Prolog

5.9K 684 2K
                                    

Dehandar Ibrahim Rafardhan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dehandar Ibrahim Rafardhan. Tangannya bergerak begitu saja. Mengukir nama seseorang di atas lembaran kertas. Qilla tanpa sadar melakukan hal tersebut. Dan parahnya lagi, dia menulis nama Dehan di buku pelajaran ushul fiqhnya yang sedari tadi masih kosong karena Qilla belum menuliskan apapun. Padahal papan tulis di depan sana sudah begitu penuh dengan tulisan tentang rukun- rukun serta syarat ilmu faraidh (waris).

“Qilla, kau paham tak?” tanya teman sebangku sekaligus teman satu kamar Qilla. Namanya Nasywa, dia merantau dari Malaysia ke Indonesia untuk menimba ilmu agama.

Merasa tak mendapatkan respon dari Qilla, Nasywa menolehkan kepalanya ke arah Qilla yang kini menatap lurus ke arah bukunya. Gadis asal Malaysia itu menatap buku Qilla yang masih kosong. Dia sedikit salah fokus dengan tiga kata yang tertulis di sana. Ditambah lagi, Qilla nampak begitu asyik melamun.

“Aqilla, can you explain about this statement?” ucap Ustadzah Syaimah membuat Nasywa gelagapan. “Aqilla Humaira?

“Qilla! Ustadzah Syaimah tengah cakap dengan awak!!”desis Nasywa berusaha menyadarkan Qilla. Wajah Nasywa langsung pucat pasi saat ustadzah Syaimah melirik ke bangku mereka berdua.“Aqilla!”Nasywa menyenggol pelan punggung tangan sahabatnya itu.

Tamatlah riwayat Qilla, ustadzah Syaimah paling tidak suka bila tengah menerangkan tapi muridnya tidak memperhatikan dan malah sibuk melakukan kegiatan lain. Lebih-lebih mereka sudah kelas akhir. Maka akan sangat sedikit kesalahan yang dimaklumi.

Brak

Qilla berjengkit kaget saat mendengar suara benturan yang asalnya dari penggaris kayu dengan papan tulis. Gadis itu menelan ludahnya susah payah. Apalagi saat menyadari kalau dirinya menjadi pusat perhatian.

Excuse me! Aqilla? What are you doing now?” Suara bernada tegas itu sukses membuat semua yang ada di sini terdiam kaku. Ustadzah Syaimah dengan gamis hitam, niqab serta hijab lebarnya berjalan anggun dan penuh wibawa menuju bangku Qilla. Tangannya tergerak mengambil buku Qilla. Dia akan mentoleransi kesalahan gadis itu, bila ... ya setidaknya Qilla terbukti memperhatikan penjelasannya dengan menuliskan apa yang di dengar di bukunya. Tapi ternyata buku gadis itu kosong, dan hanya ada 3 kata yang tertulis di sana.

“Afwan ustadzah, ana—“Qilla memejamkan matanya saat ustadzah Syaimah memeriksa buku catatannya yang masih kosong. Di tambah lagi ada tulisan nama seseorang di sana.

“Dehandar Ibrahim Rafardhan?” ucap Ustadzah Syaimah mendiktekan. Qilla meringis malu. Ngapain sih lo Aqilla? Batinnya kesal sendiri.

Dia bisa merasakan betapa tajamnya tatapan orang-orang. Apalagi Zulfa dan Hilwa, teman satu kamarnya Qilla. Mereka begitu membenci Qilla. Alasannya, selain karena Qilla jadi saingan mereka dalam bidang akademik. Qilla juga terkenal dengan sifat bar-bar nan juteknya.

“Pacarnya kali ustadzah!” timpal Hilwa sedikit nyinyir membuat Qilla mendelik tak suka.

Nada bicara gadis itu juga sangat tidak sopan. Tidak menunjukkan adab yang baik pada seorang guru. Hih, kalau tidak ingat ini di mana. Qilla tidak segan untuk mengibarkan bendera peperangan. Untung hanya tinggal satu bulan lagi bersama mereka. Setidaknya Qilla tidak harus merasakan kejengkelan lebih lama lagi karena harus berhadapan dengan Hilwa dan antek-anteknya.

Get out, please, Aqilla! I’ll give you red point!” seru ustadzah Syaimah membuat Qilla murung. Gadis itu merapikan alat tulisnya. Dengan lesu dia berjalan keluar kelas.

“Afwan ana akan berusaha untuk tidak mengulangi hal yang sama, Ustadzah. Assalamu’alaikum,” sesal Qilla lalu menutup pintu dengan perlahan.

“Wa’alaikumussalaam warahmatullaah wabaraakaatuh, baca Al-Qur’an surah Al-Baqarah sambil berdiri di depan pintu, sebelum 30 menit. Tidak boleh duduk. Yang lain, jika tidak ingin memperhatikan penjelasan saya, silakan keluar, ” ucap ustadzah Syaimah tegas.

Qilla mengangguk patuh. Dengan ekor matanya dia bisa melihat beberapa teman-temannya yang kerap menunjukkan ketidaksukaan mereka secara terang- terangan menahan tawa. Hanya Nasywa satu-satunya orang yang terlihat berusaha membantu untuk membujuk ustadzah Syaimah. Bagaimanapun ini kelas terakhir mereka ustadzah Syaimah sudah menginformasikan pada seluruh thalibah (pelajar) bahwa akan diadakan tehnical meeting terkait pekan ujian kelulusan yang akan diselenggarakan pekan depan. Kalau Qilla tidak masuk, dia terancam tidak mengetahui info apa pun. Hanya Nasywa satu-satunya harapan Qilla. Dan lagi, nilai ujiannya terancam pas KKM karena mendapat red point yang ketiga kalinya dari ustadzah Syaimah.

“Lagian kenapa pake kepikiran dia sih cuman karena mimpi semalam?” keluh Qilla pada dirinya sendiri. Dia membenarkan letak maskernya. Gadis itu mulai melafazkan bacaan surah Al-Baqarah dengan tartil dan suara yang amat pelan.

Yaa Allaah ... Tolong, jangan biarkan aku lalai terhadap mengingat-Mu. Come on, Qilla. Dia udah sibuk dengan kehidupannya sendiri. Barangkali mikirin lo hidup atau enggak aja mustahil. Jangan ngada-ngada, please. Jangan sampai patah karena harapan lo sendiri! Batinnya sendu.

 Jangan sampai patah karena harapan lo sendiri! Batinnya sendu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


dua tahun, selama itu aku berusaha memulihkan diriku yang kehilangan daya sehingga tak mampu berkarya.
berulangkali,  setelah merasa mati dalam banyak kesempatan.  walau tubuhku bernyawa,  jiwaku sempat tak ada. dan kini, aku harus kembali memulai segalanya. memulai perjuangan ini dari titik awal di mana aku berada. ya, itu tidak apa-apa. - a.e

DEHANDAR & AQILLA [YOUNG MARRIAGE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang