02. Ruang obrolan

563 94 13
                                    

"Kenapa lo? Perasaan sidang nanti kasusnya gak berat-berat amat tapi wajah lo kayak habis kalah sidang aja." Yudha bertanya saat ia kembali dari ruang atasannya dan mendapati teman seperjuangannya tengah melamun di meja kerjanya.

Aksa menoleh pada Yudha yang tengah sibuk dengan berkas tuntutannya, "Yud, emang nikah enak ya?"

Nyaris saja Yudha merobek kertas berkasnya saat mendengar pertanyaan Aksa yang diluar perdiksi BMKG, sejak kapan temannya itu tertarik dengan dunia pernikahan? Bahkan saking lamanya Aksa menjomblo, ia dan Jordi sampai bertaruh teman mereka satu ini gak bakal menikah sebelum menjadi Jaksa Agung.

Diantara mereka bertiga, Aksa yang paling ambis soal pekerjaan. Meski mereka masuk di waktu yang bersamaan tapi Aksa lebih dulu naik pangkat dari kedua temannya itu dan keduanya juga yakin beberapa tahun lagi Aksa mungkin akan menjadi atasan mereka melihat bagaimana kinerja Aksa yang selalu mendapat pujian para petinggi.

Jadi wajar saja Yudha kaget yang sekaget-kagetnya saat Aksa bertanya mengenai pernikahan, sang anti-romantic mulai tertarik menjalin hubungan nih ceritanya?

"Kenapa? Mau nikah lo? Akhirnya, gue kira lo bakal indipenden seumur hidup."

"Gue cuman nanya doang." Kesal Aksa kembali menatap monitornya. "Kalau gak mau jawab jangan ngeledek."

Yudha mendorong kursinya mendekati meja Aksa lalu merangkul pundaknya, "Santai dong, menjawab pertanyaan lo ya nikah enak."

"Dimana letak enaknya?"

Yudha baru akan menjawab, sudut matanya menangkap sosok Jordi yang memasuki ruangan. Ia bersorak memanggil temannya itu. Membuat Jordi yang hendak menuju mejanya, berbalik menghampiri mereka. "Apaan?"

"Nah, gue kan masih penganten baru nih ya hitungannya. Mending kita tanya sama sesepuh yang udah nikah lima tahun, puh ajarin dong puh."

Jordi mengayunkan berkas yang di pegangnya ke kepala Yudha. "Sesepuh pala lo, noh Pak Agung udah dua puluh tahun nikahnya.

"Ya kan diantara kita bertiga lo yang paling sepuh, ayok certain enak gak enaknya nikah. Kalau gue ya masih enak-enak aja nih, kan baru berapa bulan."

Jordi menarik kursi kosong yang ada untuk di dudukinya. "Tunggu dulu, gue harus tau awalnya dulu nih. Kenapa bahas soal pernikahan? Nih si bujang mau nikah?"

"Sepertinya begitu." Sahut Yudha melirik jahil pada Aksa.

"Akhirnya tapi udah ada jodohnya belum?"

"Jangan langsung lo ulti gitu dong." Gelak Yudha, "Lagian tuh si Rissa masih setia menanti bujang kesayangannya Pak Agung." Lanjutnya menyebut salah satu nama rekan kerja mereka yang dimana satu kantor tau kalau wanita itu naksir berat sama Aksa.

"Kenapa jadi Rissa sih? Lagian dia naksir gue darimananya, kita cuman rekan kerja doang."

"Pantasan lo sampai sekarang ngejomlo, wong gak sadar sama sekitar lo." Geleng Yudha prihatin, bukan prihatin sama Aksa tapi sama orang-orang yang naksir sama sohibnya ini.

"Gue yakin kalau soal pasangan lo bakal mudah buat dapatinnya, tampang kayak lo siapa yang bakal nolak ya kan. Tapi sebelum biarin seseorang buat masuk ke kehidupan lo, yakinin dulu diri lo kalau memang lo udah siap untuk hal itu. Jangan karena tuntutan disekitar lo jadi punya pemikiran untuk nikah, seumur hidup terlalu lama hanya untuk ngasih makan ego orang."

Aksa termenung mendengar nasehat Jordi yang ada benarnya, ia menikah untuk siapa? Untuk dirinya sendiri atau untuk orang-orang yang sering bertanya kapan ia nikah? Kalau memang dirinya sendiri belum ada niatan untuk ke arah sana, seharusnya ia lebih memikirkan apa yang ia inginkan. Bukan apa yang mereka inginkan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 18 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Mas Jaksa ( Jaeyong)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang