Chapter 10

14 3 0
                                    

⚠️ trigger warnings! blood (with picture), violence, murder, depression.

⚠️ trigger warnings! blood (with picture), violence, murder, depression

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"ruptured"

• • •

Biarpun peluh sudah menetes deras, pun dengan napas yang sudah terengah-engah, dan juga telapak tangan yang sudah merah padam, bergetar lelah, usaha Sura untuk membongkar jendela tiada menunjukkan hasil yang memuaskan. Paku-paku tertancap dengan tegas, sukar untuk dicabut meski sudah menggunakan sisi palu yang memang berfungsi untuk mencabut palu.

Di genggaman tangannya yang lain, ia genggam erat satu buah paku dengan ukuran yang cukup besar. Paku itu menjadi satu-satunya paku yang dapat ia cabut, itu pun dengan usaha yang tak kepalang tanggung. Pakunya masih banyak, terlalu banyak. Sura menggeleng-gelengkan kepala, usahanya tak akan berhasil. Peluh menetes bersamaan dengan keluh napasnya, dia menyerah dengan jendela.

Akses keluar hanya ada dua, yaitu jendela dan juga pintu di mana Manajer Jung keluar masuk tadi. Jika jendela sudah tidak mungkin, maka pintu menjadi satu-satunya jalan. Sayangnya, sudah pasti pintunya terkunci dari luar. Untuk mendobraknya menggunakan badan maupun palu, rasa-rasanya cukup berbahaya. Manajer Jung bisa-bisa datang begitu saja karena suara bising, murkanya puncak, dan hidup Sura tamat. Mungkin keadaan akan jauh lebih menguntungkan apabila Manajer Jung tidak berada di bangunan itu, barangkali pergi ke rumah istrinya, menyayanginya, bersiap-siap membuka restoran, atau singkatnya, melakukan lakon topengnya. Namun, Sura tidak mengetahui apa pun dan dia tidak bodoh, dia tidak mau mengambil risiko yang bisa membahayakan nyawanya.

Sura tidak ingin mati. Dia harus pulang karena ada yang menunggunya dengan hati yang resah.

Detik bergulir lama, rupa-rupanya memang hanya ada satu jalan yang bisa Sura coba. Jika ia ingin keluar, pintu yang terkunci itu harus terbuka. Dia tidak mungkin membukanya atau mendobrak. Maka, dia harus menunggu pintunya terbuka dan menghadapi Manajer Jung bagaimanapun akhirnya.

Sudah begitu, tentu dia harus memikirkan rencana menghadapi Manajer Jung. Jika melihat senjata yang ia miliki sekarang, yaitu palu dan paku, Sura tidak begitu yakin mengenai cara melewati Manajer Jung yang cenderung memiliki postur badan cukup bagus. Sura merasa tidak mungkin jika ia menghajar Manajer Jung sampai babak belur kemudian kabur. Bisa-bisa bogem mentahnya yang lemah itu diraih dengan mudah dan alih-alih dia yang berakhir babak belur.

Jika ingin kabur dengan tenang, Sura harus memastikan Manajer Jung terluka dan tidak berdaya untuk mengejarnya.


• • •


Di seberang jendela, Sura tidak dapat memastikan saat ini pukul berapa. Sedari tadi masih gelap dan kian senyap. Intensitas salju yang turun semakin berkurang, tapi dinginnya laun-laun meningkat, menyisakan getaran kecil di tubuh Sura yang tengah berdiri, bersiap di sisi pintu. Dia tidak tahu kapan Manajer Jung akan masuk ke dalam ruangan, mungkin malam ini, mungkin esok, yang ia mengerti hanya dia harus bersiap kapan pun itu. Sejujurnya, dia bisa saja bertingkah aneh dan mengundang kecurigaan Manajer Jung, tapi dia tidak ingin Manajer Jung masuk ke ruangan dalam keadaan siaga, jadi dia hanya sanggup menunggu semuanya terjadi senatural mungkin.

mercusuar Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang