BAB 45 : A Fact

55.8K 5.3K 3.8K
                                    

Tembus 2

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tembus 2.4K komentar, aku update lagi jam 8! Tapi yang bener bener komen, ya? Yang spam huruf aja nggak diitung. Selamat berkerja sama 🌷💙

****

"Aku mau fotokopi makalah dulu, Pa. Tungguin bentar," kata Shea, ia menyempatkan diri mampir ke fotokopian sepulang sekolah.

Bayu mengangguk. "Iya."

Shea mengayunkan tungkai kakinya ke dalam, sebelah tangannya langsung memberikan makalah yang ia siapkan ketika disambut oleh pegawai. Sembari berdiri menunggu, gadis itu memandangi etalase di depannya yang penuh dengan peralatan menulis. Shea menoleh saat eksistensi seseorang datang dan menempatkan diri di sebelah kirinya.

"Mas, mau map satu," kata Zayyan Arlen.

Cara bekerja semesta memang selalu di luar prediksi manusia. Dua pasang mata dengan sorot serupa itu saling bersitatap secara tidak sengaja. Shea memalingkan wajah, memutuskan kontak dengan lelaki yang memiliki warna netra sama dengannya.

Jikalau bukan karena keegoisan seorang manusia, penyakit hati yang memupuk dalam diri, kesalahan berpikir yang menimbulkan keputusan jahat, maka seharusnya mereka tidak asing seperti ini. Seharusnya mereka tumbuh besar di keluarga yang sama, saling merangkul selayaknya saudara. Bukan seperti sekarang. Shea dan Zayyan saling melemparkan tali kebencian, padahal di dalam tubuh mereka mengalir darah dari asal-usul yang serupa.

"Makasih, Mas." Zayyan yang lebih dulu cepat selesai. Lelaki itu lantas berlalu pergi usai melakukan pembayaran.

Zayyan berjalan, melewati Bayu yang sedaritadi memerhatikan lelaki itu dalam diam. Waktu berlalu begitu cepat ternyata. Rasanya baru kemarin Bayu menggendong lelaki itu, yang masih sangat mungil di kedua tangannya, yang masih begitu ringkih ketika mereka bergelut dengan keadaan. Sekarang... sudah sebesar ini.

'Bagaimana keluarga barumu di sana?'

Harusnya cukup. Valerian pasti memberikan kenyamanan untuk lelaki itu. Bayu sangat yakin. Lamunan pria itu buyar saat panggilan Shea menyadarkannya lagi ke alam nyata. "Udah, Pa. Ayo kita pulang," ajak gadis itu.

"Ayo," balas pria itu. Sekali lagi, Bayu menoleh pada Zayyan Arlen. Bertanya-tanya dalam hati, apa keputusannya untuk memisahkan lelaki itu dari kenyataan yang ada adalah hal benar?

—oOo—

"Besok pas acara pentas seni sekolah, bikinin Aziel mochi ya, Kak Al? Rasa strawberry. Bikininnya yang banyak," pinta Deraziel yang langsung disetujui dengan anggukan Alea.

"Rasa coklat nggak mau?"

"Boleh, deh. Buat Lala," kata anak itu teringat jika Niskala selalu mengekorinya kemanapun. Acara pentas seni—yang dilangsungkan di tanggal merah sebagai perayaan hari jadi sekolah mereka, tidak akan membuat Niskala gentar untuk merecoki Aziel meskipun sama-sama memiliki jadwal untuk tampil.

ENIGMA : Last FlowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang