Part 39 Air Mata dan Senyuman

849 35 0
                                    

Satu bulan telah berlalu sejak kasus perceraian Elina dengan sang suami. Hari ini Elina memutuskan untuk menemui ayahnya yang tinggal di luar provinsi. Ia sudah memesan tiket untuk penerbangan ke Medan. Ia diantar oleh Fifi, Ifah, Devan dan Suci beserta kedua anaknya. Kali ini Elina akan pergi sendiri untuk menemui sang ayah. Beruntungnya Ifah dan Fifi tidak keberatan untuk dititipi kedua anaknya lagi bahkan Suci dan Devan juga akan membantu untuk merawat anak Elina selama Elina pergi.

"Kamu hati-hati ya, El. Nanti kalau sudah sampai di sana tolong kabari kami," ucap Suci.

Elina tersenyum lalu mengangguk.
"Iya. Aku titip anak-anak aku ya. Makasih banyak karena kalian sudah mau membantu aku merawat anak-anak aku," ucap Elina.

"Sama-sama. Kami senang kok bisa membantu kamu," ucap Suci tersenyum.

"Mbak gak usah pikirin apa-apa di sini ya. Mbak fokus aja di sana merawat ayahnya mbak. Kami di sini akan selalu mendoakan yang terbaik untuk mbak," ucap Fifi.

"Iya mbak jangan khawatir ya. In Syaa Allah semua akan baik-baik saja," ucap Ifah.

"Aamiin. Sekali lagi makasih ya. Aku benar-benar sangat bersyukur karena mengenal kalian," ucap Elina.

Mereka tersenyum lalu mengangguk.

"Jangan sungkan jika ada apa-apa ya, El. Di sini kita semua adalah keluarga," ucap Devan.

"Thanks. Kalau gitu aku pamit ya. Adit, Arin, kalian jangan ngerepotin kak Fifi, kak Ifah, tante Suci dan om Devan ya," ucap Elina.

Adit mengacungkan ibu jarinya.
"Siap, ma. Mama baik-baik ya di sana. Adit dan Arin janji bahwa kami gak akan merepotkan kakak-kakak, tante Uci dan om Dev," ucap Adit.

Elina tersenyum. Ia memeluk kedua anaknya sebelum dirinya akhirnya berangkat.

...........

Sementara di tempat yang berbeda, Arhan dan Delia baru saja selesai melangsungkan pernikahan mereka. Pernikahan digelar secara tertutup dan hanya dilakukan di KUA saja. Semua itu atas persetujuan kedua belah pihak baik pihak Delia maupun pihak Arhan.

Saat ini mereka sedang berada di rumah Arhan. Delia masih menggunakan kebaya pernikahannya dan tersenyum bahagia karena hari ini akhirnya ia telah sah menjadi istri Arhan.

Delia memeluk Arhan dengan senyum yang terus mengembang.

"Aku senang banget deh sayang karena akhirnya hari ini aku dan kamu sudah resmi menjadi suami istri," ucap Delia.

Arhan tersenyum.
"Iya aku juga senang kok," ucap Arhan.

'Entah kenapa aku benar-benar merasa bingung dengan perasaanku sendiri saat ini. Aku merasa senang tetapi di balik rasa senang ini seperti ada yang mengganjal.' batin Arhan.

"Sayang, aku mau kita honeymoon di Bali ya," ucap Delia.

"Tapi aku gak punya uang sebanyak itu, del. Kamu tahu sendiri kan sekarang cari penumpang agak sulit," ucap Arhan.

"Ya kamu kan masih dapat jatah dari tokonya si Elina. Kalau aku gak salah kamu masih dapat jatah dua puluh persen loh setiap bulannya. Toko itu kan besar dan pendapatannya juga tentunya banyak. Bayangin aja kalau dalam satu bulan Elina bisa menghasilkan dua puluh juta, kamu tuh seharusnya dapat jatah empat juta loh. Ambil dong hak kamu," ucap Delia.

Arhan terdiam sejenak.
"Tapi-"

"Duh, mas, kamu tuh jangan bego dong. Mau aja dibodohi sama si Elina. Itu aku hitungnya dari hasil yang paling kecil aja kamu bisa dapat segitu gimana kalau lebih besar lagi pendatan tokonya? Lebih banyak dong kamu dapatnya. Masa iya uang segitu banyaknya gak mau kamu ambil. Kan lumayan untuk kita," ucap Delia.

Arhan mencoba untuk mencerna setiap ucapan Delia.

............

Elina saat ini sudah berada di rumah sakit. Ia menemui ayahnya yang saat ini sedang terbaring lemah di rumah sakit.

Sesampainya ia di sana, Elina langsung memeluk sang ayah yang sedang berada di atas ranjang rumah sakit. Elina menangis saat melihat kondisi sang ayah yang sangat lemah.

"Papa kenapa bisa sampai seperti ini?" tanya Elina.

"Papa sangat terkejut saat mengetahui bahwa kamu dan Arhan ternyata telah bercerai, nak. Bagaimana bisa semua ini terjadi? Kenapa kamu gak memberitahu papa tentang hal ini?"

"Hiks bukannya Elina gak mau kasih tahu papa tapi ini yang Elina khawatirkan, pa. Elina khawatir jika papa akan drop saat mendengar kabar ini," ucap Elina masih memeluk sang ayah.

Ayah Elina mengusap lembut kepala Elina.
"Tapi semuanya terasa jauh lebih menyakitkan saat papa mengetahui semua ini dari orang lain, nak. Papa benar-benar tidak percaya jika pernikahan kamu dan Arhan akan berakhir seperti ini."

"Maafin Elina ya, pa. Maaf karena Elina sudah mengecewakan, papa. Elina juga gak mau semua ini terjadi tapi ini adalah takdir yang harus Elina terima," ucap Elina.

Elina lalu melerai pelukannya dan duduk di kursi tepat di samping ranjang sang ayah.

"Oh iya, papa tahu dari mana jika aku dan Arhan bercerai?" tanya Elina.

"Papa mencoba untuk menghubungi nomor kamu tapi gak bisa. Lalu apa coba untuk menghubungi nomor Arhan. Papa tanya ke dia tentang kamu. Kenapa kamu gak ada kabar? Terus Arhan katakan bahwa dia dan kamu sudah berpisah. Dia juga mengatakan bahwa perpisahan ini adalah keinginan kamu. Memangnya apa yang terjadi pada pernikahan kalian?"

Elina mengusap air matanya.
"Ya, memang Elina yang meminta bercerai pada mas Arhan. Tapi itu semua karena Elina gak mau hidup bersama dengan pria yang telah mengecewakan hati Elina. Mas Arhan telah melukai hati Elina, pa. Dia berselingkuh dan bahkan hiks dia pernah melontarkan kata-kata yang sangat menyakiti hati Elina. Elina gak kuat, pa. Hiks sakit sekali hati Elina," ucap Elina menangis.

Ayah Elina menatap putrinya dengan mata yang berkaca-kaca. Dengan lembut tangannya terulur untuk mengusap air mata yang membasahi pipi putrinya.

"Maafkan papa ya nak karena papa sudah membuat kamu kembali mengingat kepahitan itu."

Elina menggeleng.
"Gak apa-apa kok, pa. Papa kan juga berhak tahu. Lebih baik papa tahu dari Elina tentang semua ini daripada orang lain karena kadang mereka justru menyudutkan aku atas perceraian ini. Katanya Arhan selingkuh karena aku gak bisa urus dia dengan baik. Hiks kata mereka Arhan selingkuh juga karena aku gak bisa merawat diri sehingga akhirnya Arhan berpaling dariku. Padahal mereka gak tahu apa yang terjadi. Mereka hanya bisa berkomentar tanpa tahu apa yang terjadi sebenarnya," ucap Elina.

Ayah Elina menarik Elina lembut untuk kembali memeluknya.

"Jangan dimasukkan ke hati ucapan mereka ya nak. Papa percaya kalau kamu sudah melakukan yang terbaik. Apa pun pilihan kamu, apa pun keputusan kamu, papa pasti akan selalu mendukung kamu. Papa sayang sama kamu nak."

'Ya Allah kenapa semua ini harus terjadi pada putriku? Kenapa dia juga harus merasakan hal yang sama seperti apa yang aku rasakan dulu? Putriku tidak bersalah ya Allah tapi kenapa dia harus menanggung semua ini? Semua dosa-dosa ibunya di masa lalu.' batin ayah Elina.

Elina mendongak menatap sang ayah yang saat ini meneteskan air matanya.

"Kok papa nangis? Maaf ya pa karena Elina papa menjadi sedih," ucap Elina merasa bersalah.

.............

Hola terima kasih masih setia menantikan kelanjutan cerita ini. Jangan lupa vote, komen dan support terus Author. Yuk nantikan karma demi karma yang akan dirasakan oleh sang pelakor.

Serpihan LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang