Kampus

47 3 0
                                        

BINUS

Rima POV

Aku mengamati penampilanku. Kemeja krem dan celana berwarna senada, menempel rapi di badan. Aku menatap diriku di cermin. Tebersit pertanyaan: bagaimana kabar adikku? Apakah dia sudah sekolah seperti yang aku lakukan saat itu? Tapi, aku segera menepis pertanyaan itu sebisa mungkin.

Wajahku kembali mengeras. Aku tak boleh memakukan diriku pada lubang hitam yang diberikan keluarga tiri itu. Aku membiarkan keegoisan menguasai diriku, tak membiarkan satu celah pun dikuasai hati nurani. Aku keluar kamar. Sesaat mengamati rumah yang semalaman aku huni itu dengan cermat. Memang harus ada sedikit renovasi.

Tapi, aku tak perlu melakukannya terburu-buru. Hidup pasti berjalan juga bukan? Aku bebas melakukan semuanya pelan-pelan. Aku baru sadar, kelasku mulai jam 8. Buru-buru aku menyambar tas dan keluar rumah, menyusuri jalanan perumahan. Sampai di ujung jalan, aku berharap segera menemukan taksi, karena tadi menolak ajakan Om Sultan untuk pergi ke kampus bersama.

Ah, taksinya datang.

***

Aku masuk ke kampus setelah membayar ongkos taksi. Di gerbang aku menatap gedung itu, menarik napas lega. Ada replika di depan gedung kampus.

Terkesan replika itu dibuat untuk menunjukkan ciri khas kampus itu.

Sebisa mungkin aku melangkah dengan normal, tak ada aksi buku terjatuh atau tabrak-menabrak yang berujung jatuh cinta dan membawa sejuta kebahagiaan ala sinetron.

Cih... kebahagiaan? Apa kau benar-benar yakin adanya hal itu?

Mungkinkah kebahagiaan terwujud dari kesedihan mendalam?

Buru-buru aku mengusir pikiran itu, memasuki gedung tersebut dengan santai. Beberapa mahasiswa menatapku dengan raut aneh.

Aku diberitahu bahwa kelasku ada di lantai tiga. Sebenarnya aku tidak perlu repot-repot menaiki tangga karena tersedia lift. Namun, baiklah, aku bukan manusia yang senang bermanja-manja.

"Idola kita datang!"

Aku tertegun mendengar hal itu. Dengan cepat aku berhenti, kemudian menatap kedua mahasiswi yang ada di depanku. Aku turut melihat apa yang sedang disaksikan kedua mahasiswi itu.

Well, aku penasaran dengan "idola" yang mereka maksud. Aku menyipit. Terlihat empat mahasiswa masuk dengan posisi dua di depan dan dua di belakang. Aku menautkan alis. Jadi mereka yang ditunggu perempuan-perempuan itu? aku memutar bola mata. Tidak penting.

Aku kembali melihat ke arah empat pemuda yang berjalan ke tangga. Oh! Astaga!

Jangan bilang tiga di antaranya adalah tiga kancil yang menjemputku kemarin. Sungguh aku tak habis pikir. Bagaimana bisa mereka memosisikan diri sebagai idola di kampus ini? Oh God, c'mon. Apa semua orang di sini buta?

Aku menilik mereka dengan prihatin. Huh! Apa mereka semacam F4 yang ada di Boys Before Flower, serial drama Korea itu? Lalu siapa yang akan menjadi Geum Jan Di, gadis beruntung yang berhasil mendapatkan hati Goo Jun Pyeo? Ahh... aku bisa gila jika terus memikirkan hal ini.

Aku melanjutkan perjalanan menuju kelas. Aku bisa jadi tidak waras jika berlama-lama di sini dan mengikuti tingkah para mahasiswi itu.

Alisku semakin bertaut saat kedua mahasiswi di depanku itu terburu-buru mengejar keempat pemuda tadi, dengan mengatakan:

"Ka, nanti kita makan siang, makan bersama kami kan?."

Aku memutar bola mata, kemudian berbalik. Lebih baik aku mencari kelas dan duduk manis di bangku baruku.

"Rima."

Aku menengok ke belakang. Memangnya ada yang kenal dia?

Aku mengerjap saat melihat empat idola itu mendekatiku. Dua mahasiswi yang tadi melihatku curiga. Aku kembali memutar bola mata.

You're My Perfume✅Where stories live. Discover now