PART 41

3.3K 681 16
                                    

PART 41

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

PART 41

Sudah hampir tiga minggu sejak Bintang terkurung di apartemen ini dan tak terasa waktu berlalu begitu cepat. Ada satu hal yang menjadi perhatian Bintang, yaitu tiga hari ini Baskara menjadi aneh dari biasanya. Cowok itu selalu terlihat marah setiap kali Bintang berada di dekatnya. Baskara bahkan menjauh dan menatap Bintang dengan tajam sambil mengusirnya.

Walau hari ini Baskara tak seberubah drastis seperti dua hari sebelumnya, tetapi tetap saja Bintang mengkhawatirkan hal yang mungkin saja terjadi seperti Baskara sedang memikirkan cara untuk mengusirnya atau lebih parah Baskara menggunakan benda-benda tajam di ruang rahasianya untuk memaksa Bintang menjawab bagaimana dia bisa ada di apartemen itu.

Masalah pertama, dia belum bisa mengingat cara dia memasuki apartemen itu dan memiliki sebuah dugaan bahwa Baskara sebenarnya telah mencuci otaknya dan memutarbalikkan fakta hanya untuk bersenang-senang.

Masalah kedua, dia masih ingin tinggal di sana, menikmati makan enak yang Baskara sediakan, menikmati hawa dingin AC, tidur di tempat tidur yang empuk, mandi di buth up sampai tubuhnya keriput, air hangat yang terasa menyegarkan saat mandi di malam hari.

Bukan berarti dia tak ingin kabur. Bintang hanya ingin menikmati kesempatan yang tak akan pernah terulang dua kali dalam hidupnya. Setelah kabur dari Baskara, dia akan kembali ke jalanan, mencari uang yang tak seberapa untuk mengisi perutnya, mandi sekali dalam beberapa hari, pakaian yang jarang diganti, buang air di WC umum yang bau atau terpaksa menyelinap ke sebuah pekarangan kosong jika tak tahan.

Bintang langsung berdiri di dekat pintu karena mendengar suara pintu yang akan dibuka. Dia berdiri, menyambut Baskara dengan senyuman hangat. Baskara menatapnya hanya sesaat, lalu berjalan melewati Bintang begitu saja tanpa mengatakan apa pun. Bintang mengekorinya dari belakang dan melihat tangan Baskara yang kosong. Tak ada hadiah yang dibawakan Baskara untuknya.

"Tumben Kakak pulangnya telat?" Bintang ikut masuk ke dalam kamar Baskara. Perkataanya itu hanya untuk basa-basi. "Biasanya pulangnya siang atau sore. Ini udah hampir malam."

"Ngapain lo masuk?" tanya Baskara setelah menyimpan tas ranselnya di atas meja. Dia menatap Bintang yang termenung. "Gue udah berulang kali bilang kalau gue bukan Kakak lo."

Bintang sedang memikirkan penyebab Baskara enggan dipanggil Kakak lagi padahal sebelumnya cowok itu tak pernah protes. Larangan itu bersamaan dengan sikap Baskara yang berubah drastis.

Baskara menyugar rambutnya, menariknya perlahan ke belakang. Setiap kali Bintang memanggilnya Kakak, dia akan teringat dengan mimpi kotor itu. Sudah beberapa hari terlewati, tetapi Baskara masih saja tidak nyaman.

Baskara melirik Bintang yang masih ada dalam kamarnya, lalu dia menuju kasurnya untuk istirahat. "Keluar. Ngapain lo masih di sini?"

Bintang berjalan dengan santai ke tempat tidur Baskara, lalu mengempaskan tubuhnya di samping cowok itu. Baskara sontak bangun dan menatap Bintang dengan tatapan tajam. "Jangan sentuh tempat tidur gue."

Bintang ikut bangun, lalu mengusap bagian yang dia tiduri untuk membersihkan dan merapikan bekas tidurnya. Dia menatap Baskara dengan tatapan serius hanya untuk melihat perubahan ekspresi cowok itu. Sebenarnya apa yang salah?

Baskara menunduk memegang dahinya yang tertutupi rambutnya. Dia menoleh pada Bintang dan ekspresinya mulai kembali seperti biasa, membuat senyum Bintang perlahan muncul.

"Hei, lo tahu kan apa jadinya kalau deket-deket sama cowok kayak gini?"

"Emang kenapa?" tanya Bintang dengan tatapan bingung. "Aku udah tahu Kakak itu orang jahat. Itu nggak perlu dipertanyakan lagi, kan?"

"Terus lo nggak takut ada di kamar yang sama dengan cowok?"

Bintang terdiam sesaat untuk mencerna kalimat Baskara. "Aku nggak ngerti maksud Kakak apa. Emang kenapa kalau aku ada...." Bintang mengatupkan bibir. Di pikirannya muncul pertanyaan, apakah Baskara sedang membicarakan benda-benda tajam di ruang rahasianya?

"Aku tahu Kakak orang jahat, tapi udah hampir tiga minggu ini aku yakin Kakak itu bukan pembunuh. Waktu itu Kakak cuma ngancem aku, kan?" Bintang berharap dalam hati bahwa dugaannya ini benar. "Jahatnya Kakak tuh suka ngancem, tapi untuk beberapa hal Kakak orang baik. Mana ada tahanan dikasih makan enak dan lainnya. Aku bisa bedain mana yang punya niat jahat dan enggak lewat kebiasaannya."

"Ayam juga dikasih makan, dikasih kandang yang nyaman, tapi akhirnya disembelih juga, kan?" tanya Baskara.

"Kakak ngasih perumpamaannya kok ayam, sih? Kenapa nggak kucing?"

"Justru karena gue manusia. Manusia tinggal pilih mau pakai cara melihara ayam atau kucing." Baskara memegang kepalanya dan menutup mata.

Apa Bintang tak tahu bersikap di depan lawan jenis? Di sini, hanya dia yang pikirannya ke mana-mana sementara Bintang bertindak seolah hormon estrogen tak ada dalam dirinya. Baskara menggeleng pelan. Perasaan tak nyamannya saat berada di dekat Bintang karena mimpi malam itu. Jadi, wajar jika hanya dia yang pikirannya teracuni oleh mimpi yang tak senonoh.

Sampai sekarang Baskara menyesalkan mimpi itu. Memang hanya mimpi dan tak bisa dia pilih, tetapi dia tak menyangka objek dalam mimpinya adalah Bintang sementara dia tak pernah melihat Bintang dengan nafsu apalagi membayangkan hal yang tidak-tidak bersamanya dengan sengaja.

Baskara turun dari tempat tidur dan duduk di kursinya. Dia tak mungkin menghindar dari Bintang terus-terusan. Kehadiran Bintang sampai detik ini membuat keseharian Baskara jadi lebih menyenangkan. Dia menatap Bintang yang masih di tempat tidurnya.

Baskara mulai bosan karena ada hal yang kurang. Bintang belum juga memberikan jawaban sedikit pun tentang bagaimana dia bisa muncul. Bintang juga tak pernah mengeluh atau berusaha untuk kabur lagi.

"Kalau gue perhatiin, kayaknya lo justru kesenangan ya tinggal di sini?"

Tepat sasaran. Wajah tercengang Bintang tak bisa dia tutupi hingga Baskara merasa pikirannya mulai kembali fokus pada tujuan utama, yaitu bermain teka-teki bersama Bintang.

Bintang ingin mengatakan sesuatu, tapi bingung ingin menjawab dan berkelit seperti apa lagi. Di tengah perenungan itu, muncul ingatan tentang rumah lamanya. Bintang tak mau ingat letaknya dan sudah tak menganggap sebagai tempat tinggalnya lagi. Ditatapnya Baskara, lalu dia menghela napas panjang.

Apa saatnya untuk serius merencanakan cara untuk kabur?

"Orangtua Kakak di mana? Apa anak yang udah gede udah bisa tinggal jauh dari orangtua dan dapat rumah?" Bintang terdiam sebentar. "Atau Kakak juga udah nggak—"

"Lo lagi mencoba untuk ngalihin pembahasan utama?" potong Baskara.

Bintang menggaruk pelipisnya sembari berpaling dari tatapan cowok itu.

"Cepat ingat satu hal aja," tuntut Baskara.

Bintang memolototi Baskara. "Tapi aku beneran nggak ingat sama sekali!"

"Hah, mau gimana lagi. Gue bosen." Baskara menyandarkan lehernya di atas sandaran kursi. Ditatapnya Bintang dari sana. "Besok. Siap-siap kita keluar, tapi jangan harap lo bisa punya kesempatan untuk kabur dari gue."

Bintang merasa senang akhirnya bisa menghirup udara luar, tetapi dia belum berencana untuk kabur dari Baskara besok. Bintang akan kabur di lain kesempatan, yaitu saat Baskara mengajaknya keluar untuk kedua kalinya. Bintang melirik Baskara.

Cowok itu melemparkan tatapan serius yang tak biasa. "Lo nggak akan pergi dari sini sebelum semua terjawab dari mulut lo sendiri."

***


thanks for reading!

love,

sirhayani

Matahari Dan BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang