Part 34: (Don't) Give Up on Us

220 31 24
                                    

"Tuh kan, beneran udah kenal. Bagus tante suruh masuk tadi," ujar maminya Chan dengan sumringahnya begitu melihat gue dan Mas Dion yang ternyata saling kenal kenal. Kami berdua sama-sama kaget karena ini pertemuan pertama kami setelah memutuskan untuk membatalkan pernikahan.

Badan gue kaku dan tangan gue mulai dingin karena nggak expect kalau gue akan berada dalam situasi sulit kayak gini. Ya gue tahu pasti akan ada kendala untuk hubungan gue dan Chan cepat ataupun lambat, tapi gue nggak menyangka kalau ujiannya bakal yang kayak gini.

Gue pikir, keluarga Chan akan mempermasalahkan perbedaan usia kami, atau maminya Chan nggak suka gue karena merasa Joyce lebih muda, cantik, seksi, dan baik ketimbang gue. Atau mungkin gue berbuat onar di rumah Chan dengan nggak sengaja memecahkan piring atau menumpahkan air yang lagi dituang ke gelas saking gugupnya sesuai prediksi Mama setiap liat gue bertingkah ceroboh.

Tapi ini. Gue yakin bakal lebih sulit dari semua itu. Pasalnya, di sini bukan hanya ada Mas Dion, tapi juga ada bundanya. Yang waktu itu sempat mengutuk gue dengan kata-kata yang kurang mengenakkan, seperti, "Udah bagus anak saya mau sama kamu. Di umur kamu yang udah mau kepala tiga, dan kamu masih melajang. Kamu pikir gampang buat dapat laki-laki berkualitas seperti anak saya?"

Huh. Masih sakit ya bund kalau diingat lagi.

Apalagi sekarang orangnya udah ada di depan mata gue. Semua kenangan dan kata-kata buruk yang pernah terlontar mendadak memenuhi pikiran gue. Membuat gue pusing seketika.

"Halo, Wanda," sapa bundanya Mas Dion sinis, "Lama ya nggak ketemu. Makin hebat ya kamu godain laki-laki. Buktinya setelah sama anak saya, kamu berhasil godain berondong seperti Chan. Servis kamu hebat banget ya kayaknya sampai pada luluh sama kamu."

Sontak gue menunduk, menahan tangis yang hampir meledak. Gue pengen banget kabur, tapi badan gue seolah nggak bisa digerakkan. Persis seperti orang liat hantu tengah malam. Ya mungkin sensasinya mirip kayak gitu.

Perlahan gue mengendurkan genggaman tangan gue dan Chan. Merasakan itu, Chan malah makin erat menggenggam tangan gue, seolah memberikan kekuatan untuk gue. Kemudian, dia berdiri sambil berkata, "Tante jangan ngomong macam-macam—"

Belum selesai Chan bicara, maminya Chan langsung menjeda, "Hah? Maksudnya gimana ini?"

Bundanya Mas Dion terkekeh, bermaksud untuk menyindir gue. Sebentar lagi, gue yakin dia akan menjelekkan gue di depan maminya Chan. "Loh Jeng, Wanda ini yang waktu itu jadi calonnya Dion. Tapi dia tiba-tiba batalin pernikahan gitu aja, padahal persiapan hampir rampung semua. Dia pasti udah dapat mangsa baru, makanya Dion langsung dicampakin sama dia. Hati-hati aja kamu Jeng, nanti kalau dia udah bosan, Chandra paling juga ditinggalin kayak Dion."

Air mata gue udah nggak bisa dicegah lagi untuk keluar. Bersamaan dengan nafas gue yang mulai sesak dan pendek. Nyeri pun gue rasakan di dada gue. Badan gue juga mulai melemah sampai gue merasa kalau gue bisa aja pingsan kalau nggak lagi dalam posisi duduk sekarang.

Beruntung ada Chan yang dengan sigap memeluk sambil menepuk-nepuk bahu gue. Gue yang memang sudah lelah hanya bisa pasrah dan saat kepala gue dibawanya untuk bersandar di dada bidangnya. Kemudian gue mendengar Chan kembali membela gue, "Tante kalau nggak bisa ngomong yang baik-baik, mending diam aja atau lebih baik lagi kalau Tante pergi dari sini. Tante nggak tahu cerita sebenarnya gimana, kan?"

Bundanya Mas Dion kembali tertawa menyindir, "Kamu pasti udah kena peletnya dia kan, Chan? Dulu kamu sopan loh sama Tante, mana berani kamu ngomong kasar gini sama Tante," kemudian dia beralih ke maminya Chan, "Hati-hati, Jeng, bentar lagi anak kamu bakal berani ngelawan kamu loh."

Milky WayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang