chapter 4. kenapa harus melukis?

295 38 0
                                    

Saat ini ravi sudah dirawat dan lengannya juga sudah di obati, tapi dia tidak bisa tenang, dia melihat renan terluka, kakinya berdarah pasti sangat sulit mengobatinya sendirian.

"ayah, ibu, bisakah kita pulang? Renan dia juga terluka"

"jangan pulang, kau masih harus dirawat, siapa yang tahu trik apa yang anak itu lakukan, kita harus waspada"

"bu, kenapa kalian sangat tidak menyukai renan?"

"bukankah itu semua karena dia tidak becus sampai membuatmu menghilang?"

"tapi saat itu renan juga masih sangat kecil"

"siapa yang tahu? Dulu dia juga sering memarahi dan merebut barang-barangmu, dia sangat egois bahkan saat masih anak-anak bisa jadi sikap baiknya sebenarnya cuma sandiwara"

"tapi aku yakin renan tidak seperti itu"

"kau terlalu baik ravi jadi kau tidak mengetahui seberapa liciknya dia"

"istirahatlah dulu, kita akan kembali besok"

.

Renan mengerakkan tangannya asal, dia tidak tahu apa yang dia lukis dia tidak peduli apa yang dia lukis yang dia ingin tahu adalah tangannya hanya akan mencoret kanvas yang ada di depannya.

Renan sudah sering seperti ini, menghadapi semua amarah keluarganya, menyaksikan seberapa biasnya mereka pada saudaranya. Renan akan menumpahkan semua emosinya melalui lukisan.

Lukisan abstrak di depannya penuh dengan warna gelap, tidak ada konsep tapi tampilan danau didepannya dapat dilihat sekilas.

Kenapa danau? Renan tidak tahu, dia hanya berpikir danau itu tenang dan tenang itu baik, renan takut, renan juga takut pada air yang dalam tapi ketakutannya akan hilang jika dia memikirkan tenangnya danau itu.

Renan lelah, semua upayanya tidak berguna, dia selalu salah, salah karena kembali ke rumah sendirian, salah karena yang hilang bukan dia tapi ravi, salah karena masih hidup enak sedangkan ravi tidak diketahui bagaimana keadaannya.

Dari kecil hingga sekarang dia selalu berusaha untuk membuat keluarganya bangga tapi yang dia dapati hanyalah caci maki yang keluar dari bibir orang yang dia anggap penting.

Renan yang dulunya sangat bertekad untuk membuat keluarganya bahagia dan tidak sedih lagi sudah lama mati, harapannya di padamkan sedikit demi sedikit, untuk sekarang renan hanya berharap kalau keluarganya setidaknya tidak akan benci padanya lagi.

Renan melukis untuk mengeluarkan emosinya semata-mata karena dia tidak ingin menodai tangannya dia tidak ingin terlihat semenyedihkan itu, setidaknya tubuhnya harus bersih dan tidak sekacau mentalnya yang lemah.

Renan lemah, dia adalah seorang pengecut dan dia takut sakit, melampiaskan emosinya lewat seni adalah hal yang baik.

Sakit, pecahan yang tertancap di telapak kakinya  terasa sangat perih, renan merasa semuanya sedikit lucu, dari awal sampai akhir bukankah renan yang paling banyak merasa sakit? Bagaimana bisa dia menjadi orang jahat yang melukai orang lain? Ravi yang dilimpahi kasih sayang kemanapun dia pergi, ravi yang baik, ravi yang ceria, ravi yang pengalah. Ravi mendapatkan semuanya, tapi hal yang mungkin ravi anggap tidak terlalu penting itu bisa menjadi sebuah harta di hadapan renan.

Renan sebenarnya sangat sederhana dia akan puas dengan sedikit hal, dia tidak akan meminta banyak, dia hanya ingin sedikit diakui, sayangnya orang-orang disekitarnya sangat pelit, mereka bahkan tidak bersedia melihat kearahnya, mereka malah menuduhnya, melukainya, meninggalkannya.

"jika aku sebaik ravi, aku akan sangat disayangi. Jika aku seriang ravi, aku akan punya banyak teman, jika aku bisa sedikit saja menjadi sepertinya, hanya sehari tidak! Hanya lima menit aku akan samgat puas"

"kenapa menyayangi orang bisa sesakit ini? Kenapa tidak ada yang percaya, padahal aku tidak pernah berbohong"

"jika saja aku sedikit lebih baik, mungkin aku akan pantas untuk dicintai"

"harusnya aku tidak kembali hari itu, harusnya aku mati saja, harusnya aku tidak perlu berusha keras untuk mengemis sedikit kasih sayang"

Renan merasa lelah disekujur tubuhnya, jujur saja dia sudah tidak kuat menanggung semuanya, seandainya sang pencipta mau mengambilnya sekarang renan akan dengan senang hati ikut bersamanya.

Ada beberapa orang yang saat mereka terluka, mereka akan melawan atau meninggalkan orang yang melukai mereka. Tapi untuk renan, dia lebih memilih menghancurkan jantungnya yang sudah tidak sanggup menahan sesak, terlalu banyak luka, apakah renan pantas untuk ini? Apa itu merugikan untuk menyayanginya?

Terlalu banyak luka. Apakah akhirnya dia masih harus menyerah?

I'm The Unwanted TwinWhere stories live. Discover now