Ch02 - Pria di Basemen

185 28 2
                                    

Bagian awal dari cerita ini berlatar belakang sebuah pulau tanpa nama. Sedikit beda memang pertemuan pertama Alex dan Ghina ini. Tapi begitulah cara mereka bertemu. Semoga kalian nggak bingung dan tetap tertarik untuk membaca cerita ini ya!

Selamat membaca!
Salam sayang,
Amubamini.

****

5 tahun yang lalu...

"Selimut, cukup ambil selimut. Nggak usah ambil yang lain!"

Mau tidak mau omongan Tam membuatku curiga. Tapi karena tadi aku terlalu kesal jadi tidak terlalu kupikirkan. Tam selalu begitu, pekerjaan-pekerjaan remeh temeh seperti ini akan diberikan padaku. Sedangkan ia dan kelompoknya hanya menikmati yang bagus-bagus saja!

Tapi mau bagaimana lagi, Ayah sangat menyayanginya. Daripada kena hukuman lebih baik aku diam. Di lain kesempatan aku bisa membalasnya.

Meskipun disebut sebagai basemen tapi letaknya tidak benar-benar di bawah bangunan utama. Aku harus berjalan kurang lebih lima belas menit untuk sampai ke pintu basemen. Sebuah ruang bawah tanah tempat penyimpanan berbagai macam hal, dari benda mati sampai benda hidup.

Suara logam berat yang dipaksa bergeser bergabung dengan suara pohon dan angin saat pintu basemen akhirnya terbuka. Sore ini tampak mendung dan angin terus berhembus kencang. Membuat keramaian tersendiri bagi pulau ini.

"Halo basemen!" ucapku pada diri sendiri. Tam pasti punya makna tersembunyi di balik kalimatnya. Setidaknya, aku sudah bersiap-siap jika Tam berniat mengerjaiku atau bahkan mencelakaiku.

Lampu basemen masih mati. Memang diatur demikian untuk menghemat daya, lampu-lampu akan mulai menyala saat matahari sudah terbenam. Tidak berguna juga sebenarnya, mau menyala ataupun mati, lampu tersebut tetap tidak mampu menerangi basemen dengan baik. Siapa pun yang masuk harus membawa senter.

Akibat cahaya yang masuk ke dalam, berapa mulai terbangun dan menggonggong keras. Anjing-anjing peliharaan Ayah yang tidak terlalu disukainya. Sebenarnya akan lebih mudah bagi mereka jika mereka mati saja, tapi tiap jiwa memiliki keinginan untuk bertahan hidup yang berbeda-beda.

Anjing-anjing itu terus memperhatikan setiap langkahku. Di antaranya bahkan menggapai keluar kandang berusaha mencari perhatian. Tam tahu aku benci memasuki basemen karena hal ini. Tam tahu aku lemah dan selalu ingin membebaskan mereka. Jadi Tam selalu punya alasan untuk membuatku mampir sekedar mengambil atau meletakkan sesuatu. Karena kalau aku sampai tergiur untuk membuka gembok-gembok itu, maka Tam yang akan diuntungkan. Saingannya berkurang satu.

Tumpukan selimut bersih berada di salah satu rak penyimpanan yang posisinya agak ke dalam. Basemen tidak seburuk itu jika sudah melewati kandang anjing. Lantainya juga secara berkala selalu dibersihkan, dan ada penyaring udara yang menyala selama dua puluh empat jam. Satu-satunya yang kurang dari tempat ini hanyalah cahaya. Ayah berkata, cahaya memberikan terlalu banyak harapan. Jadi lebih baik anjing-anjing yang dikurung di sini tidak mendapatkannya.

Langkahku mau tidak mau terhenti beberapa rak sebelum tempat penyimpanan selimut. Sudut gelap di ujung sana memberiku angin dingin yang tidak menyenangkan. Tam sepertinya benar-benar menyiapkan sesuatu untukku, laki-laki menyebalkan itu!

"Apa kamu tersesat?" ucapku pada sosok yang bentuknya belum terlalu jelas dari jarak pandangku saat ini.

Dari semua pertanyaan yang bisa kuajukan, entah kenapa aku menanyakan sesuatu yang jawabannya begitu jelas. Tidak mungkin dia tersesat, pasti Tam yang mengurungnya di sini.

Sosok itu duduk bersandar ke dinding. Kedua tangannya terikat oleh rantai besi yang tampak berat, sepertinya diikat oleh Tam. Meski begitu, pria ini bersikap sangat aneh. Kakinya satu terjulur sedangkan satunya lagi menekuk santai. Wajahnya mendongak menantang, walau sebenarnya tidak begitu terlihat karena ada banyak rambut tebal yang menutupi dagu dan pipi. Tapi yang jelas matanya terbuka lebar menyorot ke arahku.

Infernos SpicyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang