Special Chapter #5

1.1K 178 6
                                    

Kepala Aaric berdenyut nyeri. Aaric baru saja membuka matanya dan mendapati dirinya ada di kamar pribadinya. Aaric ingat tadi ibu-nya mengajaknya untuk keluar dari ruang keluarga. Sang ibu tidak mengajak Aaric ke dapur melainkan ke kamar pribadi Aaric. Sang ibu juga yang memintanya berbaring. Tepukan pelan di punggung tangannya dan senandung kecil dari sang ibu membuat Aaric perlahan terlelap.

"Apa tidurmu nyenyak, son?"

Aaric merubah posisi tidurnya menjadi menghadap ke arah sofa di sebelah jendela balkon. Tempat dimana Axeon sedang duduk sambil menatapnya.

"Daddy dari tadi disana?" Aaric berbalik bertanya dengan suara serak.

Axeon bangkit dari sofa dan menghampiri Aaric.

"Mau mencoba berdamai dengan masa lalu?" Tanya Axeon tanpa basa basi.

Kening Aaric berkerut. Tangan Axeon terulur untuk mengusap kerutan di kening Aaric dengan perlahan.

"Kedua adikmu sudah datang bukan? Papa dan mama-mu juga sudah meminta maaf. Bukan kah kamu harus menghargai usaha mereka? Mereka sudah datang kesini untuk meluruskan masalah. Bahkan mereka sering datang tapi, kita abaikan,"

Tangan Axeon berpindah ke puncak kepala Aaric. Dia mengusapnya dengan perlahan.

"Cobalah untuk berbincang dengan mereka. Daddy tahu kalau saat ini daddy terdengar seperti sedang memaksamu. Tapi, hal itu juga yang lebih baik untuk membuatmu lebih tenang,"

"Boleh lain waktu saja?" Tanya Aaric.

Axeon harus menahan bibirnya untuk tidak tersenyum. Aaric yang saat ini sedang memasang wajah memelas padanya, mengingatkan dia pada Aaric sewaktu usianya delapan tahun. Aaric masih seperti anak-anak saat ini.

"Menurutmu, apa jawaban yang akan daddy berikan?" Tanya Axeon.

"Tidak boleh,"

"Baguslah kalau kamu sudah tahu,"

Aaric merengek kecil. Dia enggan melakukan apa yang diminta oleh Axeon. Lagi pula, sepertinya kedua adiknya itu sedang bersenang-senang.

"Mau coba berbicara dengan Xafe dulu? Daddy dengar tadi siang Vincent keluar untuk jalan-jalan di mall. Tapi, Xafe masih ada di mansion,"

Aaric mengangguk. Dia bangkit dan membasuh wajahnya sebelum dia berjalan keluar dari kamar bersama dengan Axeon. Aaric berjalan ke kamar dimana Xaferius biasa tidur jika dia sedang menginap di mansion. Aaric menarik napasnya dalam-dalam sebelum menghembuskannya dengan perlahan dan tangannya mulai mengetuk pintu kayu di depannya.

"Siapa?"

"Aaric,"

Aaric mendengar suara gaduh sebelum pintu di depannya terbuka. Aaric bahkan melihat kening Xaferius sedikit merah.

"Are you okay?" Tanya Aaric.

"Hn,"

Aaric menahan senyumnya kala menyadari kalau Xaferius tidak berubah sama sekali. Masih tetap pendiam.

"Boleh aku masuk?" Tanya Aaric.

Xaferius mengangguk. Dia menggeser badannya dan membiarkan Aaric masuk ke dalam kamarnya.

"Xafe" / "Kak," Panggil Aaric dan Xaferius bersamaan.

"Kamu duluan," Ucap Aaric.

"Aku minta maaf,"

Aaric terkejut. Dia tidak pernah menyangka akan mendengar kalimat itu keluar dari mulut kedua adiknya.

"Aku rasa kakak mendengar apa yang Vincent katakan saat itu. Aku minta maaf karena, aku diam saja saat itu dan tidak membela kakak. Kalau boleh jujur, aku juga sedikit cemburu pada kadar sayang papa dan mama pada kakak,"

[DS #3] Save Me Hurt MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang