Chapter 11

172 24 2
                                    

Suasana yang begitu canggung membuatku merasa sesak. Aku mengajak Jiyeon berkeliling daerah tersebut untuk mencari cafe dengan dessert yang mungkin dapat mengubah suasana ini. Kami duduk di sudut cafe dengan pemandangan pantai. Aku dengan gugup berkata

"Jiyeon~ah"

"Ya, unnie."

"Kamu tidak marah kan?"

"Hah.. marah untuk apa?"

"Marah karena perkataanku tadi."

Dia terdiam sejenak dan berkata

"Aku tidak marah, unnie."

"Jika aku melewati batas lagi, tolong ingatkan aku ya. Aku tak ingin membuat keadaan menjadi buruk."

"Baiklah. Mari kita lupakan percakapan ini dan makan puding yang enak ini."

"Ok. Rasanya aku ingin memakannya lagi. Kamu mau gak?"

"Aku cukup dengan ini."

Mendengar itu, aku menganggukkan kepalaku dan pergi ke kasir untuk membeli puding baru.

Kabar baiknya, suasana sudah tidak canggung lagi. Kami melanjutkan obrolan kami mengenai hal sehari-hari atau hal yang dia sukai. Aku menyukai ekspresinya saat sedang menceritakan sesuatu, dan bagaimana dia memperagakan kejadiannya.

Ketika matahari sudah tidak terlalu terik, kami keluar cafe dan berjalan santai menuju taman terdekat untuk melihat-lihat. Lalu, menjelang waktu sunset, kami pergi ke pantai dekat hotel dan membeli snack serta beberapa kaleng beer.

"Aku senang."

"Senang kenapa?"

"Aku senang, kamu mau ikut liburan bersamaku."

"Aku juga senang menghabiskan waktuku bersamamu."

Karena suasana hatiku sangat baik, tanpa sadar aku minum melebihi batas toleransiku. Jiyeon yang seketika sadar aku mulai mabuk, mencoba mengambil kaleng beer ku dan mengajakku kembali ke hotel. Aku yang sudah terpengaruh alkohol, sebisa mungkin menghalangi Jiyeon dan meneguk habis kaleng tersebut serta menghabiskan sekaleng beer lagi.

Pengaruh alkohol membuatku menjadi lebih berani dan kuat dibanding Jiyeon. Aku juga melakukan hal yang tidak mungkin kulakukan dalam keadaan sadar, yaitu menarik Jiyeon ke dalam pelukanku dan membuatnya duduk di pangkuanku. Aku menelusupkan wajahku dalam ceruknya dan mengeluarkan keluh kesahku. Jiyeon yang terkejut akan perlakuan ku hanya bisa memekik pelan dan terdiam kaku ketika menyadari posisi kami. Ketika dia mendengarku berkeluh kesah, dia mulai relax dan mengusap punggungku pelan.

Lama kelamaan, ucapanku mulai rancu. Aku mulai mengatakan kecemburuanku ketika melihat dia dekat member lain terutama Juyeon dan lawan main dalam dramanya. Dia lantas menjelaskan bahwa dia hanya menganggap Juyeon dan member lain sebagai adiknya. Sedangkan untuk lawan main, dia hanya menjalani perannya sebagai aktris dan bersikap profesional.

Aku juga mengatakan kalau aku menyukainya dari lama. Aku menyukai bagaimana dia tersenyum, tertawa dan caranya menggoda para penggemar. Aku menyukai ketika dia ngambek karena dijahili member lain. Aku suka cara dia memperlakukan orang yang lebih tua, dan anak kecil. Aku suka semua yang ada pada dirinya.

"Kim Jiyeon"

"Hmm?"

"Boleh aku mencintaimu?"

"Ya?"

"Aku..Kim Hyunjung sangat mencintai Kim Jiyeon. Aku sudah menyukaimu dari masa trainee. Namun, karena peraturan perusahaan sialan itu, aku harus menahan semua ini. "

"Unnie.."

"Jangan khawatir Jiyeon~ah, aku hanya mengungkapkan perasaanku saja dan tidak meminta balasan. Kamu bisa melupakan semua perkataanku tadi."

Dan setelah itu, aku pun tertidur di bahunya.

RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang