21

149 11 0
                                    

Akhir bulan seperti sekarang ini rasanya begitu wajar jika sebagian orang dipusingkan dengan laporan dan tutup buku hingga harus merelakan waktunya untuk bekerja lembur. Walaupun Eci bukan bekerja sebagai karyawan tapi rasanya ia juga merasakan hal yang sama terkait laporan yang harus ia kerjakan, selain itu ia juga harus melakukan rekap absensi karyawannya untuk menghitung gaji yang akan ia berikan di awal bulan depan. Berkas di mejanya tampak penuh, ditambah dengan satu cup coffe latte kesukaannya yang ia harapkan mampu membantu meringankan pikirannya.

Eci melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul empat sore yang mana jam kerjanya telah selesai, beberapa karyawannya mungkin sebagian juga telah pulang. Hanya tersisa beberapa yang juga masih terlihat fokus dengan pekerjaannya. Eci sendiri sengaja bertahan di ruangannya sembari menunggu waktu nanti malam karena ia membuat janji dengan Bima.

Hubungan mereka masih belum ada pergerakan hingga akhirnya tadi pagi ia sengaja mengajak Bima untuk bertemu dan disanggupi dengan pria itu. Setelah pikirannya kacau beberapa malam rasanya ia harus bertindak tegas sekarang dengan mengambil keputusan yang sebenarnya ia juga tidak rela, tapi jika dipikir-pikir nampaknya ini keputusan terbaik untuk mereka. Semoga saja keputusannya ini tidak salah langkah.

Eci bergegas merapikan mejanya dengan menumpuk berkas-berkas yang tadi ia kerjakan. Kemudian menguncir rambutnya yang terurai dan masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri agar terlihat lebih segar. Tak lupa juga sedikit membenahi make up yang ia gunakan.

Melirik ponselnya yang berdenting, nampaknya Bima baru mengabari jika ia telah pulang dari kampusnya dan langsung bergegas menjemputnya, sesuai tawaran Bima tadi. Mengetahui hal tersebut Eci mempercepat kegiatannya agar ia bisa segera menuju ke depan sehingga Bima tidak perlu menunggu lama. Kantornya sudah sepi begitu ia keluar ruangan, tersisa Anjani dan dua lainnya yang juga sama bersiap untuk pulang.

"Udah jam segini lo, ayo buruan pulang" ajaknya begitu melewati mereka.

Mereka pun kompak menjawab, "Iya mbak Eci, ini kita udah mau pulang. Mbak Eci dijemput?"

"Iya Ni, ini udah hampir sampai. Aku ke depan duluan ya"

Eci memang sengaja memberi leader tim nya kunci kantor agar mereka bisa mengakses jika sedang dadakan memerlukan akses, sehingga seperti sekarang ia bisa keluar lebih dulu dan memasrahkan kantor kepada Anjani. Bertepatan dengan Eci yang baru keluar nampaknya mobil Bima juga baru saja datang, sehingga ia tidak perlu menunggu lama.

Ia berjalan menuju ke dalam mobil lalu masuk dengan senyuman ringan, "Hai Bim"

Bima yang di sapa pun mengangguk dengan senyum kecil, "Mau makan dulu?" Tawarnya.

"Boleh, aku ngikut kamu aja Bim mau makan apa"

Lagi-lagi Bima hanya mengangguk. Eci merutuk dalam hatinya dengan suasana yang terjadi padanya sekarang ini. Ia sadar, nampaknya Bima masih kesal padanya jika dilihat dari gelagat pria itu yang masih nampak acuh padanya seperti sekarang. Hal itu membuatnya kelimpungan sendiri sekaligus merasa salah tingkah karena merasa kurang nyaman. Ia ingin membuka percakapan tapi entah kenapa rasanya ia begitu susah untuk membuka mulut sehingga suasana diantara mereka berdua yang bertambah sunyi.

Sementara Bima sepertinya juga merasakan ketidaknyamanan yang dirasakan oleh kekasihnya. Ia melirik sebentar kemudian kembali fokus menyetir. "Mau muter lagu?"

Suasana yang memang awalnya hening pun membuatnya sedikit terkejut dengan tawaran Bima yang memecah keheningan. "Ha? Oh iya boleh"

Kemudian Bima memutar lagu secara random yang sialnya lagu yang terputar adalah lagu milik judika yang entah mengapa membuat Eci makin tidak nyaman.

Coba tanyakan lagi pada hatimu apakah sebaiknya kita putus atau terus

***

Bima membawanya ke salah satu restoran yang cukup ramai di kotanya, ia sendiripun juga sering kesini dulu bersama teman-temannya yang lain, karena memang menunya yang enak dan suasananya yang terasa nyaman. Mereka berdua masih banyak diamnya dan sama-sama hanya berbicara singkat, seolah sedang sibuk dengan pemikirannya masing-masing.

"Langsung pulang?" Tanya Bima begitu makanannya telah habis terlebih dulu, kemudian menyesap minumannya.

Eci mendongak kemudian mengangguk, "Iya, boleh"

Kini giliran Bima yang mengangguk mengiyakan. Eci berniat untuk membicarakan semuanya nanti sewaktu pulang, karena jujur saja sampai sekarang ia masih mengumpulkan nyali untuk membicarakan hal tersebut pada Bima. Jadi ia memilih untuk berbicara nanti saja, lagipula rasanya kurang cocok untuk membicarakan masalah mereka disini sembari makan malam.

Setelah Eci menghabiskan makanannya mereka bergegas untuk keluar dari restoran dan berjalan beriringan menuju parkiran, masih dengan keheningan diantara mereka. Bahkan hingga mereka berada di dalam mobil seperti sekarang ini, hanya terdengar alunan lagu yang terputar. Eci memejamkan mata sebentar sambil mengambil nafas berat, kemudian melirik Bima yang tampak mengetuk-ngetukkan jarinya di setir sesuai musik.

"Bim, kayanya kita nggak bisa buat ngelanjutin hubungan kita" ujarnya pelan, dengan tatapan lurus ke depan. Ketukan jari Bima berhenti namun masih belum memberi respon dari ucapannya.

"Aku ngerti kalau kamu tersinggung bahkan mungkin marah sama aku sampai sekarang soal pertemuan terakhir kita. Aku bener-bener minta maaf buat hal itu Bim, kalau aku di posisi kamu aku juga pasti marah. Beberapa hari ini aku mikir soal hubungan kita, sampai akhirnya aku ngerasa kalau kita kayaknya lebih cocok buat berteman aja"

Bima akhirnya menatapnya, walau hanya sebentar kemudian kembali fokus pada kemudi. "Kenapa tiba-tiba?"

Eci sedikit gelagapan. Memang benar jika terkesan tiba-tiba namun ada hal besar dibalik keputusannya yang ia berusaha semaksimal mungkin untuk tidak memberi tau Bima tentang apa yang sudah ia lakukan dengan Al. "Aku ngerasa kita kurang cocok aja Bim, terlebih dengan masalah terakhir kita aku takut bikin kamu merasa kalau nggak nganggep kamu"

Mobil mereka berhenti, yang tanpa disadari ternyata mereka sudah sampai di kediaman Eci. Eci meringis pilu karena Bima masih belum meresponnya, hingga ia memberanikan diri untuk memegang lengan pria itu.

"Bim.."

"Ada hubungannya sama Al?"

Mendengar pertanyaan tersebut membuat Eci terkejut, tidak menyangka jika Bima bertanya demikian. Ia mulai kebingungan karena nyatanya akar dari masalah mereka adalah Al, dan hubungan rumit antara mereka.

"Bim-"

"Sebenernya aku udah menduga sejak awal kalau hubungan kita pasti kedepannya ada masalah soal hubungan pertemanan kalian. Tapi aku masih mikir kalau aku bisa buat kamu sepenuhnya buat aku, tapi sekarang aku paham kalau ternyara hal itu mustahil. Tetep ada bayang-bayang Al diantara kita"

Tanpa sadar Eci mulai terisak, air matanya tiba-tiba mengalir begitu saja tanpa ia bisa tahan. "Bukan kayak gitu Bim, selama ini aku sama Al pure berteman aj-"

Bima tertawa getir memotong ucapannya. "Aku cowok Ci, aku bisa liat gimana cara cowok natap cewek yang dia suka. Dan aku liat hal itu waktu Al natap kamu"

Eci makin terisak, rasanya ia sudah tidak mampu berkata-kata bahkan untuk merespon ucapan Bima pun ia merasa bingung. Bima tau hal tersebut. Bahkan mungkin ia juga tau sedari awal namun ia mencoba diam saja, nyatanya hal tersebut membuat Eci bertambah sesak.

"Bim aku nggak bermaksud buat hubungan kita kayak gini, aku minta maaf. Aku sama sekali nggak kepikiran soal hal itu, maaf"

"Gapapa, wajar kalau kamu ngerasa kayak gitu. Jujur, aku berharap lebih sama kamu Ci tapi setelah aku pikir-pikir lagi kayaknya kamu bener, kita nggak bisa buat jalin hubungan lebih lanjut. Aku nggak tau apa yang terjadi antara kamu sama Al, tapi terlepas dari hal itu aku nggak bisa sama seseorang yang masih kebingungan sama dirinya sendiri" Bima menghadapnya yang masih tampak sesenggukan kemudian menggenggam tangannya pelan.

"Ci, aku harap kamu bisa lebih yakin sama diri kamu sendiri terlebih sama perasaan kamu. Biar nggak ada oranglain yang jadi ikut kebingungan soal hal itu. Makasih ya buat waktu kamu selama ini"

Ya Tuhan rasanya Eci sekarang seperti menjadi manusia paling jahat. Bisa-bisanya ia menyakiti pria sebaik Bima, bahkan pria itu tidak mengulik lebih dalam tentang apa yang terjadi antara ia dan Al. Padahal ia yakin jika Bima pasti paham. Masih sambil terisak ia memeluk Bima yang juga balas memeluknya, dan berdoa dalam hati agar pria ini mendapat pendamping yang jauh lebih baik darinya.

"Bim, maaf banget buat semuanya"

***

Bima tegar dan dewasa banget ya, nggak tega juga tapi ya gimana :(

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 06, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Seribu PurnamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang