Part 27: Only U

331 41 49
                                    

Vote and comment are really appreciated

.

.

.

"Maafin aku, Nda. Maaf."

Pelan-pelan gue mengerjapkan mata untuk mencari tahu sumber suara isakan tersebut. Dari suaranya sangat mirip dengan Chan, tapi gue masih belum bisa senang karena wajahnya belum terlihat. Dengan ragu, gue mengelus rambutnya untuk membuatnya mendongak.

Beberapa detik kemudian, lelaki itu mengangkat kepalanya. Menampilkan wajah sembab dan basah karena air matanya yang mengalir deras. Wajah yang selalu menghantui gue kurang lebih sebulan ini. Wajah yang selalu gue rindukan.

"Nda," ucapnya lirih, "Kamu udah bangun?"

Tanpa sadar, air mata gue juga ikutan turun ke pipi. Yang langsung membuat orang di hadapan gue panik dan menyapu air mata gue itu.

Dengan bibir kelu gue menyapanya sambil berusaha menegakkan tubuh gue, "Chan.."

Yang tentu saja ditahan oleh Chan, "Kamu tiduran aja, Nda."

Gue menggeleng, tetap ngotot untuk melakukan yang ingin gue lakukan.

"Aku tegakin ranjangnya aja, ya?" tawarnya memberi solusi yang langsung gue jawab dengan anggukan.

Selama beberapa menit, gue dan Chan hanya saling menatap, dengan Chan yang nggak melepaskan genggamannya di tangan gue. Mengelus jari-jari gue dengan jari-jarinya yang besar. Gue pun nggak menolak perlakuan itu karena gue pun juga kangen sama sentuhan Chan yang selalu membuat gue nyaman dan hangat. Sampai akhirnya Chan berinisiatif memecah keheningan.

"Nda, maafin aku ya."

Gue menggeleng lagi, "Nggak apa, Chan. Lu nggak salah apa-apa, kok."

"Tetap aja, mestinya aku datang ke kamu lebih awal."

"Mungkin emang guenya aja yang terlalu terlambat dan berekspektasi tinggi."

Chan kembali mengelus jari gue lembut, namun kali ini dilanjutkan dengan delikan ke arah gue, "Maksud kamu?"

Gue tersenyum lirih, memberanikan diri menatap mata Chan, "Gue udah lama cari lu, Chan. Tapi karena informasi tentang lu yang super terbatas, gue baru dikasih kesempatan ketemu lu waktu di café kemarin. Itu pun karena nggak sengaja."

"Kamu cari aku?"

Gue menggangguk mengiyakan, "Begitu sampai di Indonesia, gue langsung berusaha cari lu. Tapi gue nggak tahu apa-apa tentang lu. Bahkan, Ben aja nggak bersedia kasih informasi terlalu banyak. Dari situ gue tahu, lu pasti ngehindarin gue banget karena pasti lu udah capek disakitin sama gue."

Chan masih memperhatikan gue dan ocehan gue tanpa menjeda sama sekali.

"Sampai akhirnya, Tuhan kasih gue kesempatan buat ketemu lu lagi. Di café waktu itu. Tapi taunya, saat itu juga gue dikasih kejutan besar. Yaitu lu yang udah nggak sendiri," gue tertawa miris, menertawakan kehidupan gue sendiri, "Mungkin gue yang terlalu banyak berharap kalau lu masih nunggu gue selama ini. Mestinya gue sadar, lu masih muda dan mustahil buat lu untuk nggak ketemu sama orang lain yang pasti jauh lebih baik dari gue."

Chan kembali menggelengkan kepalanya, "Nggak kayak gitu, Nda, aku—"

"Nggak apa, Chan. Gue ngerti kok. Lu emang udah layak dan sepantasnya dapat yang lebih segala-galanya dari gue. Maafin gue ya, Chan, udah banyak nyakitin lu waktu itu?"

Milky WayNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ