bab 45. gara-gara obat perangsang

3.4K 216 21
                                    

     4 tahun yang lalu

     Semua pekerja konstruksi tengah makan siang dan begitupun dengan Bian. Melahap nasi bungkusnya dengan di temani suasana riang di sekitar, alis Bian langsung tertaut saat melihat panggilan yang masuk kedalam ponselnya.

     Nomor tak di kenal.
.

     Beberapa saat kemudian.

     Bian yang telah mengganti pakaian kerjanya berlari memasuki rumah sakit dengan di tatap heran oleh beberapa pasang mata.

     "Pasien atas nama Sarah Salvina," ujar Bian menanyakan keberadaan istrinya pada petugas di meja informasi yang ada di rumah sakit.

     Setelah mengerti dengan arahan petugas, Bian mengangguk seraya mengucapkan terima kasihnya lalu berjalan dengan tergesa menuju ruangan dimana istrinya berada.

     Memasuki ruang rawat umum yang beberapa tempat di isi oleh orang yang berbaring sakit, langkah kakinya perlahan melambat dengan tatapan mata bergetar hebat.

     Tepat di sudut ruangan, Sarah telah terbaring dengan mata yang masih terpejam erat. Dengan di temani oleh Melodi dan juga Jihan, kedua perempuan beda generasi itu segera menoleh saat menyadari kehadiran Bian di sana.

     "Kak..." Panggil Melodi dengan suara pelan mengingat beberapa orang disekitarnya kebanyakan orang sakit.

     Tanpa melepaskan pandangannya dari Sarah, Bian menghampiri Melodi dan Jihan untuk menanyakan keadaan sang istri. "Sarah kenapa?"

     Jihan menghembuskan napas sambil memasang wajah penuh sesal. "Sarah keguguran."

     "Ke... Guguran?" Ulang Bian merasa seakan dunianya runtuh. Berjalan perlahan mendekati Sarah, pria itu lalu mengusap tangan wanita di depannya yang terpasang selang infus. Terlihat rapuh tak berdaya. Membuat air matanya yang tak bisa lagi di bendung akhirnya turun membasahi pipi. Istrinya yang malang.

oOo


   Masa kini

     Bian berlari memasuki Lobby hotel dan langsung mengarahkan pandangannya pada meja resepsionis. Menghampiri dua pegawai wanita muda yang seakan terpana melihat ketampanannya, tanpa basa-basi Bian langsung menunjukkan layar ponselnya yang terdapat foto Sarah di sana.

     "Orang inihh..." Bian menjeda ucapannya seraya mencoba mengatur napas. Seperti baru mengikuti lari maraton, ia benar-benar kehabisan napas setelah berlari dari parkiran menuju tempatnya berdiri sekarang.

     "Dia di sini, kan? Beberapa waktu yang lalu orang ini datang ke sini. Iya, kan?" Tanya Bian melanjutkan ucapannya setelah dirasa dadanya tak lagi merasa sesak.

     Bingung, kedua wanita muda berpakaian rapi tersebut saling berpandangan satu sama lain, merasa bingung dengan kedatangan Bian yang tanpa diduga langsung bertanya seakan tengah mencari orang yang hilang.

     "Kami tidak tahu," jawab salah satu wanita tersebut seraya menggeleng cepat. Membuat Bian menghembuskan napasnya dengan kasar. Kedua orang itu benar-benar mengulur waktunya.

     "Kalo gitu saya mau lihat rekaman CCTV. Lift, koridor atau apapun itu. Bisa, kan?" Tanya Bian seakan tak kehabisan akal.

     "Maaf pak. Tapi tidak bisa," sahut wanita satunya lagi yang sedari tadi hanya diam menatapnya.

     "Kenapa gak bisa?" Bian mulai meradang. Memikirkan bagaimana keadaan Sarah saat ini benar-benar membuatnya hilang akal. Sarah dalam bahaya, tapi kenapa dua orang perempuan itu seakan tak peduli akan kekhawatirannya.

Back to Me, Please?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang