2. Kebebasan

25.8K 2.9K 49
                                    

Halo, selamat datang! Buat yang belum tau, kenalin, aku Pichidichi. Aku selalu up biasanya tiap hari dan untuk cerita baru selalu up 3 bab pertama duluan. 

Aku minta maaf karena up 3 bab pertamanya delay. Kemarin sejujurnya, aku cuma bikin coretan tapi ternyata rame banget di Tiktok. Aku harap bisa rame terus ya.

Untuk teman-teman yang sudah mengikutiku dari jaman apapun (G00, O.O.O, Pita Kaset Juna, Misi Gelap Daksa atau dari manapun) selamat datang kembali!

Semoga kalian menikmati cerita ini.

Kalau boleh, aku sangat menerima Kritik & Saran karena ini pertama kalinya aku bikin tulisan kerajaan. Dan, kalau boleh, aku minta vote dan comment nya ya.

Terima kasih banyak semua.

===

Derap kuda yang saling susul menyusul terdengar bersahut-sahutan di hutan. Seorang lelaki muda tampak memacukan kudanya dengan cepat. Sesekali, ia menengok ke belakang dengan waspada. Lelaki itu sudah tak tahu berapa lama dan berapa jauh ia telah kabur dan dikejar oleh pria-pria berseragam yang terus menembakan panah.

Jantungnya berdegup tak karuan. Rambutnya berantakan. Kudanya mulai kelelahan sementara, panah terus ditembakan ke arah dirinya.

"Kumohon, kumohon!" Lelaki itu berdoa dalam hati.

Ia mulai keluar dari hutan dan berjalan di tebing. Senyum sedikit mengembang walaupun wajahnya tampak panik. Melihat tebing itu, lelaki tersebut tahu, ia sudah di jalan yang benar.

Beberapa ratus meter di depannya, tampak sebuah palang penanda pembatas antara Edessa--negaranya sekarang--dan Methia. Tujuan lelaki itu sederhana, ia harus melewati palang itu, keluar dari Edessa dan berjalan hingga satu kilometer atau setidaknya sampai panah tidak dapat ditembakan lagi ke arahnya.

Kudanya terus berpacu di sebelah lereng tebing curam. Di belakangnya, ia mulai merasakan kehadiran kuda-kuda lain yang berpacu semakin dekat.

Gawat! Ia membatin.

"Ayo, Rascal, lebih cepat," bisik lelaki itu pada si kuda.

Buk! Sialnya, tepat beberapa puluh meter lagi sebelum palang tersebut, sebuah anak panah tiba-tiba menyentuh bokong kuda hitam yang dikendarai lelaki tersebut. Berlanjur dengan ringkikan yang terdengar kencang.

"Rascal, Rascal!"

Lelaki itu berpegang erat di pegangannya namun, si kuda yang kesakitan tiba-tiba berguling ke samping dan terjung ke lereng-lereng tebing.

Lelaki itu berteriak sebelum tubuhnya menyentuh lereng berbatu. Kepalanya terbentur. Tubuhnya berguling ke bawah dengan cepat. Ia merasa seluruh anggota badannya mati rasa. Matanya berkunang-kunang sebelum gelap menghadang dan kesadaran hilang sepenuhnya.

Ia pikir, ia sudah mati dan telah di surga ketika berkas cahaya menembus kelopak matanya. Aroma makanan tercium wangi dari hidungnya. Mata itu terbuka pelan untuk menemukan langit-langit rumah yang terbuat dari kayu.

Ia terkesiap. Segalanya tampak asing. Tubuhnya terbaring di sebuah kasur empuk bersprei putih dalam kamar kecil yang berdinding dan berlantai kayu. Matanya menjelajah. Aku di mana? Mengapa aku di sini? Lelaki itu bingung. Apa aku berada di surga?

Tetapi, sepertinya, ia bukan di surga. Pasalnya, saat ini, tiba-tiba, ia merasakan sakit yang luar biasa di sekujur tubuhnya. Kemejanya sudah tanggal entah ke mana. Satu tangannya terbebat perban dari bahu. Kepalanya juga pusing luar biasa dan ia merasakan ada perban lain di sana.

LUCIUSERATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang