One-shot

43 8 20
                                    

Jauh di angkasa luar, terdapat sebuah dunia bernama Perdita. Suasana di sana tidak jauh berbeda dari Bumi, sehingga layak bagi makhluk hidup untuk tinggal. Para manusia membuat komunitas-komunitas kecil di seantero dunia, hingga makin meluas dan menjadi beberapa negara. Seiring berjalannya waktu, peradaban pun makin berkembang dengan sangat pesat. Orang-orang dapat menjalani kehidupan dengan damai dan tentram, tanpa terjadi peperangan maupun pertikaian.

Namun, kedamaian seketika berakhir. Para penguasa negara saling menyatakan perang satu sama lain karena tergoda oleh kekuasaan. Seiring berjalannya waktu, peperangan yang awalnya hanya berskala kecil perlahan makin meluas hingga ke seantero Perdita. Seluruh negara saling menyerang kota demi kota musuh untuk menunjukkan taringnya. Hal ini berdampak pada rakyat sipil yang tak berdosa. Mereka yang selamat harus merelakan sanak saudara dan teman yang menjadi korban. Sayang, apa yang terjadi tidak membuat para penguasa menghentikan peperangan. Dalam pikirannya hanya satu, bagaimana cara untuk menang sehingga mendapat kekuasaan yang mutlak.

Hari demi hari berlalu. Namun, tak ada satu pun tanda peperangan akan berakhir. Akibatnya, para warga sipil menjalani kehidupan dalam suasana mencekam. Suara dentuman bom yang menghujam kota, rentetan tembakan senapan otomatis dan rintihan tentara yang terluka seakan menjadi melodi mengerikan dalam keseharian para rakyat. Gelombang protes demi protes terus dilayangkan agar konflik secepatnya dihentikan. Sayang, semua itu hanya menjadi angin lalu bagi para pemimpin negara.

Akibat dampak konflik yang semakin besar disertai gelombang protes para warga membuat para pemimpin negara terpaksa harus mengambil kebijakan. Mereka membangun ratusan bunker bawah tanah di seantero negara dan memindahkan seluruh warga ke sana. Awalnya mereka menentang, karena khawatir akan dampak kesehatan karena menghabiskan hidup terlalu lama di bawah tanah. Namun, konflik demi konflik terus terjadi di permukaan sehingga memaksa rakyat sipil menempati bunker gelap dengan oksigen seadanya.

***

Dalam Bunker 112 yang berdiri di tengah luasnya hamparan padang pasir, hidup seorang lelaki berusia 23 tahun bernama Arthur Wilson. Suasana perang yang mencekam memaksanya mengungsi ke bunker tersebut sejak remaja. Lebih mengenaskannya lagi, lelaki itu kehilangan kedua orang tua bersama saudarinya setelah bom napalm menghantam Ringmond, kota kecil di mana ia lahir dan dibesarkan.

Delapan tahun sudah Arthur menghabiskan waktunya di bunker gelap dan sedikit pengap. Ia bekerja sebagai petugas pemurnian air untuk dapat menghidupi dirinya sendiri. Tak bisa dipungkiri, lelaki itu merasa kesepian setelah kepergian seluruh anggota keluarganya. Namun, ia hanya bisa pasrah menerima kenyataan pahit dan menjalani hari-hari seperti biasanya.

Rumor mengatakan bahwa Bunker 112 adalah sarang narkoba terbesar di seantero negara Norna. Tidak hanya menjual, penduduk di sana bahkan memproduksi ribuan kilogram obat-obatan terlarang dan mendistribusikannya ke bunker lain. Namun, tak ada tanggapan serius dari penguasa negara mengenai hal ini dan terus mengurus perang yang seakan tak ada habisnya.

Mick Elwood, sahabat dari Arthur dan juga bandar narkotika terbesar seantero Bunker 112, berdalih menjual obat terlarang itu untuk menghidupi ratusan penduduk sekaligus untuk melakukan revolusi besar-besaran menentang pemerintah. Namun, Arthur menyadari sahabatnya malah menggunakan uang hasil transaksi haram itu untuk persenjataan dan kesenangan pribadinya saja. Hampir setiap malam Mick mengadakan pesta bersama pekerja pembuat narkoba, dan berakhir dengan pesta seks secara masal.

Tak tahan dengan perilaku bejat sahabatnya itu, Arthur mendatangi Mick dan mengingatkannya agar kembali pada tujuan awal, yakni melakukan revolusi menentang pemerintah Norna. Namun, ia malah tidak terima dan mengusir Arthur. Dua sahabat yang semula akrab itu kini saling menjauh satu sama lain.

Kobaran KemuliaanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang