🌧️Part 4 Mati gue!

4 5 0
                                    







Di sebuah cafe kopi, Dera sedang duduk termenung menatap jendela yang terhantam dengan rintik hujan. Di luar sana ada banyak orang yang berlari menuju tempat teduh, sebagian berjalan santai di bawah perlindungan payung. Namun, Dera melihat satu dua orang yang membiarkan dirinya di serang basah oleh hujan. Sepertinya orang itu menikmati hujan dan mencintai rintik hujan itu sendiri.

Dera tersenyum tipis, andai saja hujan itu memberikan cerita baru yang penuh kejutan. Pasti dengan sigap ia akan menyambut dengan hati yang baru. Namun, sejatinya hujan selalu mengingatkan cerita lama yang tak mampu ia sembunyikan di balik wajahnya. Gadis itu memejamkan matanya sejenak, membiarkan gelombang pikirannya memutar sejuta kenangan masa lalu.

"Woi, ngapain kayak gitu, niru-niru pemain sinetron ya lo?" Suara Tigo merusak suasana yang baru saja menghangat. Dera menoleh ke arah belakang menatap tajam wajah Tigo, ingin sekali ia memukul Tigo dengan martil.

"Berisik lo. Lagian mesan kopi doang lama banget," sungut Dera yang dari tadi menunggu saudara laki-lakinya memesan kopi.

"Ya maaf, lagian baristanya cantik sih," balas Tigo tersenyum nakal, lalu melirik ke arah barista manis yang sedang sibuk menyiapkan kopi untuk pelanggan lain.

"Ga usah pede lo, ga ada yang mau sama lo," ledek Dera. Tigo cengengesan.

"Ga modal," tambahnya membuat Tigo diam dan sedikit tersinggung dengan adiknya.

"Ga usah besar-besar juga suara lo. Nanti kalau abang lo yang ganteng ini, udah kerja, gue traktir lo keliling kuliner yang ada di Yogyakarta," papar Tigo dengan gayanya bak miliarder.

"Cuma keliling doang, ga makan," tambah Dera yang telah tahu janji manis Tigo yang isinya hanya angin kosong.

"Udah deh, jangan merah-merah tuh muka biasa aja."

"Gimana gue ga marah. Pakai uang gue, tapi perginya ke cafe kopi favorit lo. Gue kan mau nya kita nongkrong di perpustakaan taman sambil ngemil coklat!" Sungut Dera.

"Sekali-kali jadi kutu monyet dong, jangan kutu buku terus."

"Sukak-sukak gue!" Dera terpaksa duduk di tengah-tengah cafe kopi ini, berhadapan dengan kakak laki-lakinya, seperti sepasang kekasih yang sedang ngedate. Tak lama kemudian, kopi pesanan Tigo akhirnya datang, dengan sopan pelayan meletakkan kopi di atas meja dan mempersilakan pelanggan untuk menikmati kopi tersebut.

"Cobain deh, kopi itu manis ga selalu pahit." Tigo menyodorkan segelas kopi yang sengaja ia pesan 2 gelas untuk mereka berdua. Dera menampilkan tatapan tak minat ketika melihat segelas kopi di dalam cangkir putih itu.

"Kenapa di pesan? Gue kan ga suka kopi, ngabisin uang gue aja lo. Mending gue minum di luar," sungut Dera hendak beranjak pergi. Duduk berdua berlama-lama dengan Tigo akan membuatnya selalu mengamuk hingga meledak seperti gunung meletus.

"Eh, jangan gitu. Gue punya sesuatu buat lo." Dengan lihai Tigo menahan lengan Dera. Gadis itu pun terpaksa duduk dengan malas mendengarkan omong kosong Tigo.

"Kebohongan apa lagi nih?"

"Ini diaaa, buku novel Andrea Hirata. Buku favorit yang lo pengen banget sampai lo kebawa mimpi terus ngences." Tigo memberikan buku itu ke arah Dera dengan ekspresi yang sombong.

Dengan wajah yang memerah akibat terkejut, tanpa sadar, mulutnya terbuka lebar dan tatapan matanya yang tak berhenti berkedip menatap buku cantik itu, sekali-kali ia menoleh ke arah Tigo tak percaya. Apakah Tigo akan menjadi kakak laki-laki yang akan selalu bersikap manis pada adiknya?

"Ini beneran bukunya?" Dera meraih buku itu dengan wajah yang ceria dan antusias. Tigo mengangguk pasti, seperti seorang laki-laki yang berhasil melamar pacarnya dan membuat kekasihnya bahagia bukan main.

Langit abu-abu Where stories live. Discover now