Perfectly Hot - 28

689 12 2
                                    

Gue kembali memasuki kamar JJ dan mengunci pintunya. Gue membuka hoddie JJ karena kamar JJ sangat panas karena sampai sekarang ia belum membetulkan AC-nya. Hanya ada kipas angin berdiri di dekat meja belajarnya. Gue menatap sekitar, ini pertama kali gue benar-benar memperhatikan kamar JJ.

 Gue menatap sekitar, ini pertama kali gue benar-benar memperhatikan kamar JJ

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Menurut gue kamar JJ sangat bersih untuk ukuran laki-laki. Well, meski tidak begitu banyak aksesoris di kamarnya. Menurut gue kamar ini terlalu basic. Tapi gue suka. Gue mengambil bra gue dan memakainya. Lalu merebahkan diri di kasur JJ. Gue menyalakan televisi dan menonton film di Netflix. Gue menikmati kesendirian di kamar JJ.

Gue gak tau dari kapan gue tertidur yang jelas gue sekarang terbangun mendengar suara ketukan pintu. Gue meraih hoddie JJ dan berjalan menuju pintu untuk membukanya.

Ternyata JJ. Ia langsung memasuki kamar mengabaikan gue. Gue menutup pintu dan menyusulnya. Ia melepaskan bajunya dan membuangnya di keranjang baju kotor dan memasuki kamar mandi. Gue mengikutinya. Gue juga membuka hoddie JJ dan meninggalkan bra dan boxer milik JJ.

Gue membuka pintu kamar mandi dan gue melihat JJ berdiri di depan kloset.

"Lo gak papa?"

"Ha?"

"Lo gak papa?"

"Yang harusnya lo tanya tuh Alvaro!"

"Kenapa harus?"

"Ya karena yang di serang tuh Alvaro, bukan gue."

Ia membalikkan badannya dan gue melihat perutnya memar. Wajahnya memang masih mulus tapi semakin gue teliti meliha, tangannya juga berdarah. Meski sedikit.

"Gue lihat tangan lo!"

Ia mendekat dan mendudukkan gue di wastafel sambil memberikan tangannya kepada gue. Hanya luka kecil sebenarnya, JJ juga tidak mengambil pusing luka itu. Karena terlihat dari wajahnya yang biasa saja.

"Gak sakit?"

"Halah gini doang, lo cium juga sembuh."

Gue menampar pelan pipinya. Lalu gue mencium tangannya itu, tapi sebelah tangan gue menekan perutnya yang memar. Ia meringis dan langsung menepis tangan gue.

"Hilih gini diing, li ciim jigi simbih!"

Gue menirukan gaya bicaranya. Ia tertawa dan mencium gue. Ia menarik tengkuk gue dan mencium gue semakin dalam. Kaki gue melingkari pinggangnya. Ia menggendong gue kembali ke kamarnya.

"Gue kira lo mau mandi."

"Masih males. Abis ini juga keringetan lagi. Lo gak lupa kan?"

"Apaan?"

"Halah gak usah sok lupa! Gak pantes."

"Apaan anjir?"

"Make me done? I'm ready now."

Perfectly HotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang