PAGI MENYENTAK SENJA

1 0 0
                                    


PAGI MENYENTAK SENJA

Oleh : Abdul Rahman Ocu

Dulu aku bisa berjalan bahkan berlari berpuluh kilo
Dulu aku bisa memanjat samping ke ujung dahan yang tinggi
Dulu aku bisa seberangi sungai yang luas

Kini napasku terasa sesak
Sesak akan informasi
Lelah oleh berfikir
Merasa asing dalam kesendirian

Aku kurang dilirik
Mungkin sudah tak menarik
Job ku taruhan masa
Uban ku jadi sorotan
Kulit ku jadi bandingan

Mana mungkin aku bisa muda
Sesegar 20 tahun lalu
Mana mungkin aku disanjung karena ide dan prestasi 20 tahun lalu.
Walau aku bukan sampah masa

Tetap saja aku takut
Takut terusir masa
Tua itu pasti
Namun tua membawa arti.
Mengobati diri menjaga hati
Mengharap pangkuan ilahi rabbi

Tidak ada yang mampu mengelak dari perputaran waktu. Apakah hal itu kita inginkan atau malah kita sangat membencinya.
Faisal terkejut dirinya yang masih berumur 50 tahun dipanggil ke ruang pimpinan sekolah, tepat satu hari menjelang hari awal masuk sekolah di tahun ajaran baru. Dalam hati dia bertanya-tanya, hatinya risau, mengapa dia dipanggil, bukankah besok awal sekolah, mengapa tidak besok saja dirinya dipanggil. Berbagai pertanyaan terus merong-rong dan mendesak alam pikirnya.
"Bang, mau kemana? Sepagi ini sudah bersiap-siap, bukankah hari ini masih libur? Abang mau kemana?" Nur melakukan pertanyaan bertubi-tubi layaknya seorang hakim yang melakukan introgasi.
Faisal diam, tak ada kata terbaik yang akan dia ucapkan di hari sepagi ini, dia tetap dalam geraknya memasang kaus kaki.
Melihat situasi yang seperti itu, Nur menyampaikan untuk menunggu sesaat untuk membuatkan segelas kopi hitam. Itu pun tak digubris Faisal, dia bergegas menaiki kenderaan roda dua yang dari tadi sudah siap siaga.
Dalam situasi seperti itu, semua yang diusahakan oleh Nur dengan tenaga super untuk melunak, akhirnya tak berhasil. Seperti biasanya berujung emosi yang tak terkendali.
"Ya, sudah. Pergilah sejauh yang Abang bisa dan kembalilah ketika Abang merasa sudah nyaman!"
"Nur! Kamu mengusirku? Ingin dia meremuk mulut mungil dengan satu tahi lalat besar yang bertengger di atas bibir wanita yang sangat dia kenal itu. Faisal bergerak ke arah Nur, dengan napas terengah-engah menahan amarah, dia gumpalkan tangannya, dengan sorot mata tajam bergerak lurus lewat di depan muka Nur, Brak. Pintu lemari disamping Nur menjadi retak.
Nur memekik histeris,
"Mengapa ke pintu itu? Nanggung. Langsung saja ke muka ini!"
Faisal memang tak pernah menang menghadapi Nur, dia seperti harimau yang sedang meraung namun masih tersisa sedikit akal sehatnya sebagai seorang guru. Dia pun bergegas ke sekolah meninggalkan istrinya yang terus bernyanyi tanpa nada yang jelas.
"Silakan masuk Pak. Apa kabar?" Sapa salah seorang pimpinan sekolah.
"Baik." Dia masih berusaha berdamai dengan kondisinya.
Dalam ruangan itu ada beberapa mata yang sedang memperhatikannya, tidak hanya kepala sekolah saja seperti yang ada dipikirannya dari pagi buta.
Kepala sekolah pun mempersilakan kedirekturan untuk menyampaikan hal yang penting.
Setelah mendengar penjelasan yang disampaikan oleh direktur pendidikan Alam Insani, mata Faisal menjadi berkunang-kunang, gelap. Aliran darahnya bergerak menuju satu komando. Jantung begitu cepat memompa. Faisal hanya mengangguk lemas. Batinnya tak terima, dia merasa terbuang. Tak lagi menjadi bagian yang dihargai di tempat puluhan tahun dia mengabdi.
Sebelum meninggalkan ruangan, dia berdiri,
"Pak, ini tidak adil buat saya, dalam undang-undang kepegawaian, masa purna bakti adalah di usia 55 tahun, saat ini umur saya masih 50 tahun. Apakah karena semua rambutku menjadi putih lalu saya digolongkan dalam usia 55 tahun?"
Dia merubah posisi berdirinya,
"Saya kecewa, apa yang akan saya katakan kepada keluarga saya. Bapak telah berbuat zalim kepada saya." Faisal terus menyampaikan unek-unek yang mengganggu pikirannya.
Namun pihak yayasan dan direktur tak banyak membelikan pembelaan, hanya menyampaikan bahwa kebijakan ini sesuai kebijakan dan kebutuhan dan akan menyelesaikan seluruh tanggung jawab yang akan menjadi hak penuh kepada Faisal sesuai perundang-undangan yang berlaku.
Faisal tak mampu melawan, dia keluar ruangan dengan mata berkaca-kaca. Betapa kaget Faisal melihat adalagi beberapa teman kerjanya yang menunggu antrian untuk dipanggil. Faisal pun menyampaikan tentang maksud dan tujuan pemanggilan tersebut.
Faisal tak pulang ke rumah, dia mengambil keputusan untuk bersimpuh di kaki ibunya. Dia ingin merengek kepada ibunya Petapa malangnya dia hari ini. Dia langsung menghubungi travel untuk pulang kampung.
Nur duduk di teras, masih memikirkan kejadian pagi tadi. Ada penyesalan dari kondisi yang telah terjadi. Namun penyesalan selalu datang terlambat. Ingin dia menyalakan handphone untuk menghubungi Faisal. Namun ada rasa yang mengganjal di hatinya. Khawatir akan terjadi lagi keributan online. Dia putuskan untuk chatting dengan Faisal. Hingga azan Magrib berkumandang, Nur menyadari bahwa chatnya tak pernah dibaca, tidak ada tanda biru.
Nur mengira Faisal singgah di rumah teman.
"Ma, Papa di mana? Kok belum pulang?"
"Mungkin masih ada urusan, kita tunggu saja."
"Apakah ini ada hubungan dengan kejadian pagi tadi, Ma?" Ira tahu, tadi pagi Mama bertengkar dengan Papa."
"Jangan sok tahu, pergi sana, masuk kamar!"
Pokoknya kalau papa tak pulang, itu salah Mama." Kata Ira yang sangat mengerti tentang kondisi itu.
Ira pun mulai khawatir, dia masuk kamar dan mencoba menghubungi papanya. Panggilan Ira tak diangkat, tak lama kemudian, Faisal memberi tahu kepada Ira bahwa dirinya istirahat dulu di kampung di rumah nenek.
Ira langsung chating dengan papanya,
"Papa, bukankah besok Papa mulai masuk kerja? Mengapa Papa pulang mendadak, ada apa sebenarnya? Ayolah cerita, ira sudah besar dan sangat mengerti hubungan Papa dan Mama yang kurang akur."
Papa harus istirahat. Papa bisa izin beberapa hari ke depan dan kembali untuk menjelaskan segalanya."

Kisah Inspiratif Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang