Bab 39

22.2K 882 7
                                    

Pria paruh baya yang terbaring di ranjang tersebut mengedipkan matanya begitu melihat Kawindra, mungkin perasaan senang setelah sekian lama ia kembali melihat putranya.

"Bagaimana?" tanya Kawindra.

Meski ia tahu sang Ayah tak akan bisa menjawab, sebab kondisi kritis yang dialami oleh sang Ayah begitu lama membuatnya perlu waktu untuk masa pemulihan.

Mata pria paruh baya itu kemudian beralih pada wanita hamil di belakang Kawindra.

"Dia istri saya," ujar Kawindra.

Aleesha tersenyum dan menyapa Ayah mertuanya. Ini kali pertama ia bertemu, sebab sebelumnya Kawindra tak pernah mau mengungkit perihal orang tua. Karena hal ini membuat Aleesha jadi merasa sungkan dan tak bertanya.

"Saya senang bertemu dengan Anda, Pak."

Kawindra mengangguk, ia mengusap air mata sang Ayah yang jatuh mengenakan tisu. Mungkin perasaan bahagia setelah berbulan-bulan tak kunjung melihat dunia luar, sehingga para dokter sempat menyerah.

"Ada cucu Papa juga di perutnya, saya tidak tahu dia laki-laki atau perempuan. Tapi semoga setelah dia lahir nanti, Papa bisa menyambutnya."

Ada perasaan ragu saat ia mengucapkan demikian, entahlah. Ia tak mungkin lagi pakai rencana lama, sebab kini semuanya telah berubah. Tapi ingin damai begitu saja ia juga tak akan bisa.

Lama mereka berbincang, atau mungkin lebih tepatnya Aleesha yang mengajak mertuanya untuk berbincang. Lalu setelahnya mereka kembali ke hotel setelah mendengar penjelasan dari dokter.

"Mas kenapa gak pernah bilang kondisi Papa?" tanya Aleesha.

Apa pria itu masih menganggapnya sebagai orang asing? Sehingga hal sepenting ini tak perlu ia ceritakan pada Aleesha.

Kawindra membuka bajunya, ia meninggalkan kaos putih serta celana pendek. Ia menoleh pada sang putri yang kini menuntut jawaban darinya. "Tidak semua hal harus saya cerita sama kamu."

Suami kurang ajar! Kalau saja bisa, Aleesha ingin sekali mendorong Kawindra dari lantai atas. Dengan mudahnya ia mengatakan demikian! Lantas, untuk apa pria itu memperistri dirinya?

Ah, ia lupa.

"Hm, iya juga. Aku hargai, mungkin Mas merasa aku kurang penting. Salah aku juga berharap banyak sejak awal," balas Aleesha.

Wanita itu menghela nafas panjang, lalu ia menghempaskan dirinya di ranjang empuk sembari bermain ponsel. Guna mengalihkan perhatiannya dari perasaan sedih yang tiba-tiba saja hinggap.

Kawindra hanya diam, pria itu kemudian ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.

"Bukan itu."

Aleesha mendongak, menatap sang suami yang muncul dari kamar mandi dengan sehelai handuk.

"Terus? Alasannya apa?" tanya Aleesha menuntut jawaban.

Terlalu banyak teka-teki mengenai pria itu, sehingga Aleesha merasa asing meski mereka telah menjadi sepasang suami istri. Ada banyak sekat antara mereka yang menjadikan Aleesha jauh dari suaminya.

Ini bukan pernikahan yang ia impikan. Semakin lama ia juga lelah dengan tingkah Kawindra.

"Kondisi Papa dalam bahaya dan saya tidak ingin kamu khawatir."

Alasan basi! Setidaknya pria itu mengatakan padanya dan mengizinkan ia bertemu dengan mertuanya. Tapi mengapa malah seolah menutupi?

"Hm."

"Kamu marah?" tanya Kawindra.

Siapa yang tak marah? Ia tak dianggap layaknya istri, apakah ada di dunia ini istri sepertinya? Hanya sebagai pajangan, saling menyimpan rahasia.

"Gak."

Merasa ada yang berbeda dengan sang istri, akhirnya Kawindra mendekat. Ia menyentuh pipi istrinya dengan lembut.

"Hey, lihat saya dulu. Kamu marah karena saya tidak pernah bercerita tentang Papa?"

"Lumayan, Mas gak pernah mau cerita tentang masa lalu dan kehidupan Mas sendiri. Kayak privasi banget, padahal kita suami istri. Harusnya Mas cerita aja, aku malah merasa gak berguna kalau gak tau apa-apa tentang suamiku sendiri," jelas Aleesha.

Wanita itu mengusap bulir bening yang jatuh di pipinya, ia kemudian menutup wajahnya dengan bantal. Lalu, ia kembali menyingkirkan bantal tersebut. Memandang sang suami lekat-lekat.

"Sebenarnya Mas itu sayang sama aku, gak? Biar semuanya jelas dan aku gak akan berusaha buat nebak lagi tentang perasaan Mas selama ini kayak mana. Aku capek, kalau nanti jawaban Mas gak sesuai dari yang aku harapkan. Biar aku gak terlalu banyak berharap," lanjut Aleesha.

Kawindra tak segera menjawab pertanyaan dari sang istri, ia kira selama ini semua tindakan yang ia lakukan untuk sang istri sudah cukup untuk membuktikan bahwa dirinya memiliki perasaan untuk Aleesha.

Pria itu tak pernah berkorban sejauh ini untuk seseorang, berusah melupakan rencana awalnya. Semua prinsip yang ia pegang dan masih banyak lagi, tak bisa ia jelaskan satu-satu.

Kawindra mengusap wajah sang istri dengan pelan. "Kamu tidak merasakannya?"

Aleesha mengendikkan bahu, sebenarnya ia merasakan segala perbedaan tingkah laku Kawindra dari awal mereka bertemu hingga sekarang. Hanya saja, setiap kali ia mencoba untuk yakin, selalu ada perasaan ragu.

Bisa saja tindakan Kawindra adalah palsu, pria itu takut kalau saja ia menyerah dan ia tak akan bisa lagi memperalat Aleesha sebagai pemuas nafsu.

"Aku bingung," jawab Aleesha.

"Kenapa harus bingung? Saya tidak akan segila itu saat kehilangan kamu," balas Kawindra.

Oh, Alan sempat bercerita pada Aleesha selama ia hilang dan dikabarkan sebagai korban pesawat. Saat itu ia merasa senang sekaligus terharu, tapi juga merasa takut.

"Jadi, Mas sebenarnya sayang sama aku?" tanya Alessha.

"Kenapa harus bertanya lagi?"

Aleesha hanya ingin memastikannya, barangkali ia bisa melihat dari mata Kawindra. Apakah kini pria itu berbohong atau benar?

"Kalau sama Dede bayi?"

"Hm."

"Kok cuma hm? Harusnya sayang juga, aku dan adik bayi itu satu paket. Lagian dia juga anaknya Mas, siapa yang rajin ngajak aku ngadon? Terus juga mageran buat pakai pengaman?"

Ya, benar juga. Pria itu rajin mengajak Alessha melakukan aktivitas seksual, tapi saat itu ia juga tidak menginginkan anak. Tapi, sekarang semua telah terjadi. Mau tak mau, pria itu juga harus menyayangi anak kandungnya, darah dagingnya.

"Kalau sekarang, mau?"

Aleesha menggeleng, ia sedang merasa kelelahan. Lagipula selama hamil sebenarnya ia tak terlalu berminat untuk melakukan aktivitas seksual, hanya saja memiliki suami seperti Kawindra membuat Aleesha sulit untuk menolak.

"Kamu harus cerita dulu, kenapa Papa bisa dalam kondisi seperti itu. Aku pengen tau, anggap aja ini juga salah satu upaya kita buat saling terbuka. Kalau sayang, seharusnya kamu gak perlu nutupin sesuatu yang penting dari aku."

Pilihan yang sulit, Kawindra juga bingung akan memulai dari mana. Haruskah ia bercerita tentang semuanya? Tak bisa, ia akan menyimpan hal ini rapat-rapat.

"Kalau gitu kamu istirahat saja," balas Kawindra.

Pria itu mengambil baju ganti, lalu kembali menuju kamar mandi.

Aleesha hanya mendesah pasrah, suaminya belum bisa benar-benar terbuka. Tapi setidaknya kini ia merasa yakin bahwa Kawindra memiliki perasaan untuknya, perasaan Aleesha tak bertepuk sebelah tangan.

Misinya kali ini adalah mengungkapkan apa yang terjadi di masa lalu, tentang keluarga Kawindra dan juga Ayah biologisnya.

"Semoga kamu gak lagi nutupin sesuatu dari aku," gumam Aleesha.



Maaf banget, ternyata udah lama banget gak update. Sehat selalu ya!!
Selamat membaca, maaf ada typo dsb 😉

GAIRAH SUAMI POSESIF ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang