Bagian 64

1.4K 157 13
                                    

"Hari ini ke ICU lagi?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hari ini ke ICU lagi?"

Kafka mengangguk, memberikan senyum terbaiknya tepat ketika ia selesai merapikan jaket birunya. Hari terakhir berdinas di instalasi gawat darurat sebelum harus berpindah ke ruang rawat intensif. Tetapi, tetap seperti kebiasaan Kafka seminggu ke belakang, menyempatkan diri berkunjung ke ICU.

"Minggu depan kita ke sana juga 'kan?" Daffa berucap. "Kalau ketemu anak yang di ICU, tanyain kasusnya sekalian, ya."

"Siap." Kafka mengenakan tas ranselnya dan mengambil tas kecil berisi bekal yang belum dimakan. "Hati-hati, ya."

Kafka pada akhirnya berpisah dengan Daffa tepat di depan meja administrasi. Kedua kaki jenjangnya agak berlari memasuki lift yang hampir tertutup, lalu menekan angka lima, tempat di mana ruang intensif berada.

Hampir selama seminggu ini menjadi pengunjung rutin, meski hanya sampai di depan ruangan. Pintu yang tetap tertutup rapat tanpa dapat dilihat ke dalam. Entah bagaimana nasib orang yang ditunggu, Kafka tetap datang.

Ketika dentingan terdengar dan pintu lift kembali terbuka tepat di lantai lima, Kafka segera berjalan ke luar. Ketika Kafka menarik napas, aroma rumah sakit yang sudah menjadi santapan sehari-hari langsung menggelitik indra penciumannya. Kafka mungkin sudah biasa, tapi tetap ada rasa berbeda tiap kali ia berjalan menyusuri lorong. Berpapasan dengan teman-temannya—yang entah siapa namanya karena mereka mengenakan seragam yang sama. Beberapa bertanya apa Kafka akan kembali mengunjungi Semesta, dan ia hanya menjawab dengan anggukan dan senyuman.

Sebuah pintu kaca menjadi tanda bahwa tinggal selangkah lagi sebelum Kafka masuk ke ruang perawatan intensif. Beberapa bangku berjejer, menjadi tempat duduk keluarga pasien. Hari ini tidak terlalu banyak orang di sana, hingga tanpa waktu lama, Kafka mendapati sosok Sasi duduk di kursi paling ujung. Dengan pita merah yang tersimpul di tas, menjadi tanda untuk Kafka mengenali wanita tersebut. Langkah Kafka terasa berat, namun ia tidak juga berbalik. Senyum terlukis tipis ketika ia pada akhirnya berdiri di hadapan Sasi.

"Maaf, aku baru datang," ucap Kafka. Ia melepas tasnya dan duduk di sebelah Sasi. "Tante udah makan? Aku bawa makanan dari rumah. Maaf, ya, kalau udah nggak hangat lagi."

Sasi mengubah posisi hingga ia dapat menatap Kafka. Wajah Sasi tampak lebih lelah dari sebelumnya. Hampir seminggu terakhir Sasi hanya beraktivitas di dua tempat, kantor dan rumah sakit. Pola hidupnya menjadi tidak teratur, hingga lama-kelamaan, rasanya Sasi akan ambruk.

Namun, setiap hari pula Kafka datang. Membawakan makanan buatannya sendiri. Jika ia tidak dapat, mungkin Sasi tidak akan terpikir untuk mengisi energinya sendiri.

"Hari ini aku ada ujian responsi terakhir, makanya nggak bisa cepat keluar ruangan setelah selesai." Kafka melanjutkan. Ia mengambil kotak makan yang ada di dalam kecil yang dibawanya. "Tapi, mulai minggu depan aku bakal dinas di sini."

"Kamu pasti capek banget, ya?" Sasi mengusap rambut Kafka. "Besok-besok, kamu nggak usah repot-repot bawain Tante makanan. Kita bisa makan ke bawah 'kan?"

KelabuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang