"Aku mau ... kita putus."
Mela tidak menatap mata Khael saat mengatakan itu. Dia menunduk, menatap sepatu hitam mereka yang setidaknya berjarak setengah meter, bertanya-tanya dalam hati apakah Khael mendengarnya. Dia tidak berani melihat ekspresi Khael. Untuk beberapa detik, Khael sama sekali tidak mengatakan apa pun, membuat Mela resah dan tergoda untuk mengangkat kepalanya. Sayangnya, tidak ada sisa-sisa keberanian dalam hatinya. Keberanian itu telah luluh-lantak bersama dengan empat kata yang baru saja dia lontarkan.
".... Kenapa?"
Setelah sekian lama, Khael pun bertanya. Mela menelan ludah. Dia masih tidak berani menengadah. Namun, semakin dia menunda, kata-kata itu akan semakin mengganjal tenggorokannya. Akhirnya Mela memutuskan untuk mengucapkannya cepat-cepat, "Kita udah ngga cocok lagi."
Lagi-lagi, Khael mendengarkan dalam hening. Mela menggigit bibir. Sejujurnya, dia ingin mengatakan alasan yang sebenarnya, ingin mendengar Khael menentang apa yang dia katakan. Dia ingin Khael memegang tangannya, melarangnya pergi, mengatakan bahwa apa yang Mela katakan itu tidak benar, memeluk Mela erat-erat dan tidak pernah melepaskannya. Air mata mulai menggenang di pelupuk mata Mela.
"Kamu ngerasa gitu?"
Mela mengangguk dengan cepat, seolah-olah dia yakin. Padahal dia bisa mengangguk secepat itu karena dia sudah mempersiapkannya sejak awal. Dia sudah menduga apa saja yang akan Khael katakan. Mela melanjutkan, "Lagian, kita udah kelas dua belas. Sebentar lagi ujian. Mungkin kita ngga akan punya waktu pacaran ...."
Terdengar Khael menghela napas. ".... Oke. Oke, kalau kamu ngerasa begitu."
Akhirnya, Mela mendongak. Matanya bertemu dengan mata gelap Khael yang tampak hampa, tidak terbaca. Jawaban Khael tidak ada dalam daftar prediksi Mela. Kenapa Khael sama sekali tidak terdengar keberatan? Biasanya, Khael selalu banyak omong, selalu penasaran, dan tak jarang membuat Mela kewalahan. Kalau mereka bertengkar, alih-alih membiarkan Mela tenang terlebih dahulu, Khael tidak mau menyerah menyodorinya dengan ajakan perdamaian.
Oleh karena itu, Mela mengira Khael akan memberondongnya dengan pertanyaan. Lalu Mela akan berpura-pura lelah akan serangan pertanyaan Khael. Khael akan menyerah. Mungkin mereka tidak akan putus baik-baik.
Tetapi itu hanyalah prediksi Mela. Kenyataannya, Khael langsung setuju dan memaksakan seulas senyum. "Udah? Mau aku anter pulang?"
Mela menggeleng. Dia sudah menyuruh Hasya untuk menunggunya di gerbang sementara dia berbicara dengan Khael. Itu karena Mela mengira Khael akan langsung mencampakkannya.
Khael tidak memaksa Mela. Dia hanya mengangguk, memasukkan tangannya ke dalam saku, lalu berkata, "Oke, kalau begitu. Sampai jumpa besok."
Khael berbalik. Mela menatap punggungnya yang menjauh dan menghilang di gerbang. Mela sangat ingin berlari dan menarik tangan Khael, membatalkan segala yang dia katakan dan menerima ajakan Khael untuk diantar pulang.
Tapi Mela tidak melakukannya.
Dia membiarkan Khael menghilang, seperti kisah mereka yang pupus begitu saja.
Mulaidetik ini dan seterusnya, Khael hanyalah sebaris ucapan selamat tinggal yang tersekat di tenggorokan bagi Mela.
ESTÁS LEYENDO
Hello To My Goodbye
Novela Juvenil[ WRITORA : GET YOUR PROMPT ] Setelah Mela mengakhiri hubungan mereka dua tahun lalu, bagi Mela, Khael hanyalah sebaris ucapan selamat tinggal yang tersekat di tenggorokan. Selama dua tahun, Mela tidak pernah berusaha mencarinya maupun mengetahui ka...
