tujuh

634 77 3
                                    


Haihaihaii! Double up nih :)

Happy Reading!

****

Posisi antara toilet wanita dan pria yang bersisian membuat Kirana dan Sadewa tadi nyaris bertabrakan. Sedikit saja gadis itu tidak mengerem, maka dia langsung mendarat sempurna di dada Sadewa yang pelukable itu.

"Satu, dua, tiga, empat. Haduh! Kenapa pakek ketemu segala sih," Kiran berhitung berharap dia mampu mengurangi debaran menggila di dadanya. Cara ini gadis itu pelajari dari seorang tokoh bernama peri Mary pada film Thinker Bell salah satu film kesukaannya. Ternyata cukup bekerja. 

"Aduh, pakek acara kebelet pipis beneran kan," gerutu gadis itu. Padahal Kiran hanya berdalih saja tadi, gara-gara gugup yang berlebih dirinya jadi benar-benar ingin buang air kecil. 

Setelah menuntaskan buang air kecilnya. Kiran melihat pantulan dirinya lewat cermin yang tersedia di toilet itu.

Ia merapihkan sedikit rambutnya yang berantakan dan berkeringat. "Ih, mana nggak bawa parfum lagi."

Gara-gara dirinya yang sempat berlari tadi, badannya jadi sedikit berkeringat. Di tambah dirinya saat ini mengenakan baju yang lumayan hangat. Bukan berarti tubuhnya bau ya, hanya saja lebih nyaman bila disemprot parfum kembali. 

Setelah dirasa sedikit lebih baik, gadis itu mulai beranjak untuk kembali ketempatnya semula. Meskipun ragu sih, tapi ya mau gimana lagi? Masa dirinya harus diam saja di sini sampai Sadewa pulang, kan nggak mungkin.

"Kirana!"

Panggilan itu membuat mata Kiran terpejam. Ternyata orang itu belum pergi sejak tadi.

Kirana mengelus dadanya pelan sebelum membalikan badan. Gadis itu tersenyum canggung.

"Eh kak Sade," sapa Kiran dengan canggung.

"Kamu dateng juga?" Tanya pria itu.

"As you see kak," jawab Kiran.

"Ah iya, tentu saja jawabannya itu," laki-laki itu terkekeh. Mentertawakan pertanyaan konyol yang keluar dari mulutnya sendiri. 

"Gimana, udah sehat kiran?"

"Alhamdulillah udah kak. Kak Sade nggak praktik?" Tanya Kiran balik. Ia mencoba menormalkan degub jantungnya yang sudah mulai menggila sejak tadi.

Sadewa mengangguk mengerti. "Ayo kita ke depan."

"Ah iya kak, ayo."

Lah nggak dijawab pertanyaan Kirana. Huft, gadis itu masih mencoba berfikir positif. Kan nggak etis kalau lama-lama ngobrol di depan toilet kan. 

Mereka berdua berjalan bersisian. Sadewa terlihat lebih santai hari ini, tanpa snelli, tanpa stetoskop juga. Jika disuruh memilih dia pasti memilih dua-duanya, soalnya enak diliat semua gitu loh. Maunya juga sih, kan kalau bisa dua-duanya kenapa harus satu coba?

"Saya ketemen-temen saya dulu ya kak, Mari."

Setelah mendapat persetujuan dari Sadewa, Kiran kembali melangkahkan kakinya menuju temoat Seva dan kedua temannya tadi.

Tapi tunggu sebentar. Kenapa ada Roni di sana? Pake tarik-tarik tangan si Seva segala. Bau-bau pertengkaran nih.

Kiran menghentakan tangan Roni yang sedang memaksa Seva untuk ikut dengannya. Roni dan Seva tidak sampai beradu mulut sih, Tapi tingkah mereka mampu membuat semua pasang mata terfokus pada mereka.

Let's Get MarriedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang