6. Rumor Perpustakaan

18 5 0
                                    

Riana menghentikan langkah di koridor ketika dari jauh melihat sosok cowok semampai berjalan ke arahnya. Cowok itu ialah Jernian Nandito. Siswa kelas XIII jurusan Kemaritiman yang lebih banyak menghabiskan waktunya berada di dalam kelas. Sikapnya yang baik apalagi kepada perempuan membuat siapa yang tidak menjadikan dia sebagai idaman. Riana tersenyum, kemarin Dito tidak berangkat sekolah dan itu membuatnya merasa cukup cemas.

Dito berjalan melewati Riana, sebenarnya mereka hampir bersitatap jikalau saja Dito tidak langsung mengalihkan pandangan. Ia takut malaikat akan mencatat dosanya apabila ia sengaja curi pandang. Riana tambah dibuat tidak bisa berkata-kata, Dito memang seistimewa itu buatnya.

Tapi balik lagi, Riana sadar kalau ia bukanlah tipe Dito. Meski Dito sama sekali tidak mengatakan tipenya, tapi bagi Riana tidak mungkin cowok berakhlak mulia layaknya ustadz menyukai cewek yang tidak paham akan agama. Biar begitu Riana berharap suatu hari Dito mau membuka hati, jika tidak ia tidak risau karena tujuannya hanya mengagumi saja.

"Aku mah apa atuh?"

Cewek itu kembali melangkahkan kaki menuju kantin, menyusul teman-temannya yang meninggalkan ia seorang diri di kelas.

Tiba di kantin ia langsung menjatuhkan diri ke kursi panjang samping Sella, membuat cewek itu tersedak makanannya.

"Uhuk-uhuk!"

"Eh Sel, sorry."

"Dari mana lo Ri, keliatan bahagia bener?" tanya Deeva sambil mencomot pisang goreng di atas meja. Baru akan dilahap tapi tangan Kiera sudah lebih dulu mengambilnya. Membuat Deeva merengut.

"Abis liat Dito kali," ejek Missa usai habis menyeruput es matcha di gelas cap. Cewek itu sangat menyukai matcha karena biasnya—Jeno juga menyukainya.

"Eh Miss, lo udah enakan?" tanya Riana beralih topik.

"Enakan? Gue nggak sakit kali."

"Terus, kenapa diem aja di kelas?"

"Tadi gue lagi bete gara-gara liat pilem my suami, mana ada cewek lagi."

"Oh, film itu, tapi kan Jeno nggak megang tangan tuh cewek," balas Deeva diangguki Missa.

"Iya, rata-rata semua tokohnya nggak megang, aman nyawa gue."

"Untung Njun nggak ikut."

"Bahas apaan sih lo pada?!" Sella mengebrak meja. Ia tidak paham ke mana arah pembicaraan sahabat-sahabatnya. Jeno, cewek, suami.

"Santai dong Sel, lo kan nggak punya Suami jadi diem aja." Ucap Deeva dibarengi tawa kecil.

"Punya ya tapi bukan suami, ayang."

"Hai gaiss ..." Shana datang dari koridor searah kantor guru dan bersampingan dengan kantin. Saat itu ia langsung duduk di samping Sella yang sedang memasang wajah tidak ramah.

"Kenapa muka lo, Sel?"

"Nggak, lo dari mana?" tanya Sella balik.

Shana tidak menjawab, ia meletakan beberapa kertas yang terlihat penting ke meja. Lalu memesan minuman dingin pada bu kantin.

"Kertas apa tuh?" tanya Riana pertama kali.

"Kisi-kisi buat ulangan, seminggu lagi kan PTS."

"Ah elah ... jadi beneran bakal PTS? Minggu depan?"

Shana mengangguk. Sella mendengkus.

"Itu udah guru kasih materi yang keluar di PTS nanti, kalian tinggal pelajari aja." Shana membagikan lembaran kertas tipis ke masing-masing sahabatnya. Mereka pun tampak sibuk membaca terkecuali Sella yang bersedekap tangan sambil mengarahkan fokus ke luar gerbang. Ada seorang cowok berjaket hitam. Cowok itu berdiri sambil mengintip dari celah gerbang.

Ineffable |End|Where stories live. Discover now