendadak kesal.

Adam menoleh. "Loh masa? Ada yang bilang katanya senyum saya manis. Kata dia saya ganteng kalau lagi senyum."

"Siapa yang bilang kayak gitu?!" tanya Friska sewot.

"Ada lah, adik tingkat," balas Adam.

Raut wajah Friska semakin tertekuk kesal, ingin rasanya Friska mematahkan tulang para gadis yang berani memuji Adam. Adam itu polos jika berada di dekat gadis lain.

Adam tidak bisa membedakan mana gadis yang modus, mana yang tidak. Cuma di dekat Friska kepolosan Adam hilang. Oleh karena itu Friska harus ekstra menjaga Adam dari para hama.

"Lain kali jangan mau kalau di puji-puji sama cewek!" sewot Friska.

"Loh kenapa? Kan di puji, kalau di maki baru saya nggak terima," balas Adam.

Friska berdecak pelan. "Gue nggak suka Adam!"

"Oh, kamu cemburu." Adam baru peka.

"Nggak cemburu, cuma nggak suka." Friska tidak mau di cap bucin.

Adam menautkan jari jemarinya dengan jari jemari Friska. "Kamu tuh beda, nggak kayak mereka?"

"Beda apa? Mereka kalem gue nggak gitu?!" Nada suara Friska terdengar ngegas.

"Bukan." Adam terkekeh pelan. "Saya nggak pernah peduli sama pujian mereka. Beda lagi kalau kamu, jangankan di puji di maki aja saya seneng."

"Gue emang barbar, gue nggak sholehah. Jangan nyari lagi cewek yang sholehah ya Dam," ucap Friska.

"Saya akan bimbing kamu agar kamu menjadi wanita sholehah. Kamu udah lebih dari cukup untuk saya." Adam tersenyum manis.

Bersambung...

Adam & Friska { Pasangan Halal }Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang