BAB 6 : Victim

67.3K 5.6K 1.4K
                                    

❝Di lain hari nanti, saya akan menjadi orang pertama yang mengobati luka di jarimu, meskipun kedua tangan saya tengah berdarah-darah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di lain hari nanti, saya akan menjadi orang pertama yang mengobati luka di jarimu, meskipun kedua tangan saya tengah berdarah-darah.❞ —Enigma; Last Flower

***

"Biru ...." Zayyan memiringkan kepalanya. "Lo lagi ngomongin psikopat X atau diri sendiri?"

"Dua-duanya," jawab Xabiru kelewat cepat. Lelaki itu menipiskan bibirnya untuk menahan senyuman kecil. "Berhubung insial nama gue juga X, jadi tadi gue sambil ngomongin diri sendiri. Abjad X itu keren ternyata. Beneran baru nyadar gue," lanjut lelaki itu lagi. Baru kali ini Xabiru membanggakan namanya sendiri.

"Tumbenan lo narsis?" Barra menatap aneh. "Nggak cocok buat perangai lo. Besok-besok gue kasih tutor cara jadi cowok kull, Ru."

"Pret," kata Xabiru tanpa intonasi.

"Ini wejangan dari lelaki pendiam, Ru. Lo harus percaya," balas Barra meyakinkan.

"Pendiam banget emang. Saking pendiamnya kayak Singa Depok," sahut Xabiru sembari berdiri, ia menarik Barra untuk bangkit juga. "Balik lo ke kelas. Emang bener kata Om Farzan, lo tuh kayak ayam warna-warni. Pintu kebuka dikit, langsung melancong keluyuran."

"Iya-iya! Ini gue juga mau balik ke kelas! Lewat lorong satu ya, Ru. Mau ngintip Nara dulu di kelas dia." Barra menyengir, ia melambaikan tangan pada Zayyan. "Dadah kakak ipar!"

Zayyan memandang kepergian Xabiru penuh terkaan. Entah mengapa... entah mengapa ia merasakan hal lain ketika mendengar ucapan Xabiru barusan. Cara lelaki itu berbicara dan ketegasan dalam menatap, seolah banyak cerita yang bersembunyi di balik matanya. Xabiru tadi hanya mengeluarkan teori, tetapi bagi Zayyan terdengar seperti sebuah peringatan.

Seakan-akan perkataannya ... adalah benar.

—oOo—

Babak belur setelah latihan sudah biasa untuk mereka yang mengikuti eskul cheerleader.

Menjabat sebagai ketua cheers sejak kelas sepuluh, sudah tidak aneh bagi Shea menemukan banyak lebam di bagian tangan, badan terutama kakinya. Apalagi ia sering mendapatkan posisi top flyer, di mana tugas utamanya harus lebih ahli mengunci badan ketika diletakkan di puncak piramida. Berkali-kali badannya diangkat ke udara, jika back base lengah sedikit menangkap maka taruhannya adalah jatuh dan terbentur lantai.

Sebenarnya, itu bukan masalah. Badannya memang tahan banting, sudah terlatih dididik keras oleh Bayu. Shea selalu semangat menjalankan latihan, kecuali hari ini. Apalagi mengingat jika ia dan Alea memang satu regu.

Sesuatu yang Shea hindari sungguhan terjadi. Di tengah waktu istirahat latihan, bisa-bisanya Zayyan datang dan menghampiri Alea seolah tidak ada Shea di sana. Ikut duduk lesehan di lantai dengan sebotol air dingin di genggaman. Shea bergeming melihatnya. Dulu... Zayyan juga begitu padanya. Dulu... yang didatangi oleh Zayyan adalah dirinya, bukan Alea.

ENIGMA : Last FlowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang