TE | Chapter 31

118 9 0
                                    

"Zero! Lo gila?!"

Zero mengangkat kepalanya, menjauhkan bibirnya dari leher jenjang wanita itu, ia menatap pada sosok laki-laki dengan pandangan mata yang mulai mengabur. Zero tertawa dengan merdu. Cowok itu terlihat membasahi bibir bawahnya. Lantas, Zero kembali meminun wine yang ada digelasnya.

"Siapa dia, Sayang?" tanya salah seorang wanita yang duduk pangkuan Zero. Pandangan mata wanita itu tak lepas memandangi seorang cowok yang terlihat menahan raut wajah marah.

"Apakah dia temanmu? Wah ... Dia sangat tampan," sahut wanita lainnya. Semua wanita itu sama-sama memandang Erlangga dengan senyum lebar serta pandangan mata yang kagum melihat adanya sosok tampan di deppan mereka.

Zero terkekeh. " Ya, dia temen gue," jawab Zero.

Salah satu wanita berdiri dari pangkuan Zero dan melangkah mendekati Erlangga. Dengan gerakan yang sangat anggun dan menggoda, cewek dengan pakaian tipis itu menyentuh satu tangan Erlangga.

Cowok yang masih menatap Zero itu tersentak kaget kala mendapati sebuah tangan yang halus menyentuh tangannya.  Erlangga memandang tangan itu. Dahinya mengernyit tak suka.

"Lepasin, gue gasudi tangannya Er disentuh cewek kayak lo," cetus Erlangga sedikit memundurkan langkahnya.

"Owh, Sayang ... Kamu sangat tampan, mendekatlah, akan kupuaskan kau malam ini,"

Wanita itu berucap dengan nada yang terdengar dibuat manja. Ia semakin mendekati Erlangga dengan gencar tanpa mempedulikan Erlangga yang terus melangkah mundur dengan bergidik ngeri.

"Idih, amit-amit. Jauh-jauh lo sana!" titah Erlangga dengan gerakan tangannya.

"Mendekatlah," goda wanita itu, lagi.

Kedua tangan mulusnya menyentuh tangan Erlangga. Dengan sekali gerakan, wanita itu menipiskan jaraknya dengan Erlangga dan mulai memeluk tubuh kekar cowok itu. Erlangga panik bukan main, ia bergerak gelisah mencoba melepaskan diri dari pelukan wanita jalang yang menempeli tubuhnya ini. Erlangga mengedarkan pandangannya kesekitar dan menemukan Renzo yang terduduk dengan santai sambil meminum wine digelasnya. Erlangga melototkan matanya melihat Renzo.

"Renzo! Tolongin gue woi!" teriak Erlangga, nada cowok itu terdengar panik.

Renzo yang melihat Erlangga panik dipeluk oleh seorang wanita, ia terkekeh. Renzo kembali meminun wine yang ada digelasnya dengan pandangan mata yang terus mengarah pada Erlangga. Seolah-olah kepanikan Erlangga adalah tontonan menarik yang tak boleh ia sia-siakan.

"Kampret! Malah ketawa lo!" maki Erlangga semakin memplototi Renzo dengan tatapan tajammya.

"Lepasin elah," keluh Erlangga yang masih dipeluk oleh wanita itu.

"Oh Baby ... Badanmu sangat berotot, pas—"

"Bacot!"

Dengan sekali gerakan dan dengan mengerahkan seluruh tenaganya, Erlangga melepaskan dirinya dari pelukan wanita itu. Lantas, Erlangga segera berlari menuju Renzo berada.

Erlangga menghela napasnya lega dengan mendudukkan dirinya pada kursi kosong yang ada di sebelah Renzo. Terdengar kekehan merdu dari orang sebelahnya. Hal itu membuat Erlangga menatap seorang yang tertawa kesenangan di sebelahnya dengan air muka datar.

"Temen panik bukan dibantuin malah diketawain!" cetus Erlangga. Renzo terkekeh. Cowok itu menuangkan wine pada sebuah gelas kosong dan menawarkannya pada Erlangga.

"Nggak, gue gak mau mabuk, dosa!" cetus Erlangga menolak tawaran gelas berisi wine dari Erlangga.

Kedua sudut bibir Renzo terangkat sekilas. Mulai dari awal ia mengenal Erlangga sampai saat detik ini, temannya itu sama sekali tak pernah mau jika ia tawarkan untuk hanya sekedar meminum segelas wine atau minuman keras sejenisnya. Merokok pun Erlangga tidak, sungguh laki-laki yang sangat cinta kesehatan tubuhnya.

Transmigrasi ErlanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang