21. Terong Ungu

17 4 0
                                    

Kesal, bagaimana tidak?

Kepala sekolah secara terang-terangan bilang kalau Dian yang lebih cocok menjadi pendamping Aksa di drama yang akan diadakan dua pekan lagi. Bukan masalah jika memang Aksa akan bersanding dengan perempuan lain selain Dian tentunya.

Rasanya ada yang aneh jika mengingat gadis itu, bukan hanya aneh tapi Abel seperti tak rela Aksa beradegan romantis dengan si terong ungu. Alasan kenapa ia suka menyebutnya terong ungu adalah karena badannya yang tinggi tapi berisi, selain itu ia juga sering memakai barang serba ungu. Pokoknya mirip terong.

Yang paling membuat satu kelas risih, Dian itu cabe-cabean. Suka nyosor perkataan sana-sini, sok tahu, dan si paling beda, atau memang haus perhatian?  Harusnya Abel tidak merasa takut begitu, toh ia bukan siapa-siapa Aksa, bukan pacar, teman pun baru beberapa waktu. Tapi Abel sudah berharap dia dan Aksa punya hubungan lain.

Tahu pikirannya sedang tidak benar, Abel menggeleng-gelengkan kepala mengenyahkan perasaan aneh yang berdesir di dalam dada. "Duh, mikir apa sih gue?"

Gadis itu berjalan seorang diri di koridor sekolah. Dari jauh terlihat Aksa yang menatap punggung Abel merasa cemas. Dari tadi Abel tidak mau bicara padanya setelah masuk kantor guru, Aksa jadi bingung harus apa. Jujur Abel tidak marah, tapi ia kesal.

"Abel!" Kali ini Aksa mencoba memanggil lagi, sedangkan Abel alih-alih berhenti berjalan dan berbalik, gadis itu justru melanjutkan langkah dengan semakin cepat.

Aksa pun mau tidak mau mengejarnya. Ketika jarak mereka hanya beberapa senti Abel langsung berlari menjauh seolah menghindari Aksa . Cowok itu menghentikan langkah. Melihat Abel yang sudah menjauh di telan persimpangan koridor sekolah.

"Marah pasti," gumam Aksa menghela napas.

Abel terus berlari sampai tidak sadar bahunya menabrak tiang bendera. Eh, bukan deng, itu bahu orang lain. Abel jatuh, gadis itu menggerutu kecil lantaran rok yang sedikit kotor. Abel mengangkat kepala, rupayanya Keno yang menabraknya. Abel tentu marah, ia bangkit sambil menatap penuh permusuhan ke arahnya.

"Maaf, nggak sengaja."

Jika dibilang terkejut, Abel akan mengiyakan itu. Jarang-jarang Keno mau meminta maaf kepada orang lain. Bahkan rasanya cowok itu yang suka nyolot. Mau salah atau benar, Keno akan terus bersikukuh. Dan hari ini cowok itu malah bermental yupi.

Abel menilik mimik wajah Keno, tidak ada yang salah. Cowok itu terlihat sehat dan bugar.

"Napa lo?" tanya Keno tak suka ditatap aneh oleh Abel.

"Lo aneh."

"Aneh gimana maksudnya?"

"Lo bukan Keno ya? Jangan bilang lo setan yang nyamar jadi Keno, soalnya Keno sama setan sereman Keno!"

"Ck, cewek gila." Penekanan Keno pada kalimat terakhir itu membuat Abel melotot.

"Enak aja, manis kayak kopi gini dibilang gila," tutur Abel meniup-niup sejumput rambut yang jatuh ke kening.

"Kopi pahit kali!"

"Lo ada apa sih, galak amat hari ini? Ya gue tau anak Raditya emang galak tapi kegalakkan lo kali ini bertambah!"

"Kiera mana?"

"Izin,"

"Kenapa? Dia sakit?"

"Kalo sakit ngapa gue bilang izin, tuh kan lo yang gila."

Keno berdecak. "Ya terus, dia pergi?"

"Gue kurang tau, tapi yang jelas dia bilang izin karena ada perlu."

Ineffable |End|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang