END

81 36 2
                                    

Selamat Membaca

Segerombolan ikan emas kecil terlihat berenang dengan riang di dalam sebuah kolam. Dari pantulan air kolam, terdapat bayangan seorang gadis kecil yang sedang memperhatikan air kolam dengan wajah kecilnya yang berekspresi serius. Terlihat lucu. Tangan kecilnya perlahan menyentuh permukaan air kolam, agar tidak membuat ikan-ikan yang berada di kolam berhamburan pergi. Namun sayang, ikan yang berada di kolam terlalu peka dan berhamburan pergi, membuat wajah gadis kecil itu cemberut, menggemaskan.

"Bulan, ayo kita pulang, nak!" seru seseorang memanggil nama anaknya.

Gadis kecil itu seketika menoleh dan menjawab, "Iya ayah!!"

Gadis kecil itu bernama Rembulan. Gadis kecil yang baru berusia tujuh tahun, dengan paras cantik, lucu, dan imut bagaikan seorang dewi. Rambut hitamnya diikat dua membentuk sebuah gumpalan. Sepasang matanya bulat dengan iris matanya berwarna coklat muda. Hidungnya kecil mungil dan bibir ranumnya berwarna peach.

Rembulan segera berdiri dan bergegas menyusul sang ayah. Selama perjalanan pulang, gadis kecil itu tak henti-hentinya berceloteh dengan riang, menceritakan apa saja yang ia lakukan tadi di hutan. Raden yang mendengarkan berbagai celotehan putrinya mengulas senyum, sesekali menimpali cerita putrinya.

Matahari perlahan menghilang, menyisakan sedikit cahayanya untuk menyinari sepasang ayah-anak itu. Tak lama kemudian, mereka berdua telah sampai di sebuah gubuk. Raden pun segera menyuruh putrinya untuk segera mandi, sedangkan ia memasak untuk makan malam.

Malam pun datang. Langit terlihat cerah dengan ratusan bintang yang berkelap-kelip. Bulan pun bersinar terang, karena sedang fase bulan purnama. Daun di pohon-pohon sekitar gubuk pun melambai-lambai tertiup angin. Asap dari api unggun pun mengepul ke segala arah, menyebarkan aroma ikan bakar yang harum.

Di sampingnya, terlihat Rembulan yang sedang menyaksikan ikan yang di bakar di atas api dengan pandangan serius. Raden yang melihat putri kecilnya tengah menunggu ikan bakar dengan wajah serius terkekeh kecil.

Lucu sekali pikirnya.

Rembulan menoleh menatap ke arah ayahnya dan bertanya, "Ayah, apakah ikan ini sudah matang?"

"Hm, mana coba Ayah lihat," jawab Raden berjalan menuju Rembulan. "Baiklah ini sudah matang. Terima kasih ya, sudah bantu ayah menjaga ikan ini agar tidak hangus," lanjutnya, yang membuat Rembulan bertepuk tangan dengan bahagia.

"Um, iya ayah sama-sama."

"Ayo kita makan, Bulan cuci tangan dulu ya," ucap Raden kepada putrinya yang langsung di laksanakan oleh Rembulan.

Rembulan menggigit kecil daging ikan di tangannya. "Nyam ... nyam ... nyam, enak! Masakan ayah paling enak!!" serunya memuji masakan Raden.

Raden tertawa dan membalas, "Terima kasih putri kecilnya, ayah."

"Sama-sama ayah."

"Dihabiskan ya."

"Ugh, kenyang sekali," ucap Rembulan, sambil mengelus perutnya yang membuncit akibat kekenyangan.

"Bagaimana tidak kenyang, perutnya saja sampai buncit begitu, hm," timpal Raden yang dibalas dengan cengiran khas putrinya.

Hoamm ....

Raden yang melihat putrinya menguap pun segera menyuruh putrinya mendekat, dan menepuk pahanya dan berkata, "Putri kecil ayah mengantuk? Sini."

"Um, ayah coba ceritakan sesuatu. Bulan ingin mendengarkan cerita," pinta Rembulan kepada Raden. Gadis kecil itu sudah merebahkan kepalanya di paha sang ayah.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 04 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

[10] THE MAGIC OF A BOOKWhere stories live. Discover now