Salah lawan

380 50 0
                                    

Keesokan harinya, kobaran api yang berusaha ia sembunyikan mulai menggebu-gebu. Dengan ponselnya di tangan, dia menghubungi Khafi, si jagoan informasi yang selalu berada dalam jangkauannya. Keduanya pun memilih untuk bertemu di salah satu kafe yang terletak di pusat kota.

Saat Gabriel tiba, matanya menangkap Khafi yang terlihat santai, duduk dengan secangkir kopi sambil membaca beberapa lembaran kertas seperti detektif yang sedang menguak misteri.

"Gimana?" Tanya Gabriel dengan penuh antusiasme, suaranya bergetar seperti anak kecil yang menunggu rahasia besar diungkapkan.

Khafi tersenyum tipis sambil menyeruput kopi dengan penuh perasaan, sebelum akhirnya meletakan gelasnya dengan lembut di atas meja. "Udah gua cari tau," jawabnya, suaranya tenang namun penuh pengetahuan. "Mereka punya backingan, makanya berani koar-koar di acara TV."

Gabriel meraih berkas-berkas dan foto-foto yang Khafi berikan, seolah sedang membongkar teka-teki. Tiba-tiba, mata Gabriel tertuju pada sebuah foto yang menampilkan Isyara, Kanaya, dan seseorang yang dikenalnya, Karel.

"Karel?" Tanya Gabriel, rasa ingin tahu menguasai pikirannya saat tangannya meraih foto tersebut.

Khafi mengangguk mantap, "Iya. Nampaknya dia adalah tokoh di balik layar yang memberi dukungan kepada mereka."

Gabriel mengamati foto tersebut dengan ekspresi serius. Matanya memerhatikan setiap detail, mencoba menghubungkan benang-benang informasi yang ada di depannya. "Jadi, Karel adalah pion di belakang layar yang mendukung Kanaya dan Isyara," gumamnya.

Khafi mengangguk tegas, "Iya. Dia memiliki pengaruh yang cukup besar di industri ini."

Gabriel pun kembali teringat bahwa Karel merupakan salah satu CEO di stasiun TV terkenal. Menyebarkan berita-berita yang tidak enak di dengar akan sangat mudah baginya, apalagi ia memiliki kedua teman artis yang juga terlihat ingin menjatuhkan Fauzan dari industri ini.

Dengan mata yang berbinar, Gabriel merenung pada foto yang dipegangnya. Raut wajahnya mencerminkan rencana licik yang sedang membara dalam kepalanya, seperti api di dalam tungku. "Mereka tidak tahu apa yang akan mereka hadapi," gumamnya, suaranya terdengar berat dan penuh penekanan.

Khafi melanjutkan, "Kanaya dan Isyara memang cukup berani mengajukan tantangan kepada siapapun. Tapi kali ini, mereka telah salah memilih lawan."

Mata Gabriel menyala dengan rencana jahat yang tersembunyi di balik senyum tipisnya. "Makasih ya, Kha. Sekarang gua akan masuk ke dalam permainan mereka."

Khafi tertawa mengikuti seringaian yang membingkai wajah Gabriel. "Sepertinya mereka akan mendapatkan pelajaran berharga kali ini."

Dengan tekad yang kuat dan senyum yang licik, Gabriel mulai merencanakan serangkaian langkah untuk membalas perbuatan mantan teman Fauzan. Dia ingin membuat Kanaya, Isyara, dan Karel menyesal telah meremehkannya dan Fauzan. Gabriel jamin tidak ada lagi yang akan berani mengusik Fauzan dan dirinya setelah ini.

ScandalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang