[6] Kalung Kupu-Kupu

33 7 2
                                    

"Progress kecil pun tetap harus diapresiasi."
- Kelvin Dirgantara

****

Ayana melihat ke sisi kanan dan kirinya, sisi kanannya ternyata Harlan dan matanya mendadak berbinar kepada seseorang di sisi kirinya. Namun, itu tak disadari oleh orang-orang di lapangan. Mungkin hanya satu orang yang menyadari betapa senangnya gadis itu ketika mendapati Raka sedang di dekatnya. Raka sendiri ialah ketua kelas Yana.

Tak berselang begitu lama, Harlan pun pergi begitu saja. Cowok tiang beku itu berjalan menyusuri koridor tanpa berkata apa pun. Sementara Rachel yang berada tak jauh dari hadapan mereka kini hendak mengikuti Harlan, dengan cepat Ayana mencegah Rachel.

"Maksudnya tadi apa ya, Chel?" tanya Ayana, sorot matanya ingin tahu lebih lanjut.

"Gue cuma mau ngetes kemampuan lo." sahutnya dengan nada enteng lalu pergi begitu saja untuk mengejar ketertinggalannya menghampiri Harlan.

"Emang dia guru? Atau pelatih basket pake ngetes-ngetes aku segala." gumam Ayana sebal lalu menghela napas dengan sangat dalam.

"Yana.." panggil Raka yang masih tak berpindah dari posisinya.

Ketika dipanggil, Ayana langsung berbalik.

"Kenapa Raka?"

"Pulang sekolah hari ini kita kan cepet, nah nanti jangan lupa ya kita ada latihan basket. Trus kabari anak-anak basket putri yang lain, ya." jelas Raka seraya tersenyum sambil mengatakannya, membuat jantung mungil Ayana berdegup kencang tak beraturan.

Ayana merasakan itu, mengagumi sesosok Raka yang penuh pesona.

Setelah Raka pergi menuju kelas, Rara yang sedari tadi melihat semuanya kini datang menghampiri Ayana.

"Makasih Naa buat tadi," kata Rara pelan namun masih bisa terdengar oleh Ayana.

"Sama-sama Raa. Btw, kamu masih disini rupanya, aku kira kamu udah ke kelas."

"Engga kok." Rara menggeleng.

****

Saat ini, koridor terlihat tak terlalu ramai dari biasanya. Disinilah Rachel mendapati Harlan yang sedari tadi ia cari sejak di lapangan basket. Ada hal yang ingin gadis itu tanyakan pada Harlan dan ia harus menanyakannya sekarang.

"Kak Harlan."

Merasa namanya dipanggil Harlan menoleh dengan tatapan dinginnya seolah tak berekspresi apa-apa.

"Kenapa?"

"Apa alasan lo membantu Ayana tadi, kak?"

"Hmm?"

"Lo ga kayak biasanya, biasanya lo bodoamat ama urusan orang lain, kak. Gue tau betul itu." jelas Rachel tak sabar untuk mendengar jawaban dari Harlan.

"Gaada alasan apapun." ujar Harlan kemudian berlalu begitu saja setelah mengatakan tiga kata itu.

"Pasti ada alasannya." batin Rachel. Gadis itu sekarang terfokus pada sosok Ayana. Padahal mereka sekelas sejak kelas 10 semester 1 hingga semester 2 sekarang, tapi baru kali ini Rachel penasaran dengan Ayana Launrencia. Sejak ia melihat Harlan dan Ayana tadi malam belanja di toko coklat, engga mungkin engga ada apa-apa.

Saat hendak pergi, ada yang mencegah Rachel. "Uppsss tunggu dulu girl, Tau Ayana dimana, ngga?" tanya Kayla, sahabat Ayana.

"Gatau!" jawab Rachel dengan ketus.

"Tapi tadi gue denger kata anak-anak yang lain, lo bareng Ayana tadi di lapangan." sahut Gibran, cowok itu tiba-tiba nongol.

"Yaa, kalian tinggal telpon tuh si Ayana aja kan. Kenapa payah banget? Dah sana minggir, waktu gue yang berharga habis gitu aja karena kaliaan." tukas Rachel seenteng-entengnya.

DIFFELO (ON GOING)Where stories live. Discover now