19 | racyun oh racyuuun

4.3K 723 44
                                    


Warning : baca part ini bakal bikin kalian kzl ...


Zane melirik Iis. Segera memasang wajah memelas.

"Tolong Is, gue masih nggak enak badan. Nggak punya energi buat gelut sama ceweknya Bimo. Biarin aja ya, dia ikut jeep kita," rengeknya. "Tapi tolong lo yang urus dia. Dia jago kok nyetirnya. Nggak usah khawatir bakal nyungsep di pasir-pasir."

Kontan saja Iis memutar bola mata.

Kalau saja bukan karena jeep Ismail dan Bimo sudah cabut duluan, dan kalau saja Zane nggak sedang terlihat lemas begitu, nggak mungkin Iis sudi membiarkan Sabrina mengendarai jeepnya.

Melihat Iis cukup kooperatif, Zane mesem. "Omelin aja kalau dia kurang hati-hati. Oke?"

Dengan begitu, Zane membuka pintu belakang dan segera duduk di sana. Membiarkan Sabrina dan Iis duduk berduaan di depan.


~


Malamnya, begitu tiba di villanya di Ubud, dan semua orang telah masuk ke kamar masing-masing, Zane merasa gelisah. Seperti punya firasat buruk.

Sambil mengguyur tubuh di bawah kucuran air hangat, dia berusaha mengingat-ingat, kejadian buruk apa yang seharusnya terjadi hari ini, tapi dia lupakan?

Black lava? Memang seharusnya ada perselisihan kecil antara Iis dan Sabrina, tapi tadi tidak terjadi. Karena Zane berlagak sakit, Iis pun terpaksa bersabar meski Sabrina bertingkah menyebalkan dan semena-mena.

Bahkan, saat jeep mereka hampir terguling pun, Iis cuma bisa istighfar banyak-banyak.

Setelahnya, mereka semua pergi makan. Lanjut check in ke villa miliknya.

Pembagian kamar pun lancar-lancar saja. Tidak ada yang rebutan. Dan sekarang, semua sudah kenyang, sudah masuk kamar masing-masing. Lalu kenapa Zane merasa tidak tenang?

Apa yang salah?

Zane tidak ingat sama sekali.

Sambil menggosok-gosokkan shampoo sampai busanya memenuhi permukaan rambut, cowok itu menebak-nebak apa yang sedang dilakukan teman-temannya sekarang.

Wait ....

Ismail bangsat!

Zane ingat sekarang.

Dengan cepat, cowok itu menyelesaikan ritual mandinya. Segera mengeringkan tubuh dan berpakaian. Lalu keluar kamar dan turun ke dapur.

Terlambat!

Ketika dia menyalakan lampu, sudah ada Sabrina di sana. Yang sedang mengisi tumbler dengan air dingin dari dispenser.

Ketika menatap Zane, wajah cewek itu merah padam seperti tertangkap basah melakukan kejahatan.

Zane menghela napas panjang.

Well, mungkin memang sudah jadi takdir otak Sabrina untuk tercemar oleh kebobrokan Ismail malam ini. Soalnya, kalau nggak gitu, bisa jadi nih cewek nggak akan jadi jablay yang menggemaskan tiga tahun mendatang.

Dengan langkah berat, Zane menghampirinya, seiring samar-samar terdengar suara-suara tidak senonoh dari teras belakang.

"Ismail anjing, emang!" Zane mengumpat pelan, segera mengalihkan fokus ke Sabrina. "Udah penuh tuh, sampai banjir."

"Oh, sorry, sorry." Sabrina gelagapan.

Dengan cekatan, Zane menarik keset dari depan kamar mandi umum ke bawah dispenser.

"Gue aja, Bang." Sabrina berusaha merebut keset di bawah kaki Zane itu, tapi Zane menahannya.

"Kalau udah nggak ada urusan lagi, buruan naik, gih."

Tapi cewek itu malah mematung, terlihat ragu. "Bang."

"Hm?"

"Lo ... denger sesuatu?"

"Apa?" Zane berlagak bego. "Nggak ada apa-apa. Udah naik, sana."

"T-tapi ... gue denger sesuatu dari situ ...." Sabrina dengan gugup menunjuk ke arah halaman belakang, membuat Zane ingin mengumpat lagi.

"Oh, ya? Ya udah, biar gue yang ngecek. Lo buruan ke kamar gih."

Tidak bisa berkata-kata lagi, Sabrina pun beringsut pergi.

Sepeninggal si cewek, Zane mendudukkan bokong ke bar stool terdekat. Memijat pelipis.

Enaknya, Ismail bin Mail ini diracun aja apa gimana?


... bikos pendek bats. Wkwkwkwk.

#TBC yah beb

#notdatingyetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang