CHAPTER 3

75 37 2
                                    

Selamat Membaca

Di sebuah gubuk yang tidak jauh dari sungai. Terlihat seorang perempuan sedang menjemur pakaian di samping gubuk tersebut. Sedangkan di sisi lainnya, seorang pemuda sedang berjalan dengan langkah tergesa-gesa menuju rumahnya, dengan membawa sesuatu di pelukannya yang ia bawa dengan hati-hati. Senyum lembut pemuda itu ulas di sepanjang jalan. Binar kagum tak henti-hentinya pemuda itu pancarkan di matanya.

Pemuda itu memandang ke depan. Gubuk kecil yang sederhana terlihat di pandangannya. Saat ia melihat siluet seseorang itu, langkahnya semakin di percepatan dan.

"Raeni! Raeni! Istri, lihat apa yang aku temukan!" teriaknya. Pemuda itu begitu terlihat dari sangat bahagia dan antusias saat memanggil-manggil nama istrinya.

Raeni, yang sedang menjemur pakaian seketika menoleh, saat mendengar teriakan dari suaminya. Raeni pun segera menaruh cuciannya dan bergegas menyusul sang suami. Rasa khawatir dan cemas menguasai hatinya.

"Raden, ada apa?" tanya Raeni dengan nada khawatir.

Raden yang melihat kekhawatiran dari istrinya tersenyum tampan yang membuat Raeni kebingungan.

"Raeni, aku tidak apa-apa. Terima kasih telah berinteraksi begitu khawatir kepada ku," ujar Raden dengan penuh kasih.

Raeni menganggukkan kepalanya. "Iya sama-sama, Raden. Lalu, kenapa aku kamu berteriak tadi?" tanyanya.

"Aku berteriak karena aku membawa sesuatu yang ingin aku tunjukan pada mu," sahut Raden dengan nada dibuat misterius.

Raeni berkedip. "Memangnya apa yang mau kau tunjukan, Raden?" tanya Raeni dengan bingung.

"Aku menemukan bayi, Raeni!" jawab Raden dengan senyum di wajahnya. Namun, tidak dengan Raeni yang terlihat sangat terkejut dengan mata membulat sempurna.

"A-pa? B-bayi?!!"

Raden menganggukkan kepalanya. Kemudian, ia membuka penutup kain di pelukannya untuk memperlihatkan bayi perempuan di pelukannya kepada Raeni. "Iya, lihat, dia sangat cantik bukan?" tanyanya dengan bibir tersenyum lembut.

Raeni seketika terpesona melihat bayi perempuan itu. Ia menganggukkan kepalanya menyetujui ucapan suaminya. Lalu, ia pun berkata, "Ya Raden, dia terlihat sangat cantik." Manik matanya berbinar cerah, namun meredup dan memandang ke arah Raden. "Tapi, bagaimana kau menemukannya, Raden?" lanjutnya bertanya dengan raut penasaran.

"Aku menemukannya saat sedang menangkap ikan di sungai," jawab Raden dengan jujur, yang membuat Raeni membelalakkan matanya tak percaya.

"Apakah dia di buang oleh orang tuanya?" tanya Raeni kembali.

"Aku juga tidak tahu."

Raeni mengelus pipi sang bayi dengan lembut dan penuh kehati-hatian. Kemudian, ia menatap ke arah Raden dan bertanya, "Raden, bolehkah kita merawatnya?" Manik mata itu memandang penuh binar harapan kepada Raden.

Raden yang di tanyanya pun tersenyum teduh. "Jika kau ingin merawatnya, mari kita rawat bersama-sama bayi ini, Raeni," jawab Raden. Hal tersebut seketika langsung membuat Raeni sangat senang.

"Terima kasih kasih, Raden!"

"Sama-sama, Raeni."

Dengan ragu, Raeni pun bertanya kepada suaminya, "Apa boleh aku mencoba menggendongnya, Raden?"

Raden tersenyum. "Tentu saja, kamu sekarang menjadi ibu nya," jawabnya seraya menyerahkan bayi perempuan tersebut pada gendongan istrinya.

Perasaan hangat dan penuh kebahagiaan melingkupi hati Raeni. Bibirnya menyunggingkan senyum manis dan cerah. "Wah, ternyata seperti ini ya rasanya menggendong bayi," ujarnya sambil tertawa kecil.

Raden merasa lega dan bahagia. Kemudian, ia mengelus rambut lembut istrinya. "Berhati-hatilah lah. Aku akan menaruh ikan-ikan ini terlebih dahulu ke dalam rumah," ucapnya kepada Raeni sebelum beranjak pergi dari sana.

"Baik, Raden."

Raden berjalan menuju ke dalam rumah sambil membawa ikan-ikan hasil tangkapannya menuju arah dapur. Setelah menaruh ikan-ikan hasil tangkapannya ke dalam kendi besar yang terbuat dari tanah liat, Raden pun beranjak pergi dari sana menuju luar rumah. Ia berdiri diam di depan pintu sambil memandang ke arah Istrinya.

"Ya ampun kau lucu sekali, sayang."

"Pipi kau gembul sekali dan lembut. Ini seperti roti kukus yang pernah Raden berikan kepadaku."

Raden tersenyum lembut dengan tatapan penuh kasih menatap istrinya yang tengah asyik mengobrol dan menggoda bayi di pelukannya. Raden menoleh, kemudian berjalan menuju sampai rumah yang di mana tempat Raeni menjemur pakaian tadi. Melihat masih ada pakaian yang belum di jemur, ia pun segera mengambil dan menjemur nya.

Setelah ia menjemur semua pakaian itu, Raden pun berjalan menuju tempat Raeni bersama bayi perempuan itu berteduh di bawah naungan pohon.

"Raeni, dia tertidur?" tanya Raden dengan suara pelan.

Raeni mendongak, lalu mengangguk. "Iya Raden, dia sedang tidur. Lihatlah, dia sangat menggemaskan, ya," ujarnya sambil memperlihatkan bayi perempuan yang menutup matanya dengan tenang. Bulu mata yang lentik itu bahkan bergetar kecil saat terkena embusan angin.

"Benar Raeni dia sangat menggemaskan," balas Raden menyetujuinya. Lalu, ia pun mengelus rambut Raeni dengan lembut membuat Raeni menutup matanya. "Raeni, lebih baik kamu tidurkan ia di dalam kamar. Kau juga istirahat sana, aku ingin pergi menebang pohon dulu," lanjutnya.

"Baiklah Raden. Kau hati-hati ya!" Raeni berkata sambil mendongakkan kepalanya ke atas untuk dapat menatap wajah tampan suaminya.

"Pasti."

Bulan purnama bersinar dengan terang. Taburan bintang yang bersinar dengan cantik di langit. Sebuah cahaya dari lampu minyak dengan redup muncul samar-samar dari kejauhan. Kesunyian yang terjadi di sekitar tidak meruntuhkan kebahagiaan dari pasangan suami-istri ini, Raeni dan Raden yang saat ini tengah asyik bermain dan menggoda bayi perempuan yang ditemukan oleh Raden.

Jari telunjuk Raeni di pegang erat oleh tangan mungil itu, membuatnya merasa gemas sendiri dan melayangkan cium bertubi-tubi pada pipi gembul bayi perempuan itu. Tawa kekanak-kanakan dengan senandung bahagia muncul dari bayi perempuan tersebut, membuat Raeni dan Raden merasa manis di hati mereka masing-masing.

Raeni menatap suaminya. "Raden, kita belum memberikannya nama. Apakah kamu memiliki saran?" tanyanya.

Raden dengan jujur menggelengkan kepalanya. "Aku belum memikirkannya, Raeni," jawab Raden. "Bagaimana kalau kamu yang memberikannya nama?" sambungnya sambil tersenyum.

Wajah Raeni memerah, ia pun menganggukkan kepalanya. "Kalau begitu, bagaimana jika namanya adalah... Rembulan?" ujarnya, lalu ia menoleh ke arah jendela yang terbuka, "Bukankah sangat indah seperti bulan purnama itu?" sambungnya sambil memandangi indah cahaya bulan.

Raden memandang istrinya yang tampak sangat cantik dengan cahaya bulan yang menyinari sosoknya tanpa berkedip. Entah kenapa tiba-tiba hatinya sedikit gusar tanpa sebab. Kemudian, ia pun tersadar dan menganggukkan kepalanya menyetujui ucapan istrinya.

"Nama yang bagus, Raeni," balasnya. Kemudian, ia pun menundukkan kepalanya menatap bayi perempuan yang juga tengah menatapnya dengan tatapan penasaran. "Rembulan, apakah kamu menyukai nama itu?" sambungnya yang disambut oleh tawa kekanak-kanakan dari bayi perempuan tersebut.

Bersambung....

Instagram sheisnonasastra

[10] THE MAGIC OF A BOOKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang