20. Kunjungan pertama

1.9K 298 27
                                    


.
.
.
.
.
Harsa itu sama sekali gak pernah ngeluh kalau capek, tapi kali ini pemuda bersurai hitam itu mengeluh saat harus belajar naik motor dengan Maven. Setelah kemarin dia menerima motor baru dari Rita, mama dari Maven, pemuda itu sudah dipaksa untuk belajar naik motor oleh Maven sejak pagi.

Sebenarnya bukan Harsa gak mau belajar, hanya saja Harsa kesal dengan Maven. Sepupu tinggi nya itu lupa kalau tinggi badan mereka berbeda jauh, dan Harsa sedikit kesulitan untuk mengendalikan motor nya.

"Mas Harsa, ayo belajar lagi!" Harsa yang baru saja masuk kedalam rumah mengabaikan seruan Maven, dan memilih menyembunyikan dirinya di balik punggung Saga yang baru saja keluar dari dapur.

"Kenapa?" Saga jelas tidak mengerti apa yang terjadi diantara kedua adik sepupunya itu.

"Maven?" Maven menggeleng dan menunjuk Harsa.

"Mas Harsa mogok buat belajar motor lagi mas." Saga langsung menatap Harsa yang merengut di belakangnya.

"Kenapa Sa?" Harsa menatap Saga lekat.

"Maven suka gak tau diri Ga, dia lupa kalau aku gak setinggi dia. Dia bilang masa aku gak bisa napak kalau naik motor itu, males!" Saga mengulum senyum.

"Y-ya maaf mas...jangan ngambek dong." Maven merasa bersalah saat mendengar ucapan Harsa, sepertinya dia keterlaluan saat menggoda Harsa tadi.

"Gak mau belajar lagi, mending aku jalan kaki." Saga menghela nafas saat Harsa meninggalkan mereka, Maven semakin bersalah saat Saga menatap nya.

"Sorry mas, aku gak tau kalau godaan ku ke mas Harsa keterlaluan." Saga menggeleng.

"Gak papa, nanti biar aku yang coba ngomong sama Harsa." Maven mengangguk.

"Mas Saga, tadi mas Harsa sempet jatuh sekali. Tapi nolak buat aku periksa, luka atau gak, motor itu berat, takutnya mas Harsa luka." Saga mengangguk paham.

"Iya nanti biar aku periksa, lain kali kalau Harsa gak mau jangan di paksa. Mungkin aja dia capek, mas mu satu itu gak akan pernah bilang kalau dia capek." Kali ini Maven mengangguk paham.

"Iya mas, yang lain kemana?"

"Ikut eyang ke kebun, Wildhan mau ambil buah buat ice cream katanya. Kalau mau nyusulin, susul aja. Tapi jangan lupa pintu nya di tutup." Maven kembali mengangguk.

"Ya udah kalau gitu aku mau nyusul ke kebun ya mas." Saga memberi anggukan.

"Sampein maaf buat mas Harsa, maaf udah ngeledekin tadi."
.
.
.
.
.
"Sa." Saga mengulas senyum saat menemukan Harsa berbaring di kasurnya.

"Bangun, aku tau kamu gak tidur." Saga menepuk kaki kanan Harsa dan itu berhasil membuat Harsa tersentak kaget. Saga menghela nafas saat melihat itu.

"Sakit?" Harsa menatap Saga dan mengangguk.

"Sini, duduk dulu, biar aku liat." Saga dengan hati-hati menggulung celana Harsa hingga lutut. Bisa Saga lihat jika betis Harsa sedikit memar.

"Ini kan yang buat kamu gak mau belajar lagi?" Harsa mengangguk kecil.

"Tapi Maven juga bikin aku sebel, iya aku tau aku gak setinggi dia tapi kan gak perlu diperjelas." Saga mengusak rambut Harsa beberapa kali.

"Iya tau, Maven minta maaf tadi. Sekarang kamu diem dulu, biar aku kompres ini." Harsa mengangguk, meskipun usia mereka sama Saga tetap lah kakak untuk Harsa.

"Sakit gak kalau di buat jalan?" Saga yang sedang mengompres betis Harsa dengan es batu akhirnya bertanya, mengingat jika Juna ingin mengajak Harsa keluar sore nanti.

Bratadikara's houseOù les histoires vivent. Découvrez maintenant