4. Tetangga Baru

5.3K 520 12
                                    

Nih buat yang minta update aku update deh. Happy reading, jangan lupa vote dan comment nya. Thank you...

***

Suara alunan musik jazz yang menenangkan membuat Dipta terhanyut. Dia memesan minuman yang entah apa tadi namanya dia lupa, yang jelas rasanya bukan selera Dipta. Minuman ini lebih mirip seperti kutek baunya dibandingkan dengan minuman selayaknya.

            "My man udah dateng aja..." Dipta melirik setengah kesal mendapati Damas dan Marvo yang tersenyum lebar padahal mereka terlambat hampir setengah jam.

            "Jam delapan malam janjinya, sekarang hampir setengah sembilan. Masih bisa lo berdua bilang gue udah dateng aja?" Damas dan Marvo terkikik geli sambil duduk di hadapan Dipta.

            "Nih si kunyuk minta dijemput dulu di kantornya, makanya gue telat!" Seru Damas menunjuk gemas pada Marvo.

            "Lo aja baru sampai di kantor gue jam delapan kurang sepuluh ya nyet!"

            "Makanya nggak usah sok-sok an ganti mobil baru, pusing kan lo sekarang nggak ada kendaraan. Bikin susah gue jadinya."

            Dipta hanya memperhatikan pertengkaran kedua sahabatnya itu tanpa berniat menengahi. Dia sudah biasa disuguhkan dengan pemandangan ini. Damas dan Marvo akan berhenti dengan sendirinya kalau mereka sudah puas.

            "Gimana kabar lo Ta?" Damas tidak jadi menjawab Marvo ketika Marvo malah bertanya pada Dipta.

            "Seperti yang kalian lihat, gue baik."

            Damas dan Marvo menatap Dipta lekat. Secara fisik lelaki itu benar-benar baik-baik saja. Rapi, tampan, dan begitu terawat. Tapi hati manusia siapa yang tahu.

            "Nggak mau tahu kabar Dior Ta?" Tanya Damas yang langsung dihadiahi pelototan dari Marvo. Dipta hanya tersenyum kecil.

            "Apa kabar Dior?" Tanya Dipta basa-basi. Dia tidak benar-benar ingin tahu kabar wanita itu.

            "Dior baik Ta, sekarang lagi hamil anak keduanya." Jawab Damas tanpa dosa. Dipta mengangguk mengerti.

            "Syukurlah kalau dia baik—baik saja. Gue ikut senang..." Hening. Tidak ada yang bicara lagi. Bagi Damas dan Marvo, mereka mungkin tidak memahami arti dari jawaban Dipta. Namun bagi Dipta dia tulus mengatakannya.

            "Kenapa? Gue senang kalau Dior sudah happy dengan keluarganya. Seburuk apapun manusia mereka tetap berhak bahagia..." Kata Dipta berusaha meyakinkan kedua sahabatnya.

            "Termasuk lo juga berhak bahagia..." Marvo yang sejak tadi diam akhirnya angkat bicara. Mereka tahu secinta mati apa Dipta pada Dior. Jadi ketika Dipta bilang kalau dia ikut senang, sebagian dari hati mereka tidak bisa mempercayainya, sebagian lagi berharap kalau Dipta memang sudah menganggap Dior sebagai masa lalu saja.

            "Kata siapa gue nggak bahagia? Gue udah menganggap semuanya selesai. Gue hanya sedang memperbaiki semuanya satu persatu, bukan berarti gue nggak bahagia..."

            Dipta sedang menuju ke fase paling dewasa dalam hidupnya. Mengikhlaskan apapun yang sudah terjadi, menjalani kehidupannya dengan sebaik-baiknya, dan tentu saja tidak lupa untuk bahagia.

            Meskipun definisi bahagia untuk lelaki tiga puluh dua tahun itu tidak seperti dulu, dimana dia harus mendapatkan apa yang dia inginkan, atau tertawa puas sampai terpingkal-pingkal. Bagi Dipta kehidupannya sekarang sudah lebih dari cukup.

Ternyata Kita Tetangga (Completed)Where stories live. Discover now