bab 10. Halo, Kamu siapa?

3.5K 245 8
                                    

     Bian mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang. Beberapa kali ia berusaha melihat Sarah melalui ekor matanya. Wanita cantik itu terlihat memegangi sabuk pengamannya dengan erat dan wajah yang berpaling menatap keluar jendela.

     "Mau makan dulu?" Tanya Bian memecah keheningan diantara mereka. Rasanya canggung karena ini pertama kalinya Bian mengemudikan mobil dengan di temani oleh Sarah.

     Saat keduanya masih menikah, Bian memang selalu bermimpi untuk bepergian berdua bersama istrinya.

     ‘Kalo nanti kita punya mobil, aku pengen tiap akhir pekan kita pergi keliling kota bersama.’

     Ucapan Sarah dikala itu masih mendengung di telinga Bian seakan baru terjadi kemarin. Bian tersenyum mengingatnya. Akhirnya kesampaian juga.
    
     "Aku harus buru-buru pulang," jawab Sarah memegang sabuk pengamannya dengan lebih erat.

     "Gak mau jalan-jalan?" Tanya Bian sontak membuat Sarah langsung menatap kaget ke arahnya.

     "Apa?"

     "Siapa tahu kamu mau pergi keliling kota dulu sebelum pulang."

     Sarah mendengus mendengar perkataan Bian. "Orang gila mana yang jalan-jalan keliling kota malam-malam begini?"

     "Ya... Orang seperti kita."

     "Nggak! Aku mau pulang," kata Sarah menolak dengan tegas. Sudah hampir tengah malam dan ia tak ingin berlama-lama dengan mantan suaminya.

     Bian menoleh ke arah Sarah sebentar lalu tersenyum senang menatap jalanan di depannya.
"Kamu tahu? Kamu orang pertama yang duduk di kursi itu."

     "Kamu tahu? Nenekku bilang untuk jangan percaya sama buaya."

     Bian langsung menatap Sarah dengan wajah keberatan. "Kamu pikir aku buaya?"

     Sarah tersenyum meremehkan. "Mustahil kalo bukan buaya dengan wajah kamu yang begitu. Buktinya udah jelas kan? Kita bisa sampe dititik ini itu semua karena siapa?"

     "Kamu masih aja. Aku gak pernah selingkuh dengan siapapun. Demi apapun aku gak pernah ada pikiran ke sana. Ngelirik cewek lain aja aku gak pernah apalagi sampe berpikir untuk menduakan kamu. Kamu gak pernah sedikitpun percaya jadi gimana lagi aku harus ngejelasin semuanya?" Tanya Bian mulai merasa gerah. Ia sampai harus melonggarkan dasi di lehernya yang mulai terasa seakan mencekiknya.

     Sarah menatap Bian tanpa ekspresi lalu menoleh mengalihkan pandangannya agar tak kembali larut dalam perasaannya yang terasa aneh. "Kamu gak perlu ngejelasin apapun. Toh kita udah berakhir. Gak ada lagi yang perlu di luruskan disini. Kita seharusnya fokus menjalani hidup masing-masing tanpa perlu ikut campur lagi satu sama lain."

     Bian menarik napas panjang lalu menggeleng. Tangannya bergerak memutar Setir mobil dan menghentikan mobilnya tepat ditepi jalan. Pergerakan Bian yang tiba-tiba sontak membuat Sarah sedikit berteriak dan juga beberapa pengendara di belakang yang membunyikan klakson kendaraan mereka dengan nada kesal.

     Mobil berhenti. Sarah menyibak beberapa helai rambut yang menutupi wajahnya lalu menatap Bian dengan marah. "Kamu mau bikin aku celaka?"

     "Aku mau ngelurusin semuanya. Bahwa aku, gak seperti yang kamu bayangkan. Aku gak pernah selingkuh. Dan aku cuma cinta sama kamu. Sampai kapanpun. Cuma sama kamu Sarah," kata Bian dengan wajah serius yang pria itu tampakan. Sarah tertegun. Dirinya terkesima dengan pengakuan Bian yang dinilai tiba-tiba.

     "Kenapa kamu..."

     "Karena kamu seakan terus melimpahkan semua kesalahan ini kepadaku. Aku gak terima. Seakan aku adalah tersangka padahal jelas-jelas aku juga korbannya."

Back to Me, Please?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang