8. Late? 늦은?

1.8K 195 20
                                    

Makasih buat kalian yang masih setia nunggu kelanjutan cerita ini.
Aku lagi sibuk kuliah, jadinya waktu buat nulis berkurang.
Btw, ini ga aku edit sebelum upload, so hopefully typonya ga terlalu mengganggu.
Buat yang baca DamDo vers. sabar yah, tunggu aku kelarin dulu yang ini baru aku lanjut yang DamDo, soalnya waktunya bener-bener terbatas.

Selamat membaca

Suara gemerincing gelas serta gelak sorak seluruh pegawai untuk pesta penyambutan Junghwan, maksudnya John So karena telah sampai dan resmi menjadi brand ambassador kantor tempat Doyoung bekerja.

Baiklah, seperti yang kalian tahu, perusahaan Doyoung meningkat pesat beberapa bulan terakhir. Jadi, perusahaan membuka cabang di tengah kota dan Doyoung satu-satunya pegawai lama yang disisakan di cabang lama, karena kepercayaan bosnya terhadap dirinya. Doyoung sendiri juga memang ingin tetap tinggal di cabang ini, karena dia tidak ingin pindah rumah, takut sewaktu-waktu jika Junghwan pulang dan dirinya tidak di rumahnya lagi. Dan karena itu, tidak seorang-pun mengenali Junghwan.

Kembali lagi ke masalah sekarang, Doyoung sangat kaget, adiknya bahkan sudah bisa minum alkohol sekarang. Itu wine dan sekarang masih sangat pagi seharusnya untuk minum, tapi ini untuk penyambutan, kata bos Doyoung. Jika bukan karena orang-orang yang ada di ruangan itu, Doyoung akan membanjiri Junghwan dengan sejuta pertanyaan.

.
.
.

Doyoung memegang bagian ujung balkon, sembari menghirup oksigen dengan sangat rakus. Dirinya sesak, sudah sejak pagi dia terus berada satu ruangan dengan Junghwan, tapi hal membuatnya sesak adalah, ada jarak antara dirinya dan Junghwan. Bukan! Bukan jarak tubuh, hanya saja sesuatu yang lebih kompleks dan tidak bisa dijelaskan. Ditambah lagi, matanya sedikit perih karena kilatan-kilatan cahaya kamera. Jadi disinilah dia sekarang, sendirian.

Doyoung terlalu sibuk dengan lamunannya sendiri, sampai tidak sadar Junghwan sudah berdiri di sampingnya, lengkap dengan sebatang rokok yang ia hisap. Doyoung tersadar karena asap rokok yang mengepul di udara itu.

Sejak kapan Junghwan merokok? Doyoung menatap Junghwan, diairinya ingin sekali marah dan merebut rokok itu. Tapi sekali lagi ada jarak yang membuat Doyoung tidak bisa berkutik.

Doyoung terjebak dalam pikirannya sendiri, hingga tidak sadar bahwa Junghwan sedang menyodorkan sebatang rorok padanya. Junghwan tersenyum lalu menarik kembali rokok itu, menghisap, lalu menyemburkan asapnya ke udara, kemudian tersenyum sambil menatap indahnya warna jingga di langit saat itu.

"Aku lupa, bahwa kau tidak merokok." Ucap Junghwan lalu berbalik, mempertemukan tatapan mereka, karena Doyoung langsung tersadar dari lamunannya karena perkataan Junghwan.

Junghwan menyeriangi sambil berkata, "lagipula, mana bisa pria cantik sepertimu merokok."

Doyoung naik pitam. Suara Junghwan tidak bernada apapun, tapi entah kenapa Doyoung merasa tersinggung. "Kata siapa aku tidak merokok!" Bentaknya lalu mengambil rokok Junghwan lalu menghisapnya.

Tolol!

Itu adalah keputusan terbodoh yang pernah Doyoung lakukan. Entah mantra apa yang digunakan Junghwan hingga bisa membuat Doyoung bertindak di luar kendali. Dirinya sedang terbatuk-batuk karena rokok yang ia hisap, dadanya juga terasa perih.

Junghwan tertawa sebentar, lalu merebut kembali rokok itu dan memadamkannya. "Lihat? Bahkan anak sekolah menengah merokok lebih baik darimu." Ucap Junghwan.

"Enak saja, aku ini-"

Junghwan memajukan badannya, menghimpit tubuh Doyoung di balkon yang hanya berukuran beberapa meter itu. Batuk Doyoung seketika hilang, bersamaan dengan napasnya yang juga ikut ia tahan tanpa sadar.

Junghwan mengusap wajah Doyoung, membuat tubuh Doyoung merinding seketika. Junghwan lalu memegang dagu Doyoung, mengarahkan pandangan Doyoung untuk menatapnya, kemudian jempolnya menyentuh bibir bagian bawah Doyoung.

"Bertingkah biasa saja Mr. Kim, aku mengenalmu bukan sehari dua hari, kau tidak perlu membuktikan apapun padaku, karena sejatinya aku tahu semua tentangmu." Bisik Junghwan.

Junghwan kemudian memundurkan badannya, lalu berbalik, ingin melangkah keluar. Tapi pada langkah kedua ia berhenti dan berbalik lagi. "Ngomong-ngomong, sepertinya kau tidak mengganti parfummu, baumu masih sama seperti kali terakhir. Aku menyukainya, itu cocok untukmu. Satu lagi, tarik lalu hembuskan, sepertinya kau lupa cara bernapas." Ucapnya diselingi tawa kecil lalu menghilang di balik pintu.

Sementara Doyoung langsung meraup oksigen sebanyak yang ia bisa. Junghwan benar, sepertinya dia lupa cara bernapas.

.
.
.

Doyoung terpaku di ujung pintu ruangan rias Junghwan. Doyoung seketika lupa bagaimana membaranya dirinya beberapa detik yang lalu saat hendak menghampiri Junghwan. Namun begitu melihat Junghwan, dirinya seketika lemas. Padahal Junghwan sedang tidak melakukan apapun, dia hanya duduk sembari di rias untuk keperluan foto.

Junghwan memperhatikan Doyoung melalui cerminnya. Dia lalu meminta Doyoung masuk dan meminta periasnya untuk meninggalkan mereka berdua. Setelah penata rias Junghwan keluar, Doyoung buru-buru menutup pintu, dia tidak ingin ada yang mendengar mereka berbicara, lalu menyebarkan berita yang tidak-tidak. Namun badang Doyoung justru mematung, menempel pada bagian pintu, dirinya sedang mengumpulkan energi dan keberanian untuk bicara.

Junghwan lagi-lagi tersenyum melihat tingkah manis Doyoung melalui cermin. Dia lalu membalik kursinya agar bisa menatap Doyoung secara langsung. Selang beberapa detik Junghwan berdiri dan menghimpit tubuh Doyoung. Tangannya lalu bergerak memegang leher Doyoung.

"Ada apa? Hanya ada kita di sini. Kau tidak perlu takut." Ucap Junghwan lembut.

Doyoung menatap Junghwan, entah kenapa dia tidak berani berbicara pada adiknya ini. "Ki-kita harus bicara." Ucap Doyoung terbata.

Junghwan tersenyum, dia langsung menggenggam tangan Doyoung lalu berjalan mundur dan kembali duduk, sementara Doyoung masih berdiri.

"Tidak perlu ragu! Aku bahkan akan membatalkan pemotretan ini jika perlu, kau hanya perlu memberitahuku apa yang ada di pikiranmu." Ucap Junghwan sambil mengelus tangan Doyoung.

"Aku benci mengatakan ini, tapi kau tidak perlu ragu, anggap saja aku adikmu." Ucap Junghwan terpaksa, karena masih merasakan keraguan Doyoung.

Mendengar hal itu, keraguan Doyoung seketika hilang, bersamaan dengan kewarasannya yang juga ikut menghilang. Persetan dengan apa kata dunia, karena Doyoung tidak ingin kehilangan Junghwan, lagi!

"Aku mencintaimu!" Ucap Doyoung tegas dan yakin.

"A-apa?" Mata Junghwan membulat.

Doyoung tidak mengulangi kata-katanya lagi. Tapi, langsung naik ke pangkuan Junghwan, lalu mengecup bibir Junghwan. Deja Vu, Junghwan langsung teringat kali terakhir Doyoung menyerangnya seperti ini. Junghwan lalu menjauhkan tubuh Doyoung.

Tubuh Doyoung langsung lemas. "Ka-kau sudah tidak mencintaiku?" Ucapnya dengan mata yang sudah mulai berair.

"Bukan begitu!" Bantah Junghwan secepat kilat. "Hanya saja-"

Ceklek

Pintu tiba-tiba terbuka, menampilkan sesosok perempuan cantik berambut pirang sebahu. Hanya dalam sekali pandang orang-orang akan tahu bahwa wanita itu adalah seoarang model.

"Honey?!" Seru Junghwan.

Wanita itu hanya diam, memandangi Doyoung dan Junghwan yang saling memangku di atas kursi. Sama halnya dengan Doyoung yang memandangi wanita itu dan Junghwan bergantian.

Honey?

Itukah alasan Junghwan menolak ciumannya?

My Beloved Brother || HwanBby/HwanYoung vers.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang