31| Her Wish

17.6K 1.6K 24
                                    

Yang menarik dari anak lelakiku adalah sikap masa bodohnya itu. Seolah pertengkarannya dengan Mas Arga semalam hanya di dalam mimpi. Pagi ini saat aku datang ke rumah mereka untuk mengantarkan bubur ayam, keduanya tengah duduk bersama sambil melihat televisi di ruang makan.

Keduanya tampak biasa saja. Tak ada lagi bahasan tentang yang semalam juga. Padahal aku sampai panas dingin memikirkan bagaimana ke depan hubungan keduanya nanti. Namun, nyatanya semua tak sesuai dengan kekhawatiranku. Atau aku hanya overthinking saja? Entahlah.

Dan kenyataannya memang aku seperti belum benar-benar bisa masuk di antara keduanya. Dito adalah anakku, darah dagingku sendiri. Sementara Mas Arga ini mantan suami, sekaligus lelaki yang saat ini masih kucintai. Akan tetapi, kenapa rasanya saat berada di dekat mereka, aku masih merasa jauh dan belum bisa menyatu, ya?

Berkali-kali kutepis perasaan tak nyaman itu dengan berpikir bahwa, yah, wajar saja aku merasa agak sedikit tersingkir dari 'dunia' mereka. Karena bagaimanapun memang aku adalah orang yang telah lama pergi meninggalkan keduanya, dan tiba-tiba saja kembali lagi tanpa rasa malu untuk meminta mereka menerima dengan tangan terbuka.

Namun, untuk saat ini aku berusaha keras mengesampingkan perasaan tak nyaman itu, karena ingin fokus pada usaha untuk terus lebih dan lebih dekat lagi dengan Dito. Bisa memahami, membuatnya terbuka padaku, dan belajar menjadi sosok ibu yang sesungguhnya dalam kehidupannya.

Aku juga ingin bisa dicintai, disayangi, dan diberi perhatian oleh Dito, sama besar seperti yang dia berikan untuk Mas Arga. Meskipun kemarin pertengkaran mereka cukup sengit, tetapi waktu melihat keduanya berbincang seperti biasanya saat sarapan tadi, membuatku kembali merasa bahwa lagi-lagi aku seperti orang yang telah lama kabur dari rumah dan tiba-tiba pulang tanpa rasa malu.

Setelah sarapan, Mas Arga yang memang tiap Sabtu dan Minggu libur kantor, menawarkan diri mengantarku kembali ke rumah sakit. Semalam karena Dito tak keluar lagi dari kamar dan kondisi hati Mas Arga yang sepertinya masih kacau, membuatku menolak tawarannya untuk diantar kembali ke Lavalette.

Jadi, aku naik taksi online, kemudian memutuskan tidur di kamar rawat menemani Mama, sementara Mas Restu dan Mas Indro tidur di rumah Mama. Sedangkan Mbak Amini memang tidak pulang sama sekali, dia yang terus standby menjaga Mama, sehingga aku bisa ke rumah Mas Arga pagi ini.

Mas Restu biasa saja, untungnya tak lagi memancing masalah denganku. Dia bilang akan mengambil cuti beberapa hari. Dokter sendiri mengatakan kalau Mama baru bisa pulang ke rumah besok siang atau sore, karena masih harus menjalani observasi lagi terkait kondisi fisiknya.

Tadi Dito berkata akan dijenguk beberapa temannya. Dan benar saja, sekitar pukul setengah sembilan begitu kami sudah selesai makan, datang Ndaru bersama lima orang anak lainnya. Tiga orang mengaku teman sekelas, termasuk Ndaru. Dan tiga lainnya teman Dito di ekskul Pecinta Alam.

Salah satunya bernama Shela, anak kelas 2 yang terlihat gugup serta merasa bersalah saat mendatangi Dito dan meminta maaf. Dia mengatakan bahwa karena dirinya, Dito dan Fadlan sampai mengalami kecelakaan. Bahkan, kaki Fadlan sampai harus di-gips.

Namun, dengan santai anak lelakiku menjawab bahwa kecelakaan itu karena memang kehendak Tuhan, jadi bukan salah siapa-siapa. Uhm, rasanya sedikit geli saat melihat kedua pipi Shela memerah setelah anak perempuan itu diberi senyum tulus oleh Dito. Yah, sampai sini aku sangat yakin, kalau dari segi pesona ke kaum hawa, Mas Arga sudah benar-benar mewariskannya pada anak kami.

Setelah mengobrol basa-basi sebentar dengan teman-teman Dito, aku dan Mas Arga pamit pada mereka dengan alasan menjenguk nenek Dito yang juga tengah sakit. Saat aku akan pergi, Ndaru bertanya padaku, "Om Rifan apa benar-benar serius akan pindah ke Jakarta, ya, Te?"

Close to You [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang