PART 42

3.3K 664 19
                                    

PART 42

"Kenapa kamu milih tempat ini?" tanya Bintang sambil melirik sekitarnya.

"Lo ngakunya anak jalanan, kan? Mungkin lo bakalan ingat sesuatu di sini." Baskara menatap jalanan yang ramai. Tangannya begitu kaku karena menggenggam tangan Bintang sejak mereka turun dari motor yang parkir lumayan jauh dari lokasi mereka sekarang.

Baskara tak berniat untuk menggenggam tangan Bintang yang menyebabkan mereka terlihat seperti pasangan kekasih. Ini situasi mendesak karena Baskara tak mungkin memborgol masing-masing tangan mereka agar Bintang tak memanfaatkan situasi ini untuk kabur.

"Gimana? Masih mikir ini tahun 2010?" tanya Baskara sambil menatap Bintang yang sedang celingukan. "Daritadi lo ngelihat sekitar kayak orang yang baru keluar dari gua."

Bintang melihat sekitarnya dan mencoba untuk mengingat hal yang familier. Akan tetapi walau merasa pernah berada di sekitar area itu, Bintang merasa lebih banyak yang asing. Meski beberapa lokasi sama, tetapi ada beberapa hal yang berbeda. Dia akhirnya berhenti dan mendongak untuk menatap Baskara, yang ditatap langsung mengunci tatapan mereka sambil ikut menghentikan langkah.

"Aku nggak akan manggil kamu Kakak lagi." Genggaman tangan Bintang pada Baskara mengerat. "Kamu habis apain aku sampai aku nggak ingat apa pun? Kalau bener ini tahun 2017, artinya aku nggak ingat kejadian selama 7 tahun. Walaupun keseharian aku nggak lihat kalender dan aku terkadang nggak peduli tanggal dan bulan berapa, tapi aku selalu tahu tahun."

Bintang mencoba untuk mengintimidasi Baskara lewat tatapannya yang tajam, tetapi Baskara tentu tak takut sama sekali. Dia menahan tawa sampai menahan ekspresi tawanya, membuat genggamannya di tangan Bintang mengendur.

"Jangan kabur, ya. Kamu nggak boleh kabur sebelum aku tahu jawabannya," kata Bintang lagi sambil mengeratkan genggamannya.

"Hah, yang harusnya ngomong itu gue, kan?"

"Nggak. Di sini aku yang nggak tahu apa-apa dan tiba-tiba bangun di samping kamu." Bintang kembali berjalan dan mencari Baskara dengan paksa untuk ikut dengannya. "Aku mau mastiin yang lain."

Baskara melirik tangannya yang ditarik oleh Bintang, lalu cowok itu membuang muka. Ketika Bintang membawanya pada keramaian, Baskara sudah curiga bahwa Bintang akan melakukan sesuatu yang bisa membuatnya kabur. Namun, dugaannya tak sesuai karena Bintang tak melakukan apa pun selain melirik sekitar dengan wajah serius dan kening berkerut-kerut.

"Lo sering ya ke daerah ramai? Lo pencopet, kan?"

"Nggak, lah." Bintang menggeleng. "Aku mau lihat-lihat, doang. Ini... terlalu padat. Sepadat-padatnya waktu itu, ini jauh lebih padat."

Bintang berhenti sesaat karena sesuatu hal menarik perhatiannya. Dia melihat seorang cowok bertopi dan berjaket hitam sedang mengambil handphone dari dalam tas wanita paruh baya. Cowok itu melakukannya dengan mulus sehingga wanita paruh baya maupun orang di sampingnya tak menyadarinya, tetapi Bintang selalu peka dengan hal-hal seperti itu.

Dia melangkah mengikuti si pencuri. Langkahnya semakin cepat, kemudian dia berlari hingga Baskara ikut berlari kecil mengikuti Bintang meski bingung. Bintang tak berniat kabur. Genggaman tangannya pada Baskara justru mengerat sementara Baskara sengaja melepaskan genggamannya pada Bintang, tetapi tangan mereka masih menyatu.

"Tunggu!" Bintang menarik bahu pencuri itu. Pencuri itu semakin berlari kencang dan memperbaiki topinya yang nyaris jatuh.

Bintang mengejar dengan laju larinya yang cukup cepat meski saat ini memakai sandal platform milik Baskara yang kebesaran di kakinya. Genggamannya pada Baskara terlepas karena fokus pada lari marathon. Pencuri itu tak mau kalah hingga mereka kejar-kejaran.

Melihat Bintang berusaha mengejar cowok itu, Baskara ikut berlari hingga melewati Bintang dan berhasil menangkap cowok berjaket itu. Baskara menahannya sampai Bintang tiba di dekat mereka.

Pencuri itu tak mau menatap siapa pun. Hanya ketakutan di balik topi itu.

"Aku nggak tahu kenapa kamu nyuri HP orang, tapi aku denger HP itu benda penting. Balikin ke orangnya sekarang. Aku ingat kok muka ibu-ibu tadi. Kita masih bisa nyari."

"Apa, sih? Lo ikut campur?" Pencuri itu menunduk, berusaha keras menutup wajahnya. Dia meringis kesakitan karena tangannya yang nyaris dipatahkan oleh Baskara di belakang punggungnya.

Baskara menatap ekspresi Bintang sejak tadi. "Lo kenal dia?"

Bintang menggeleng dan Baskara menaikkan alis bingung.

"Balikin sekarang! Aku tahu dampaknya kalau aku teriak kamu maling. Orang-orang bakalan ngejar-ngejar kamu juga, kan?"

Cowok itu meringis dan berdecak kesal. Diangkatnya wajahnya untuk melihat wajah seseorang yang sok peduli, lalu dia tertegun. Cowok itu memang tak kenal dengan suara Bintang yang sudah bertahun-tahun lalu tak dia dengar lagi, tetapi wajah remajanya mirip dengan Bintang 5 tahun lalu.

Pencuri itu menunduk dan bingung karena Bintang tak terkejut dengan wajahnya.

"Gue Arsa."

"Ngapain lo ngenalin diri?" Baskara semakin menyakiti lengan cowok itu.

Arsa menatap Bintang. Bintang tak terkejut setelah mendengar namanya. Apa karena Bintang sudah lupa bahwa mereka pernah berteman?

"Lepasin aja," kata Bintang pada Baskara.

"Oke, oke. Bakalan gue balikin ke yang punya." Arsa mengangkat kedua tangannya setelah Baskara tak lagi menahannya. Cowok itu mengusap tengkuk, menghela napas sambil menatap Bintang, lalu tanpa melihat sekitar langsung berlari menyeberangi jalan dan hampir tertabrak mobil.

Suaran klakson berbagai kendaraan terdengar begitu nyaring. Bintang hanya bisa termangu melihat cowok itu yang sudah tak terlihat oleh pandangan matanya lagi.

Baskara melirik Bintang, lalu menggenggam tangannya. "Beneran lo nggak kenal dia?"

"Enggak. Kalau aku kenal atau tahu hal tentang dia, aku bakalan milih kabur bareng dia dan nanya apa yang terjadi sama aku, tapi aku nggak akan kabur dari kamu sebelum aku juga tahu jawaban yang kamu cari dari awal."

"Baguslah." Baskara menarik Bintang untuk pergi. "Ayo kita pulang."

"Aku masih mau menjelajah."

"Oke. Ikut."

***

Meskipun menuruti permintaan Bintang, tetapi Baskara merasa tak nyaman dengan pencuri bernama Arsa. Baskara selalu merasa ada Arsa yang mengamati mereka sejak tadi, tetapi setelah melihat sekeliling tak ada sosok yang membuat hatinya tak nyaman itu.

"Lo beneran nggak kenal sama dia, kan?" tanya Baskara pada Bintang yang sibuk menjelajah.

"Enggak. Aku bilang enggak, kok. Aku pusing ingat jalanan ini—"

"Oh, lo ternyata dari tadi lagi ngapalin jalan, ya?"

"Enggak! Aw. Maaf, Bu!" Bintang menunduk singkat pada seorang ibu yang menggendong anak kecil. Bintang melanjutkan langkahnya karena tak direspons oleh ibu tadi. Hanya anak di gendongan ibu itu yang tengah menatap Bintang sambil mengisap jempol.

"COPET!" Bintang refleks menoleh ke asal suara teriakan itu. Beberapa orang berlarian mengejar sumber masalah. Keramaian di sekitar area itu menjadi tak terkendali. Bintang terdorong oleh orang-orang sehingga tangannya terlepas dari genggaman Baskara.

Baskara menggeser tubuhnya dari beberapa orang yang sedang panik tanpa mengalihkan perhatiannya sedikit pun dari Bintang.

Ketika dia berhasil lolos dari orang-orang yang menghalangi jalan, Bintang sudah berada jauh. Dia dibawa kabur oleh cowok berjaket hitam yang tak lain pencuri handphone tadi.

Baskara mengejar dan pada akhirnya dia kehilangan jejak mereka berdua.

***


thanks for reading!

love,

sirhayani

Matahari Dan BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang