Bab 11

230 61 16
                                    


Di perjalanan menuju rumah sakit, Nana cerita semua. Tentang Michelle yang lagi bermasalah sama Yuta, mantan pacarnya.

Yuta yang nggak terima karena Michelle mutusin dia sepihak, tiba-tiba datang dan bersikap seolah mereka masih menjalin hubungan dengan baik.

Gue paham kenapa Michelle kekeuh mau putus dari Yuta. Ya jelas karena sikap dan sifatnya yang arogan dan terlalu kasar. Perempuan mana yang mau sama cowok toxic kayak dia?

Michelle dipaksa mabuk bahkan dipaksa menuruti semua kemauan Yuta. Karena ngerasa nggak bisa dapetin apa yang dia mau, dengan sadisnya Yuta melakukan kekerasan itu ke Michelle.

Keadaan Michelle semalam kacau banget, dan nggak memungkinkan untuk ngasih kabar ke orang tuanya. Michelle malu. Dia nggak mau masalahnya diketahui sama keluarganya.

Najaendra udah bujuk dia ke rumah sakit dari semalam karena kondisinya memang nggak baik-baik aja. Tapi Michelle yang masih shock dan ketakutan cuma pengen tinggal di apart.

Dengan enteng pula, Najend cerita ke Juno alasan kenapa dia mutusin nginep di apart Michelle. “Gue nggak tega Jun ninggalin Michelle. Lo tau ‘kan Yuta itu gimana. Lo lihat aja nanti gimana kondisi dia.”

“Gue lama nungguin Reyhan. Nemenin Michelle sampai dia balik. Gede juga nyali dia ngelawan Yuta,” lanjutnya.

“Terus Reyhan nggak balik?”

“Balik udah malem banget. Lupa gue, jam dua an.”

“Terus lo nggak pulang?”

“Nggak. Gue sama Reyhan nemenin Michelle sampai pagi. Tapi Rey balik duluan, disuruh antar nyokapnya ke bandara. Nggak lama, gue sama Michelle keluar dari apart, and ... .” Najaendra menjeda kalimatnya. Menatap sekilas ke arah gue.

Gue tau apa yang terjadi setelah itu.

Iya, gue mergokin mereka keluar apart kayak orang have something special, nggak cuma sekedar teman nolong temen. Segininya gue nggak gampang percaya sama orang.

Harus banget nginep ya? Itu yang bikin gue nggak habis pikir.

“Kara.” Gue kaget tiba-tiba tangan Nana ngusap pelan rambut gue.

“Jangan cemberut terus dong, Sayang,” ucapnya memohon. Lanjut jemari tangannya dengan lembut ngusap pipi kanan gue.

“Si anj!” Juno berdecak nyinyir melihat sikap Najaendra ke gue.

“Kara Zefanya, cantiknya Najaendra,” rayunya lagi karena gue masih bungkam, nggak mau nanggepin semua omongan dia.

“Aku nggak ngapa-ngapain, Yang. Serius. Jangan marah lagi dong. Najaendra-nya Kara nggak mungkin selingkuh. Semua orang tau, aku kan cowok setia.”

“Huek!!!” Juno mulai gumoh sama kebucinan sahabatnya.

Tapi Nana terlihat cuek dan nggak peduli sama satu manusia yang ada di belakang kita. Dari tadi  masih betah mainin pipi gue, rapihin rambut gue. Bahkan sengaja nyandarin telapak tangannya di belakang, sambil ngelusin kepala gue. Dan nyetir cuma pakai satu tangan.

“Omongan buaya nggak usah lo percaya, Kar!”

Gue cuma bisa menahan senyum. Gue nggak mau terlihat segampang itu dirayu sama Najaendra.

Tapi memang setelah dengar penjelasan Nana, gue mulai sedikit lega. Meskipun gue nggak tau dia bicara jujur atau bohong.

***

Gue digandeng masuk ke ruang rawat VIP. Di sana ada Bang Reyhan, Marko, sama seorang cewek yang gue belum kenal, duduk di dekat tempat tidur Michelle.

Michelle nampak tersenyum ke arah gue. Tapi nggak tau, gue nggak segampang itu luluh hanya karena dikasih senyuman.

NAJAENDRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang