Bian04.

2.1K 211 17
                                    





"Halo Ayah." 

Bian mendengar suara tenang ayahnya diseberang telepon.

Saat ini ia dan Saka tengah berdiri menunggu jemputan yang biasa menjemput Saka. Tidak seperti Bian yang siap diantar jemput oleh sang Ayah, kedua sahabatnya itu memiliki sopir pribadi yang siap sedia menjemput keduanya dimana saja dan kapan saja.

"Abi pulang sama Saka, mau mampir kerumah tante Giatri..

'.....'

"Iya Ayah.. nggak mungkin lupa."

'.....'

"Iya.. Bian sayang ayah.."

Tut..


"Udah??"  Bian melirik Saka sekilas  lalu kemudian kembali fokus pada layar ponselnya. Jari jari kurusnya bergerak cepat diatas layar yang terlihat gelap jika di pandang dari arah berlawanan.

Setelah berhasil mengirim pesan singkat untuk adiknya, Bian mengantongi kembali ponselnya dan tersenyum kearah sahabatnya.

"Udah nih.. mana sih pak Agus kok lama banget." Bian menolehkan kepalanya kearah kanan untuk melihat jalanan yang ramai.

"Sabar.. tadi katanya agak telat soalnya ngantri di pom dulu." Saka menarik lembut tangan milik Bian dan mengajaknya untuk duduk di kursi yang terletak didepan pos penjaga.

"Duduk dulu, nanti tumbang lagi kamu kepanasan." 

Bian sewot. Bibirnya ia biarkan maju dengan mata yang mendelik. Tidak terima di katai seperti itu.

"Becanda elah..." Saka mengusak rambut hitam milik Bian dengan gemas. Bian itu lebih tua empat bulan dan yang paling tua diantara mereka bertiga tapi kelakuan Bian itu lebih pantas disebut sebagai bungsu di persahabatan ketiganya. 

"Gak usah manyun gitu lah. jelek banget Bi."




°°°



"Bara.." 

Bocah lelaki yang sedang tertawa dengan riang itu berbalik guna mendapati sosok tegap Ayahnya yang kini tersenyum manis kearahnya.

Bara menatap ketiga temannya memberi isarat agar lebih dulu pergi, sementara dirinya hanya diam terpaku melihat Ayah yang kini berjalan kearahnya. 

"Mau kemana kok kearah sana." Bima mengambil alih tas gendong yang melekat dipunggung sempit  Bara. Ayah dua anak itu masih setia menunggu anak bungsunya membuka suara.

"Mau main ya? Atau ada tugas kelompok?"

Bara menghembuskan nafasnya secara perlahan, "ngapain sih? Kenapa Ayah kesini?"

"Ayah mau jemput anak bungsu Ayah emang salah ya?" Tanya Bima pada anak bungsunya.

"Salah! Jemput kak Abi kan bisa. Nggak usah itu segala jemput Bara. Lagian bara sehat, kaki Bara juga gak sakit.

Bara bisa jalan sendiri tanpa ayah jemput."

Ayahnya tersenyum dan mengangguk pelan, ia akui jika sifat Bara yang satu ini sudah jelas menurun dari istrinya yang memang sangat cerewet.

"Eitss... Mau kemana sih? Ayah mau ajak adek pergi malah main tinggal gitu aja."

"Lepas yah!" Bara mencoba melepaskan genggaman tangan Ayahnya yang lembut, naif jika Bara tidak suka karena kini hatinya tengah berbunga bunga. Sudah lama ia tidak di gandeng seperti ini, Tapi gengsilah dia.

SABIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang